Ia menyinggung tuntutan hukuman yang tak setimpal pada pelaku, padahal pengusutan kasus tersebut memakan waktu lebih lama.
"Waktu pencarianya dua tahun lebih tapi tuntutannya hanya satu tahun," tandasnya.
Atas dasar kejadian tersebut, Kurnia menilai kasus tersebut tidak ditangani dengan sungguh-sungguh.
Ia merasa kejaksaan tidak dapat memenuhi fungsinya sebagai pembela korban.
"Sehingga kita tiba pada satu kesimpulan bahwa kejaksaan sendiri tidak serius dalam menangani kasus ini. Kejaksaan harusnya sebagai representasi negara dalam melakukan penuntutan sekaligus menjadi representasi bagi kepentingan korban, justru terlihat berpihak pada pelaku kejahatan," papar Kurnia.
Kurnia yang juga menjadi anggota peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan adanya beberapa kejanggalan dalam persidangan kasus tersebut.
"Dari awal sebenarnya kami ICW bersama tim advokasi Novel Baswedan sudah mencatat beberapa kejanggalan," bebernya.
Satu dari antara kejanggalan tersebut adalah adanya asumsi dari jaksa yang menyatakan terdakwa hanya melakukan penyiraman air keras.
"Padahal ini tindakan dari oknum yang mengendari motor pada April yang lalu merupakan percobaan pembunuhan berencana," terang Kurnia.
Dari pengalaman berbagai kasus serupa yang telah terjadi, penyiraman air keras pada wajah korban berpotensi menyebabkan kematian.
"Banyak kasus saya rasa bisa dirujuk di berbagai daerah, ketika seseorang mendapatkan siraman air keras di bagian wajahnya efeknya sangat fatal, yaitu bisa meninggal dunia," lanjutnya.
Tak setuju adanya unsur kesengajaan dalam kasus tersebut, Kurnia mengaku sudah memiliki firasat bahwa unsur tersebut akan ditampilkan dalam pengadilan untuk membela pelaku.
"Jadi ketidaksengajaan itu setelah kemarin sempat ramai dibicarakan masyarakat, kita sudah menduga asumsi tersebut akan disampaikan oleh kejaksaan," tandasnya.
Lihat tayangan selengkapnya dari menit ke-06:41:
(TribunWow.com/ Via)