Terkini Nasional

Singgung PKS, Fahri Hamzah Bocorkan Tradisi Buruk yang Ada di DPR: Seperti Orang Main Catur

Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Claudia Noventa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah dalam kanal YouTube Refly Harun, Jumat (1/5/2020). Fahri Hamzah membocorkan tradisi buruk yang ada di DPR. Ibaratkan seperti orang main catur dan singgung PKS.

TRIBUNWOW.COM - Mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fahri Hamzah membocorkan kebiasaan buruk yang ada di DPR.

Dilansir TribunWow.com, Fahri Hamzah bahkan mengibaratkan kehidupan anggota DPR di parlemen seperti orang main catur.

Menurutnya, para anggota dewan terlalu banyak dikontrol oleh ketua umum dari partai pengusungnya.

Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dalam tayangan Youtube Refly Harun (Youtube/Refly Harun)

Refly Harun Pesimis Partai Gelora Bisa Dapat Suara di 2024, Fahri Hamzah: Pertanyaan Paling Sadis

Hal ini disampaikan Fahri Hamzah kepada Pakar Tata Usaha Negara, Refly Harun dalam tayangan Youtube Refly Harun, Jumat (1/5/2020).

Fahri Hamzah mengatakan tidak sepantasnya mereka para wakil rakyat bekerja di bawah kendali ketua umum partai.

Seperti yang diketahui, ketua umum dari partai yang berhasil menduduki DPR kebanyakkan merupakan partai koalisi dari pemerintah yang sedang berkuasa.

Itu artinya mereka justru berada di belakang pemerintah, padahal seharusnya para anggota dewan berada di pihak rakyat.

Dirinya secara terang-terangan mengatakan bahwa mantan partainya yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga termasuk di antaranya.

"Jadi begitu ada suara rakyat masuk ke dalam anggota dewan, maka anggota dewan jangan dikontrol oleh ketum, jadi partai termasuk PKS di dalamnya sangat dikontrol oleh pimpinannya itu," ujar Fahri Hamzah.

Fahri Hamzah kemudian mengungkapkan tradisi buruk yang ada di DPR, yakni meraka para anggota dewan sangat dikontrol oleh ketua umum partainya.

Blak-blakan Beri Wejangan untuk Stafsus Milenial Presiden, Fahri Hamzah: Korupsi Itu Lifestyle

Bisa dikatakan apa yang akan dilakukan harus mendapatkan persetujuan dari ketumnya.

Ia lalu mengibaratkan seperti orang main catur, karena kendali permainan tetap ada di satu orang.

"Dan karena itu gampang sekali di sana itu ada tradisi telpon-telpon, 'jangan ngomong begitu, jangan terlalu maju, begini-begitu' tiap hari begitu seperti orang main catur," ungkapnya.

Menurut Fahri Hamzah kondisi semacam itu terjadi lantaran partai politik belum sepenuhnya memahami kongresialisme.

Dirinya mengingatkan bahwa semua anggota dewan adalah tim oposisi terhadap pemerintah bukan malah di bawah kendali pemerintah.

"Nah ini yang menurut saya, kongresialisme yang belum terlalu dipahami oleh partai politik," jelas Fahri Hamzah.

"Sehingga tidak relevan, padahal dalam tradisi presidensialisme kongresialisme seluruh anggota dewan adalah oposisi terhadap kabinet, oposisi terhadap pemerintahan," sambungnya.

Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu menjelaskan bahwa meraka para anggota dewan merupakan hasil dari pilihan rakyat Indonesia dan seharusnya tunduk kepada rakyat bukan kepada ketua partai ataupun pemerintah.

Usul ke Jokowi untuk Potong Pendapatan ASN Gol III Sebanyak 50 Persen, Ini Alasan Ganjar Pranowo

"Karena pada dasarnya dia bukan ikut suara partai tapi ikut suara rakyat yang dimasukkan ke dalam kursi dia," katanya.

"Karena partai politik hanya mencalonkan, kalau rakyat tidak memilih kan dia tidak jadi."

Simak videonya mulai menit ke-19.36:

Fahri Hamzah Sebut Jokowi Tak Paham Pemberantasan Korupsi: Mohon Maaf Ini

Mantan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah kembali mengungkit soal revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sempat menuai sorotan.

Dilansir TribunWow.com, Fahri Hamzah secara gamblang mengatakan pimpinan KPK yang lalu hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak paham betul strategi pemberantasan korupsi.

Hal itu pun lantas memancing tawa Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (14/2/2020). ((KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D))

• Romahurmuziy Bebas, KPK Ajukan Kasasi ke MA dan Menyebut Hukuman 1 Tahun Terlalu Rendah

• Kawal Dana Rp 405,1 Triliun untuk Penanganan Corona, KPK akan Hukum Mati Koruptor Dana Bencana

Melalui tayangan YouTube Refly Harun, Jumat (30/4/2020), mulanya Fahri Hamzah menyebut KPK periode lalu bekerja tanpa menggunakan pikiran.

"Tapi sayangnya pada KPK yang lalu, pikiran tidak dipakai, yang banyak dipakai adalah otot," jelas Fahri.

Terkait hal itu, ia pun menyinggung soal operasi tangkap tangan (OTT) yang kerap dilakukan KPK sebelum revisi undang-undang.

Fahri menambahkan, selain OTT, KPK yang lalu tak pernah melakukan pemberantasan korupsi secara benar.

"Itulah yang sebabnya menonjol operasi KPK sebelumnya, lebih dari 15 tahun adalah menggunakan pengintipan dan penangkapan dalam satu hal yang disebut OTT itu," terang Fahri.

"Di luar itu enggak ada lagi yang namanya pemberantasan korupsi."

Lantas, menurut Fahri KPK hanya menakut-nakuti para pejabat dengan OTT yang dilakukan.

Hal itu dinilainya tak sesuai dengan strategi pemberantasan korupsi yang diatur dalam undang-undang.

• Pertama Kali, KPK Tampilkan Tersangka Korupsi saat Konferensi Pers seperti Kriminal di Kantor Polisi

"Jadi dia hanya instrumen yang hanya menggunakan otot untuk meneror birokrasi dan politik dengan menggunakan pengintipan dan penangkapan itu," jelas Fahri.

"Padahal sebenarnya strategi pemberantasan korupsi itu adalah, satu keseluruhan ikhtiar untuk memciptakan ekosistem dari pencegahan sampai penangkapan."

"Dan itu disebut dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2002 itu," sambungnya.

Lebih lanjut lagi, Fahri menyebut revisi undang-undang itu mendorong KPK agar bekerja menggunakan akal.

Ucapannya itu pun memancing tawa Refly Harun yang terhubung melalui sambungan telepon.

"Nah sekarang sudah ada revisi, sebenarnya revisi itu mendorong penggunaan akal itu tadi," terangnya.

"Sayangnya, mohon maaf ini, yang mimpin KPK ini belum pada cukup akalnya. Ini yang ngomong Bung Fadli loh, bukan saya," sahut Refly Harun tertawa.

Melanjutkan penjelasannya, Fahri justru menyebut kabinet hingga presiden belum memahami strategi pemberantasan korupsi yang benar.

"Iya, saya bisa mengatakan pikirannya orang-orang KPK itu tidak memahami strategi pemberantasan korupsi, saya kira belum nyampe."

"Saya kira kabinet dan presiden juga belum nyampe," tandasnya.

(TribunWow/Elfan Nugroho/Jayanti)