TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun kembali mengungkit kasus korupsi yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.
Dilansir TribunWow.com, ia juga membahas pertemanan Edhy Prabowo dengan Tenaga Ahli Utama Kantro Staf Presiden (KSP), Ali Ngabalin.
Di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dikatakannya, pemberantasan korupsi bukanlah hal utama.
Hal itu diungkapkan dalam kanal YouTube Refly Harun, Senin (23/8/2021).
"Kalau dari sisi Presiden Jokowi, 'Radikal yang penting (dilawan), korupsi tidak apa-apa yang penting Indonesia jangan jatuh pada radikalisme'," kata Refly.
"Radikalisme yang mereka sebut itu hanya sebuah hipotesis, kalau pun terjadi hanya di pinggir kekuasaan."
Baca juga: Wajahnya Ramai Dijadikan Mural 504 Error dan Meme King of Penjilat, Begini Reaksi Ngabalin
Baca juga: Viral Mural Mirip Dirinya Bertuliskan 504 Error, Ali Mochtar Ngabalin: Otak Saya Masih Normal
Refly menganggap pemberantasan radikalisme hingga intoleransi lebih diutamakan ketimbang pemberantasan korupsi.
Padahal, kata dia, tindakan korupsi kini sudah dilakukan di lingkaran utama pemerintahan.
"Ya ada yang nama terorisme, tapi korupsi tidak lagi di pinggir kekuasaan tapi di pusat kekuasaan itu sendiri," ucapnya.
"Kita tidak pernah mengkhawatirkan itu, kita jauh lebih khawatir radikalisme, intoleransi."
Terkait hal itu, Refly kemudian menyinggung nama Ngabalin hingga Faldo Maldini.
Ia juga membahas ucapan Ngabalin saat Edhy Prabowo ditangkap.
"Itulah wacana yang dikembangkan Ngabalin, Fadjroel Rachman, entah Faldo Maldini juga, para buzzer istana," katanya.
"Pokoknya 'Kita lawan radikalisme, kita lawan intoleransi', tapi tidak pernah bicara bagaimana melawan tindak korupsi."
"Bahkan Ngabalin misalnya 'Saya tidak mau meninggalkan teman' terhadap Edhy Prabowo."