TRIBUNWOW.COM - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menanggapi situasi terkini di Papua Barat.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam konferensi pers yang ditayangkan kanal YouTube Kompas TV, Rabu (2/12/2020).
Diketahui sebelumnya Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat atau The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang diinisiasi Benny Wenda mendeklarasikan kemerdekaan.
Baca juga: Sebut Deklarasi Papua Barat Merdeka Bukan Makar Besar, Mahfud MD: Benny Wenda Membuat Negara Ilusi
Mahfud kemudian menyatakan sikap pemerintah menilai Benny Wenda hanya membuat negara ilusi.
Selain itu pernyataan Benny Wenda tidak serta-merta membuat Papua Barat merdeka karena tidak memenuhi syarat berdirinya negara.
"Lalu juga syarat lain adanya pengakuan dari negara lain yang masuk dalam organisasi negara internasional. Dia enggak ada yang mengakui," ungkap Mahfud MD.
Ia menyebutkan satu-satunya negara yang mengakui pernyataan Benny Wenda adalah Vanuatu.
Meskipun demikian, Mahfud tidak mengkhawatirkan dukungan dari negara Pasifik tersebut.
"Memang didukung satu negara kecil di Pasifik, namanya Vanuatu," kata Menko Polhukam.
"Tapi kecil itu, dari ratusan negara yang besar-besar, Vanuatu (kecil) dan tidak masuk juga ke organisasi internasional, hanya disuarakan secara politik," jelasnya.
Mahfud menyebutkan alasan lain pernyataan Benny Wenda tidak dapat membuat Papua Merdeka.
Ia menyinggung referendum 1969 di Papua yang membuat wilayah tersebut menjadi bagian dari Indonesia.
Baca juga: Vanuatu Soroti HAM di Papua, Tantowi Yahya Balas: Mereka Sendiri Banyak, Kayak Kacamata Kuda Saja
Mahfud menegaskan hasil referendum itu telah diakui Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) sebagai hasil yang sah.
"Kedua, kenapa dia negara ilusi, Papua itu secara referendum tahun 1969 sudah final dan sah menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
"Disahkan oleh Majelis Umum PBB, bahwa Papua itu bagian sah dari Indonesia. Oleh karena itu tidak akan ada lagi, PBB tidak mungkin membuat keputusan dua kali dari hal yang sama," lanjutnya.