Terkini Daerah

Kenapa Yosef dan Istri Muda Diperiksa Terus Menerus? Ahli Ungkit Rasa Takut dan Stres Saksi

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Yosef selaku suami Tuti menangis seusai mendapati istri dan anaknya Amalia tewas dibunuh. Terbaru, Yosef menyebut ada seorang saksi yang memiliki akses masuk rumah.

TRIBUNWOW.COM - Pihak kepolisian masih belum menetapkan tersangka dalam kasus pembunuhan Tuti Suhartini (55), dan anaknya, Amalia Mustika Ratu (23) di Jalan Cagak, Subang, Jawa Barat, Rabu (18/8/2021).

Pada kasus ini, Yosef selaku suami Tuti dan istri mudanya M telah diperiksa oleh polisi berkali-kali hingga muncul opini liar di publik keduanya adalah pelaku.

Kendati demikian keduanya tetap berstatus sebagai saksi.

Baca juga: Ibu dan Anak di Subang Dibunuh Orang Terdekat, Yosef Ungkit Saksi D yang Berstatus Saudara Korban

Baca juga: Usut Pembunuh Ibu-Anak di Subang, Polisi Tidak Bergantung ke Pengakuan: Tak Bisa Begitu Saja Menuduh

Dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam tvOne, Rabu (1/9/2021), Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri menjelaskan ada beberapa alasan mengapa saksi diperiksa lebih dari satu kali.

"Normatif kita bisa katakan untuk apa takut kalau kita benar," kata Reza.

"Biasanya yang takut orang salah."

"Tapi ternyata realitanya tidak seperti itu," lanjutnya.

Reza menjelaskan bahwa tidak ada orang yang suka ketika dipanggil oleh polisi apalagi jika yang bersangkutan akan diperiksa.

Ia menambahkan, ketika orang dipanggil oleh polisi untuk diperiksa maka rasa takut dan stres orang tersebut akan meningkat.

"Jadi orang yang tidak bersalah sekali pun, orang yang tidak ada sangkut pautnya, ketika menerima panggilan apalagi surat dalam rangka pemeriksaan, itu interpretasinya sudah ke mana-mana," ujar Reza.

"Rasa ketakutannya, degup jantungnya sudah bertambah sekian kali lipat."

Reza memaparkan, ketika saksi stres maka keterangan yang diberikan oleh saksi tersebut akan semakin rancu atau tidak jelas.

"Keterangan saksi itu gampang terdistorsi, belok kanan belok kiri, dan gampang ter-fragmentasi jadi pecah belah," ungkap Reza.

"Seiring meningginya stres, seiring jangka waktu antara kejadian dan pemeriksaan semakin panjang, proses distorsi dan fragmentasinya juga semakin parah," sambungnya.

Reza melanjutkan, ketika ada seorang saksi yang dipanggil ulang, dapat disimpulkan saksi tersebut sempat memberikan keterangan yang simpang siur sehingga polisi justru menduga yang bersangkutan patut dicurigai.

Halaman
1234