Konflik di Afghanistan

Terjebak Krisis, Keluarga Afghanistan Jual Anak Berusia 9 Tahun sebagai Pengantin Seharga Rp 31 Juta

Penulis: Alma Dyani Putri
Editor: Elfan Fajar Nugroho
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Parwana Malik menggambarkan sosok pria yang membelinya sebagai ‘orangtua’ karena janggut dan alisnya sudah putih. Sebuah keluarga di Afghanistan terpaksa menjual putri mereka berusia sembilan tahun untuk bisa mendapatkan uang guna membeli makanan di tengah krisis.

Afghanistan sedang bergulat dengan krisis likuiditas karena aset tetap dibekukan di Amerika Serikat dan negara-negara lain, sementara pencairan bantuan dari organisasi internasional telah ditunda.

Efek dari keruntuhan ekonomi dapat terbukti mematikan bagi negara di mana sepertiga penduduknya bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari Rp 38 ribu per hari.

Itu berarti semakin banyak keluarga yang beralih ke praktik ilegal menjual anak-anak mereka di bawah usia 15 tahun.

“Hari demi hari, jumlah keluarga yang menjual anak-anak mereka meningkat,” kata seorang aktivis hak asasi manusia di Badghis, Mohammad Naiem Nazem, kepada CNN.

“Kurangnya makanan, kurangnya pekerjaan, (membuat) keluarga merasa mereka harus melakukan ini.”

Di sisi lain, Direktur Asosiasi Divisi Hak-hak Perempuan di Human Rights Watch, Heather Barr, menyebut apa yang terjadi di Afghanistan sebagai bencana besar.

“Kami tidak punya waktu berbulan-bulan atau berminggu-minggu untuk membendung keadaan darurat ini. Kami sudah dalam keadaan darurat,” katanya.

Keluarga Afghanistan Jual Bayi

Afghanistan dilanda krisis pangan terburuk hingga setengah penduduknya terancam kelaparan.

Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan, hampir satu juta anak berisiko alami kelaparan, terlebih lagi menjelang musim dingin.

Sejak penguasaan Taliban pada 15 Agustus lalu, perekonomian di Afghanistan semakin memburuk hingga keluarga miskin yang begitu putus asa, terdorong untuk menjual anak mereka.

Dilansir dari The Mirror, satu di antara keluarga di luar Kota Herat, menceritakan bagaimana mereka terpaksa menjual bayi perempuannya.

Mereka melepaskan bayinya untuk ditukar dengan uang senilai sekitar Rp 7 juta, kepada seorang pria yang tinggal di dekat rumahnya.

Menurut pengakuannya, pria tersebut mengklaim akan menikahkan bayi perempuan itu dengan putranya ketika sudah cukup umur.

Meskipun berat, tetapi orangtua bayi perempuan itu menyadari bahwa gadis mereka mungkin akan menghadapi masa depan yang jauh lebih buruk, jika tetap tinggal dengan mereka.

Halaman
1234