Lantas, menurut Fahri KPK hanya menakut-nakuti para pejabat dengan OTT yang dilakukan.
Hal itu dinilainya tak sesuai dengan strategi pemberantasan korupsi yang diatur dalam undang-undang.
• Pertama Kali, KPK Tampilkan Tersangka Korupsi saat Konferensi Pers seperti Kriminal di Kantor Polisi
"Jadi dia hanya instrumen yang hanya menggunakan otot untuk meneror birokrasi dan politik dengan menggunakan pengintipan dan penangkapan itu," jelas Fahri.
"Padahal sebenarnya strategi pemberantasan korupsi itu adalah, satu keseluruhan ikhtiar untuk memciptakan ekosistem dari pencegahan sampai penangkapan."
"Dan itu disebut dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2002 itu," sambungnya.
Lebih lanjut lagi, Fahri menyebut revisi undang-undang itu mendorong KPK agar bekerja menggunakan akal.
Ucapannya itu pun memancing tawa Refly Harun yang terhubung melalui sambungan telepon.
"Nah sekarang sudah ada revisi, sebenarnya revisi itu mendorong penggunaan akal itu tadi," terangnya.
"Sayangnya, mohon maaf ini, yang mimpin KPK ini belum pada cukup akalnya. Ini yang ngomong Bung Fadli loh, bukan saya," sahut Refly Harun tertawa.
Melanjutkan penjelasannya, Fahri justru menyebut kabinet hingga presiden belum memahami strategi pemberantasan korupsi yang benar.
"Iya, saya bisa mengatakan pikirannya orang-orang KPK itu tidak memahami strategi pemberantasan korupsi, saya kira belum nyampe."
"Saya kira kabinet dan presiden juga belum nyampe," tandasnya.
(TribunWow/Elfan Nugroho/Jayanti)