TRIBUNWOW.COM - Dubes Indonesia untuk Korea Selatan, Umar Hadi angkat bicara soal berita viral mayat ABK Indonesia yang dilarung ke laut.
Berita tersebut terungkap pertama kali oleh pemberitaan media Korea Selatan, MBC News.
Umar Hadi memberikan tanggapan saat menjadi narasumber di acara Kompas Siang pada Kamis (7/6/2020).
• Kasus ABK Indonesia Diperbudak, Pakar Sebut Tak Ada Kaitan dengan Pemerintah China: Kebetulan
Umar Hadi menegaskan bahwa pihaknya sudah melakukan banyak langkah untuk bisa mengusut kasus ini.
"Jadi sebetulnya ini tentu menjadi keprihatinan kita semua bagaimana nasib pekerja kita yang bekerja di atas kapal-kapal penangkap ikan apalagi yang besar-besar ini."
"Ini kan melaut bisa berbulan-bulan dan ini terus menjadi perhatian," ujar Umar.
Lalu, Umar menjelaskan bahwa sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Korea Selatan, Moon Jae In rupanya pernah membahas nasib ABK Indonesia.
"Bahkan saya ingat waktu Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan dengan Presiden Moon Jae In, Presiden Korea Selatan pada bulan November tahun lalu dalam rangka KTT Asean di Busan kebetulan."
"Malahan antara dua Presiden itu sudah dibicarakan mengenai nasib para pekerja migran yang bekerja di kapal-kapal besar ini," cerita Umar.
Selain itu, Pemerintah Korea Selatan juga turut membantu masalah ini.
• Kemenlu Ungkap Perkembangan ABK Indonesia yang Berada di Korea Selatan, akan Panggil Duta Besar RRT
"Pemerintah Korea Selatan juga memberi perhatian besar, jadi kalau apa yang sudah lakukan, kita sudah lakukan banyak lakukan untuk kasus ini," kata Umar.
Sementara itu Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing juga tengah mendesak Pemerintah Tiongkok untuk mengusut masalah ini.
"Di KBRI Beijing karena kan ini melibatkan beberapa kapal bukan cuma satu kapal ada tiga kapal, tapi perusahaannya sama."
"Ini KBRI Beijing juga sudah menyurati mereka, mendesak mereka sudah mendesak pemerintah RRC untuk ikut mendesak perusahaan ini (kapal yang bersangkutan)," jelasnya.
Umar menambahkan dirinya juga sudah berkomunikasi dengan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi agar mendesak Pemerintah Tiongkok meminta pertanggungjawaban dari perusahaan terkait.