TRIBUNWOW.COM - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari buka suara soal lima Dewan Pengasa (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dilansir TribunWow.com, Feri Amsari menduga Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki tujuan khusus memilih lima Dewas KPK itu.
Melalui tayangan YouTube metrotvnews, Senin (23/12/2019), Feri Amsari pun menyinggung soal pro dan kontra pengesahan Undang-undang (UU) KPK hasil revisi.
• Nurul Ghufron Sebut Penyadapan KPK Langgar HAM, Saut Situmorang: Kalau Sudah di Dalam Gini Ternyata
• Kesedihan Dita Soedarjo Tak Bisara Rayakan Natal Bareng Ayah yang Dipenjara di Rutan KPK: Doain Dong
Mulanya, Feri Amsari menyinggung pernyataan Anggota Dewas KPK, Artidjo Alkostar.
Sebelumnya pada kesempatan itu, Artidjo Alkostar mengimbau semua pihak untuk tak terlalu berlebihan mengkhawatirkan keberadaan Dewas di KPK.
"Mudah-mudahan tidak termasuk kronis-kronis amat ya," ucap Feri Amsari.
Menurut Feri Amsari, publik selama ini menganggap Artidjo Alkostar sebagai orang yang bersih.
Untuk itu, publik disebutnya tak akan mengkritik Mantan Hakim Agung itu.
"Tapi kalau kita perhatikan memang sulit bagi publik semua mengkritik begawan sekelas Pak Artidjo," ucap Feri Amsari.
"Walaupun harus diakui ada beberapa hal yang mestinya beliau secara detail memahami."
Lebih lanjut, Feri Amsari menyinggung soal pernyataan Artidjo Alkostar tentang nasib orang yang menyandang status tersangka korupsi hingga meninggal dunia.
"Misalnya soal kasus orang sampai meninggal itu," kata Feri Amsari.
Menurutnya, KPK bukanlah pihak yang bisa mengetahui ajal seseorang.
• Bahas UU KPK, Artidjo Alkostar Ungkit Cacat Pasal Terdahulu: Banyak Orang Menderita karena Hal Itu
"Kan KPK ini bukan orang yang mengetahui seberapa lama nyawa seseorang," ucap Feri Amsari.
"Begitu dia ditetapkan lalu meninggal itu kan dia berstatus hingga meninggal."
Lantas ia menyatakan, soal status tersangka korupsi hingga meninggal dunia menjadi tanggung jawab KPK.
"Harus diakui bahwa status itu setelah meninggal kan langsung tidak ada ya," ujar dia.
"Dalam kasus tertentu seperti kasus yang dicontohkan oleh beliau itu kasus yang disupervisi oleh KPK kalau enggak salah."
Ia pun menyinggung nama Mantan Komisioner KPK Saut Situmorang.
"Baik itu ditangani KPK meninggal tuh orang, yang kena masalah ya KPK, Pak Sautnya," kata Feri Amsari.
Lebih lanjut, Feri Amsari menilai penunjukan Dewas KPK merupakan upaya pemerintah menutupi segala masalah di UU KPK hasil revisi.
"Tetapi harus diakui bahwa rencana yang diinginkan oleh pemerintah, terutama menunjuk anggota Dewas ini memang rencana yang menutupi banyak kelemahan di undang-undang," kata Feri Amsari.
Pernyataan Feri Amsari lantas memantik pertanyaan dari sang presenter.
"Pencitraan gitu maksudnya?," tanya presenter.
"Saya tidak ingin katakan pencitraan ya, tetapi mungkin ini cara menghentikan perdebatan dari Undang-Undang KPK," jawab Feri Amsari.
Simak video berikut ini menit 34.36:
Orang Jadi Tersangka Korupsi sampai Meninggal Dunia
Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Artidjo Alkostar menjelaskan soal keberadaan badan tersebut.
Ia menerangkan mengapa baru kali ini dibentuk Dewas untuk mengawasi lembaga antirasuah tersebut.
Dilansir TribunWow.com, Artidjo menjelaskan alasan dibentuknya Dewas oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) adalah karena adanya keluhan-keluhan dari masyarakat.
"Mungkin ada keluhan-keluhan," kata Artidjo
Artidjo kemudian menjelaskan satu di antara beberapa kejadian yang menyebabkan adanya keluhan dari masyarakat.
• Kritisi Fungsi Dewas, Saut Situmorang Ungkit Aksi OTT KPK: Bandel Terus Makanya Kena
Ia merujuk pada kasus di mana ada seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.
Namun status tersangka pada orang tersebut terus menempel kepada dirinya tanpa ada proses hukum yang jelas, hingga akhirnya meninggal dunia dengan status masih sebagai tersangka.
"Tidak mungkin suatu penegakan hukum itu, orang ditetapkan sebagai tersangka dan orangnya sampai meninggal dunia," ujar Artidjo.
Artidjo menyayangkan terjadinya kejadian seperti itu.
"Bagaimana mungkin itu di negara hukum ini, ini tidak boleh," tuturnya.
Hadirnya Dewas KPK menurut Artidjo bertujuan untuk menghindari kasus-kasus yang tidak jelas prosesnya kembali terulang.
"Jadi harus ada batasan, jadi itulah saya kira hal-hal yang kurang tepat, di dalam kita bernegara hukum," tandasnya.
Artidjo Jamin Dewas Tak akan Intervensi
Sebagai lembaga independen yang tidak diawasi oleh siapapun, Dewas KPK memiliki celah untuk terjadinya penyalahgunaan kekusaan.
Menanggapi hal tersebut, Artidjo menjamin bahwa Dewas akan tetap berada di jalur yang lurus.
Ia mengatakan Dewas KPK akan menyusun sebuah peraturan yang ketat agar meminimalisir terjadinya penyelewengan kekuasaan.
"Kita akan susun seketat mungkin," kata Artidjo.
Artidjo juga sempat mengatakan, sebagai lembaga yang independen, tiap-tiap Anggota Dewas KPK harus mampu mengontrol dirinya sendiri agar tidak terjadi konflik kepentingan.
"Kita harus dapat mengatur diri sendiri, kita harus dapat mengawasi diri sendiri, sebelum mengawasi orang lain," kata Artidjo.
• Bahas UU KPK, Artidjo Alkostar Ungkit Cacat Pasal Terdahulu: Banyak Orang Menderita karena Hal Itu
Selain kontrol terhadap diri sendiri, Artidjo mengungkit terkait orang-orang pilihan Jokowi di Dewas KPK.
Menurut Artdijo, orang-orang pilihan Jokowi sudah terjamin merupakan orang-orang yang memiliki rekam jejak baik.
"Dari pengalaman track record-nya (rekam jejak)," ujarnya.
Artidjo percaya orang-orang pilihan Jokowi merupakan manusia yang dapat dipastikan bersih dari kepentingan pribadi.
"Saya kira itu tidak gampang, saya kira presiden memilih secara selektif betul yang tidak akan menyalahgunakan kewenangannya, dan tidak juga menakutkan orang lain," paparnya.
(TribunWow.com/Jayanti Tri Utami/Anung Maulana)