Virus Corona

Cerita Dosen ITB Buat Ventilator Indonesia, Rela Dapat Cibiran, Menangis, hingga Tidur di Masjid

Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pencipta Vent-I, Syarif Hidayat (kemeja putih) tengah melihat proses pengerjaan ventilator portable.

Syarif kemudian memutuskan membuat material yang dibutuhkan. Misal dalam pembuatan pompa.

Ia mencari produk yang ada di Indonesia dan tidak berebut. Pilihannya jatuh pada pompa peniup kasur.

Ia modif pompa peniup kasur dengan motor yang biasa digunakan drone. Kemudian, alat itu akan dilengkapi dengan venting.

Semua proses ini sempat dicibir.

Syarif dan timnya dinilai tidak akan mampu menyelesaikan ventilator. Ada juga yang bilang, Vent-I sebagai proyek “mission impossible”.

Namun keraguan sejumlah pihak itu tidak dihiraukannya. Ia terus maju, walaupun diisi dengan air mata.

“Pasien Covid harus dirawat 14 hari, maka minimal alat saya harus mampu bertahan 14 hari. Tapi begitu dicoba, hanya tahan 2 hari 2 malam. Saya perbaiki, ganti material, eh 12 jam rusak. Nangislah saya, gimana bisa nolong orang,” tutur dia.

Setelah menangis, ia pun bangkit dan kembali terus mencoba, hingga produknya berhenti diujicoba setelah melewati 21 hari.

Bahkan Vent-I dinyatakan lolos uji semua kriteria uji sesuai dengan standar SNI IEC 60601-1:204: Persyaratan Umum Keselamatan Dasar dan Kinerja Esensial dan Rapidly Manufactured CPAP Systems, Document CPAP 001, Specification, MHRA, 2020.

WHO Kirimkan Tim ke China untuk Menyelidiki Asal Usul Virus Corona hingga Jawab soal Tudingan Trump

Vent-I menggunakan mesin ventilator Positive End-Expiratory Pressure (PEEP) agar mudah dioperasikan baik oleh dokter ataupun perawat.

Bahkan Vent-I bisa dibawa pulang. Harganya pun jauh lebih rendah. Harga ventilator portable di pasaran dunia dijual Rp 30 juta-70 juta.

Sedangkan Vent-I dijual Rp 18 juta. “Vent-I juga sudah dipatenkan, dari 8 ada 5 yang sudah dipatenkan,” ucap dia.

Tidur di masjid

Dokter ahli petir ini mengatakan, pengembangan Vent-I menghabiskan waktu 6 minggu.

Selama itu, ia memilih meninggalkan rumah dan tidur di ruang kerjanya di Masjid Salman.

Halaman
1234