TRIBUNWOW.COM - Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono memberikan tanggapannya soal rencana penerapan kenormalan baru atau new normal di Indonesia.
Mulanya, Pandu Riono menyinggung data yang digunakan pemerintah dalam mengambil keputusan untuk menerapkan new normal.
Pandu Riono lantas mempertanyakan keabsahan data tersebut.
• Pastikan New Normal Dipertimbangkan Matang, Ali Ngabalin: Presiden Itu Tak Mau Rakyatnya Kelaparan
Menurutnya, sampai saat ini, data Covid-19 yang dimiliki pemerintah tidak valid.
"Sampai sekarang juga datanya tidak akurat. Jadi, tidak mungkin kita kan mau menghitung angka reproduksi number, kita singkat R," ujar Pandu Riono seperti dikutip TribunWow.com dari tayangan YouTube Kompas TV, Sabtu (30/5/2020).
"Kalau sudah Rt, kita sebut Rt, t itu time, waktu. Jadi sekarang itu, angka reproduksi itu angkanya berapa?" imbuh dia.
Lebih lanjut, Pandu Riono mengatakan keabsahan data sangat penting dalam menghitung angka reproduksi Covid-19.
Pasalnya, hal ini dapat membahayakan masyarakat karena dapat memicu persebaran virus lebih luas.
"Dan perhitungan itu mendasari data yang tersedia. Kalau data yang tersedia tidak akurat, dan dipakai begitu saja oleh yang menghitung. Secara matematik semua bisa dihitung akan keluar angkanya."
"Pertanyaannya adalah angkanya akurat tidak, merefleksikan hal yang sesungguhnya tidak, karena bisa berbahaya," jelas Pandu Riono.
Pandu menambahkan, indikator kesehatan menjadi kunci penerapan new normal.
• New Normal Segera Mulai, Ade Armando Sebut Rakyat Belum Dijelaskan: Masak Berharap Pak Jokowi?
Menurutnya, new normal tidak akan bisa berjalan dengan baik bila indikator kesehatan belum terpenuhi.
"Kalau persyaratan kesehatannya belum terpenuhi, indikatornya juga belum terpenuhi, the new normal itu tidak akan berjalan. Mereka bisa mempersiapkan, mereka bisa merencanakan, tapi belum tentu bisa diimplementasikan, harus kesehatannya dulu," urai dia.
Oleh karena itu, Pandu Riono mengatakan waktu yang tepat untuk melaksanakan new normal adalah saat indikator kesehatan sudah terpenuhi.
"Karena yang mengindikasikan kesehatan, melakukan pembatasan sosial demi kesehatan, bukan demi ekonomi, ekonomi bisa nunggu. Kalau mereka mau lebih cepat, bantu kesehatan supaya terwujud, baru mereka bisa jalan. Kalau masyarakat sakit siapa yang mau beli, kalau masyarakat sakit siapa yang mau kerja."