Siswa SMP di Sleman Hanyut

Khoirunnisa, Siswi SMPN 1 Turi Sleman Korban Susur Sungai Dimakamkan di Hari Ulang Tahunnya

Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Khoirunnisa Nur Cahyani Sukmaningdyah, yang merupakan salah satu korban meninggal saat acara susur sungai dimakamkan hari Sabtu (22/2/2020) ini di makam Dusun Karanggawang Girikerto, Turi.

Melihat hal itu, dia diminta oleh kakak pembina untuk naik ke tepi sungai.

Tak lama setelah itu, Zidan melihat air bergulung-gulung dari arah utara atau tepat di hadapan para peserta susur sungai.

Spontan dia berteriak jika banjir datang.

Dia melihat banyak teman-temannya tergulung banjir yang diperkirakan mencapai 1-2 meter tersebut.

“Zidan melihat ada yang keseret banjir, ada pula yang berhasil pegangan batu dan naik ke atasnya. Ya, sekitar 7 sampai 10 orang ada di atas batu besar,” ucap Yuni menirukan cerita Zidan.

Warga sekitar langsung turun memberikan bantuan. Zidan pun ikut serta memberi pertolongan kepada teman-temannya.

Dia mengambil bambu untuk menggapai rekan-rekannya yang berada di atas batu. Sedangkan untuk teman yang terseret banjir, tak banyak yang bisa dilakukan remaja kelas 7 ini.

“Tebing di sungai itu sekitar 2 meteran kurang lebihnya. Waktu itu di barisan depan banyak yang (peserta) ceweknya,” lanjut dia.

Penyintas lain, Salma Kusuma Haryani, sempat berjuang di antara tubir maut.

Salma Kusuma Haryani, siswi kelas 7 SMPN 1 Turi yang merupakan salah satu korban selamat saat kegiatan susur sungai di Kali Sempor (TRIBUNJOGJA.COM | Yudha Kristiawan)

Permintaan Maaf Kepala Sekolah SMP 1 Turi atas Meninggalnya 9 Siswa di Kegiatan Susur Sungai

Saat itu dia berada di tengah barisan peserta susur sungai.

Setelah berjalan sekitar 30 menit, tiba-tiba ada banjir besar datang dari utara.

Tak banyak yang bisa diperbuat siswi kelas 7 ini karena air datang dengan cepatnya.

“Sempat mau menyelamatkan diri tapi enggak bisa,” kata Salma mengisahkan kepada reporter Tribun Jogja, semalam.

“Keseret air saya. Mau pegangan batu juga enggak bisa-bisa. Akhirnya bisa megang tangan kakak DP (dewan penggalang). Sempat minum banyak air juga.”

Begitu pula yang dirasakan Muhammad Wahid Reihan Saputra.

Halaman
1234