Virus Corona

Jokowi Minta Tetap Produktif, Pandu Riono Sindir New Normal Hanya Pentingkan Ekonomi: Bisa Nunggu

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan kembali kepada seluruh masyarakat Indonesia betapa pentingnya rasa kegotongroyongan di tengah pandemi Virus Corona.

TRIBUNWOW.COM - Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengomentari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendorong masyarakat tetap produktif di masa pandemi.

Seperti diketahui, pandemi Virus Corona (Covid-19) yang turut melanda Indonesia menimbulkan dampak pada kegiatan ekonomi.

Jokowi kemudian menetapkan kebijakan new normal agar aktivitas sehari-hari masyarakat dapat berjalan seperti sebelum ada pandemi.

Pakar Epidemiologi Pandu Riono menilai new normal belum dapat terlaksana maksimal jika indikator kesehatan belum terpenuhi, diunggah Jumat (30/5/2020). (Capture Youtube KompasTV)

New Normal Segera Mulai, Ade Armando Sebut Rakyat Belum Dijelaskan: Masak Berharap Pak Jokowi?

Dilansir TribunWow.com, Pandu Riono menilai new normal tidak akan bisa berjalan maksimal.

Hal itu ia ungkapkan melihat angka pertumbuhan kasus baru di Indonesia yang masih tinggi.

"Kalau persyaratan kesehatannya belum terpenuhi, indikator belum terpenuhi, the new normal tidak akan berjalan," kata Pandu Riono, seperti yang ditayangkan kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (30/5/2020).

Ia menyebutkan new normal belum tepat dimulai pada 1 Juni 2020 seperti yang direncanakan pemerintah.

"Mereka bisa mempersiapkan, mereka bisa merencanakan, tapi belum tentu bisa diimplementasikan," kata Riono.

"Harus kesehatan dulu," tegasnya.

Ia menegaskan faktor kesehatan harus dibenahi terlebih dulu sebelum memutuskan untuk beranjak ke new normal.

Riono menilai hal tersebut harus diprioritaskan terlebih dulu daripada memperbaiki ekonomi.

"Yang mengindikasikan kesehatan. Melakukan pembatasan sosial demi kesehatan, bukan demi ekonomi," ungkap Riono.

"Ekonomi bisa nunggu," tambahnya.

Ia menyebutkan ekonomi dapat lebih cepat pulih asalkan kesehatan masyarakat lebih diperhatikan.

Pembukaan Sekolah saat New Normal Jadi Sorotan, Pihak Istana: Jokowi Menomorsatukan Keselamatan

"Kalau mereka mau lebih cepat, bantu kesehatan supaya terwujud. Baru mereka bisa jalan," ungkap Riono.

Pakar epidemiologi tersebut menambahkan pelaku kegiatan ekonomi sendiri adalah masyarakat.

"Kalau masyarakatnya sakit, siapa yang mau beli? Kalau masyarakatnya sakit, siapa yang mau kerja?" tanya Riono.

"Kalau indikator kesehatannya sudah terpenuhi, baru itu saat yang tepat," tambahnya.

Ia mendorong agar new normal ditunda sampai pertumbuhan kasus baru benar-benar dapat dikendalikan.

"Boleh saja direncanakan, tetapi implementasinya tunggu dulu sampai indikator kesehatannya terpenuhi," kata Pandu Riono.

Sebelumnya setelah meninjau persiapan new normal di Summarecon Mall, Bekasi, Jokowi meminta masyarakat tetap dapat produktif di tengah pandemi.

"Kita ingin tetap produktif, tapi aman Covid," kata Joko Widodo, Selasa (26/5/2020).

"Ini yang kita inginkan," tambahnya.

Banyak Kebijakan soal Corona, Pandu Riono Sindir Pemerintah Main Teater Bingung: Ngomong A, Besok B

Lihat videonya mulai menit 2:00

Ade Armando Sebut Rakyat Belum Dijelaskan soal New Normal

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI) Ade Armando menilai masyarakat belum mendapat informasi menyeluruh tentang new normal yang akan diberlakukan.

New normal diketahui sebagai cara hidup baru setelah adanya pandemi Virus Corona (Covid-19).

Namun kebijakan tersebut menuai sorotan karena angka pertumbuhan kasus baru Covid-19 di Indonesia masih tinggi. 

• Ditanya Seandainya Jokowi Buat Skripsi Komunikasi saat Corona, Guru Besar UI Terkekeh: Nilainya C

Dilansir TribunWow.com, Ade Armando berkomentar bagaimana seharusnya pemerintah membentuk sikap sebelum dimulainya new normal.

"Salah satu pertanyaan yang barangkali sekarang mengganggu kita adalah sebetulnya siapa yang bertanggung jawab tentang komunikasi pemerintah terhadap publik?" kata Ade Armando dalam acara Rosi di Kompas TV, Kamis (28/5/2020).

Ia menyinggung survei Indo Barometer yang sebelumnya disampaikan M Qodari.

Dalam survei tersebut tampak sebanyak 53 persen masyarakat tidak puas dengan penanganan pandemi Virus Corona.

"Apa yang disampaikan oleh Mas Qodari ini persepsi 'kan. Persepsi bahwa pemerintah itu kebijakannya tidak konsisten," papar Ade.

"Jadi ada image di kepala publik bahwa kebijakan Pak Jokowi tidak konsisten," lanjutnya.

Berdasarkan survei tersebut, Ade menyimpulkan masyarakat merasa kebijakan yang diputuskan pemerintah tidak konsisten.

"Itu artinya karena pesan yang sampai ke publik itu tampak tidak konsisten," jelasnya.

Ia kemudian menyinggung mantan juru bicara pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yakni Andi Mallarangeng yang turut hadir dalam acara tersebut.

"Di sini ada Juru Bicara dari Pemerintahan SBY. Orang seperti Bang Andi ini, di dalam pemerintahan Jokowi itu sekarang siapa?" kata Ade memberi contoh.

Ade Armando mengomentari soal cara komunikasi Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam acara Rosi Kompas TV, Kamis (28/5/2020) (Youtube/KompasTV)

• Pembukaan Sekolah saat New Normal Jadi Sorotan, Pihak Istana: Jokowi Menomorsatukan Keselamatan

Ade turut menyoroti informasi yang disampaikan pemerintah tentang new normal.

Menurut dia, belum ada sosok yang memberikan informasi tentang new normal itu sendiri kepada masyarakat.

"Orang yang akan menjelaskan kepada publik yang disebut sebagai new normal itu apa? Implikasinya apa?" papar Ade.

Dalam penjelasan tersebut, juga harusnya tercakup hal-hal yang harus dilakukan masyarakat.

Ia menduga sosok pemberi informasi inilah yang kurang dalam upaya penanganan Covid-19 di Indonesia.

"Itu pertanyaan terbesarnya, karena jangan-jangan jawabannya adalah itu yang kosong dalam pemerintahan Jokowi sekarang," kata Ade Armando.

"Orang yang menyampaikan itu kepada publik dengan cara yang membuat publik merasa diingatkan," lanjutnya.

Menurut Ade, pada masa seperti ini sangat penting untuk memerhatikan persepsi publik dan pesan yang akan disampaikan.

"Kalau tidak ada orang yang bisa menjelaskan, masak kita berharap Pak Jokowi yang menjelaskan?" tambah Ade. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)