Kabar Ibu kota

Soal Reklamasi Ancol, Ruhut Sitompul Pertanyakan Nama Ahok Tak Disebut Gerindra: Masih Kesal?

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ruhut Sitompul saat berbicara kepada wartawan di Rumah Lembang, Jakarta, Senin (15/11/2016).

"Ini reklamasi ini kan dipolitisir," ujar Ruhut Sitompul.

Ruhut kemudian mempertanyakan waktu Anies mengeluarkan izin reklamasi Ancol.

Menurutnya, hal itu tidak banyak diketahui oleh publik.

Ia lantas membandingkan dengan saat menghentikan reklamasi yang di 17 pulau kemudian sempat menjadi berita besar.

"Tapi kan bayangkan ini jagonya Anies, waktu dia menyegel itu (reklamasi 17 pulau) semua TV ikut, ramai wartawan," ungkapnya.

"Tetapi waktu keluarin izin IMB-nya sekitar hampir 900 lebih kurang, sampai kawan saya yang ada di DPR tersinggung," imbuhnya.

Melihat kondisi tersebut, Ruhut menilai Anies Baswedan itu bersikap one man show, atau membuat keputusannya sendiri, tanpa mempertimbangkan pihak-pihak lain.

Apalagi dikatakannya bahwa dalam reklamasi Ancol ini tidak melibatkan DPRD DKI Jakarta.

"Ingat gubernur itu tidak boleh one man show, apalagi pada waktu itu dia belum punya wakil gubernur. DPRD tuh harus diikutin," tegasnya.

• Bantah Anies Baswedan, WALHI Sebut Reklamasi Ancol Tak Ada Kaitannya soal Banjir: Pendekatan Bisnis

Sementara itu, hal tersebut mendapatkan tanggapan dari Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra, Muhammad Taufik.

Ia mengatakan bahwa reklamasi Ancol berbeda dengan reklamasi 17 pulau yang memang sudah dihentikan.

Dirinya juga menegaskan bahwa proyek reklamasi Ancol mengacu pada Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 234 Tahun 2020.

Dikatakannya bahwa Kepgub itu merupakan lanjutan dari periode-periode sebelumnya sejak Gubernur Fauzi Bowo.

"Saya ingin meluruskan dulu, antara reklamasi yang 17 pulau dengan apa yang dikeluarkan di Kepgub 237," kata Taufik.

"Saya ingin sampaikan bahwa Kepgub 237 itu adalah lanjutan dari mulai sejak Gubernurnya Pak Fauzi Bowo, diperpanjang oleh Pak Joko Widodo, kemudian oleh Djarot, sampai Pak Anies yang 120 hektar," jelasnya.

Taufik lantas menjelaskan bahwa proyek yang dilakukan di Ancol adalah perluasan kawasan dan di satu sisi memanfaatkan limbah hasil pengerukkan dari sungai dan waduk yang mengalami sedimentasi.

"120 hektar dalam kerjasama antara pemda DKI dengan Ancol itu memang dimaksudkan untuk menampung seluruh lumpur-lumpur hasil kerukkan sungai, waduk, dan lain-lain yang ada di Jakarta," ungkapnya.

"Beda dengan yang reklamasi," pungkasnya. (TribunWow.com/Brigitta Winasis/Elfan)