Kabar Ibu Kota

Polemik Revitalisasi Monas, JJ Rizal Sebut Ali Sadikin hingga Anies Baswedan Tak Paham Visi Soekarno

Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana proyek revitalisasi di Taman Sisi Selatan Monumen Nasional, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2020). Rencananya revitalisasi ini akan dibangun ruang terbuka publik yang berfungsi sebagai plaza upacara dan plaza parade.

Proyek besar itu resmi dihentikan sementara pada 28 Januari setelah Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengecek lokasi revitalisasi tersebut.

Seusai inspeksi, didapati bahwa pemerintah provinsi DKI Jakarta ternyata belum mendapat izin dari Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka, sebuah tim yang dibentuk melalui Keppres 25/1995 yang anggotanya terdiri dari Menteri Sekretaris Negara, pemerintah provinsi DKI Jakarta, dan lima kementerian terkait lain.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan bahwa revitalisasi Monas harus dihentikan karena belum diberi izin oleh Komisi Pengarah.

Foto sebelum dan sesudah kawasan Monumen Nasional sisi selatan yang pohonnya ditebang. (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG, M LUKMAN PABRIYANTO, KOLASE: DINO OKTAVIANO)

"Kami minta kepada Pemprov DKI untuk meminta persetujuan dulu kepada Komisi Pengarah karena itu aturan yang masih berlaku dan tentu saja harus kita taati. Itu jelas belum ada prosedur yang harus dilalui ya kita minta untuk distop dulu," kata Pratikno kepada wartawan Senin (27/01).

Aktivis lingkungan menyayangkan proses revitalisasi yang tertutup karena lokasi pemindahan pohon-pohon tersebut tidak diketahui.

"Kalau dipindahkan ada cara-caranya, pohon yang besar bagaimana caranya? Kemarin kita cek bersama teman-teman, kami tidak melihat di mana lokasi pemindahan sementaranya," kata Tubagus Soleh Ahmadi, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta.

"Ini dilakukan secara tertutup betul, tiba-tiba Pemprov melakukan itu. Kalau mau menambah pohon silahkan saja, tapi itu bukan berarti harus mengurangi pohon-pohon di Jakarta."

Menurut Tubagus, ini kali kedua Pemprov DKI menebang pohon dalam jumlah banyak: pada November tahun lalu, sejumlah pohon angsana di seberang Stasiun Cikini juga ditebang.

"Ini kan bukan kasus pertama, kasus kedua. Sebelumnya di Cikini begitu juga, mereka tiba-tiba menebang pohon. Situasi penebangan pohon ini terjadi ketika Jakarta sudah mengalami krisis ekologi yang genting, seharusnya perlakuan terhadap pohon itu tidak begitu."

"Ini menandakan bahwa Pemprov DKI Jakarta masih menomorsekiankan urusan lingkungan hidup di Jakarta," ujarnya.

Monas merupakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) terbesar di Jakarta dengan luas 80 hektar. Jakarta sendiri tercatat hanya memiliki RTH kurang dari 10 persen dari luas provinsi.

Penebangan pohon ini juga disesalkan oleh pengunjung.

"Tanamannya sudah tidak ada ya? Ditebangin kali ya? Dulu kan semua hutan, banyak tanaman. Saya lebih suka Monas yang dulu, karena lebih sejuk dan banyak tanaman," kata Uun Uniyati, pengunjung asal Cililitan, Jakarta Timur, yang terakhir kali berkunjung ke Monas tahun 1989.

Monas di masa depan

Dalam diskusi dengan Komisi Pengarah soal revitalisasi Monas, Yayat Supriatna, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, mengatakan bahwa dibutuhkan ketegasan soal pengelolaan Monas supaya kebijakan terkait bangunan ikon Indonesia tersebut tidak berubah setiap gubernur berganti.

Halaman
1234