"Jadi memang kalau kita bicara tentang asas-asas tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (perppu) yang baik ini memang susah," lanjut Refly Harun.
"Harusnya kan RUU kita tahu dari awal solid, lalu kemudian yang diputuskan juga solid gitu ya."
"Ketika saya minta sama tim ini (sambil mengecek HP), draf RUU-nya kok agak berbeda Prof Mahfud yang saya baca?," imbuhnya.
Refly Harun kemudian menyebut kemungkinan punya Mahfud MD yang lebih tepat.
"Tapi oke lah saya mengikuti, saya kira Prof lebih tepat datanya," ujar Refly Harun.
"Tetapi begini, ada juga ketentuan harus mengikuti undang-undang ini."
"Tapi kelazimannya memang kalau belum ada Dewan Pengawas, maka kemudian kan jalan seperti sebelum terbentuknya Dewan Pengawas."
"Tapi setelah adanya Dewan Pengawas, maka ketentuan-ketentuan mengenai izin itu berlaku," sambung Refly Harun.
Oleh karena itu ia mengaku sangat menggaris bawahi seperti soal izin penyadapan.
"Di situ dikatakan untuk melakukan penyadapan kan izin Dewan Pengawas," kata Refly Harun.
"Tapi ternyata tidak hanya izin dewan pengawas, izin penyadapan baru bisa diberikan, itu dalam pasal penjelasannya, setelah gelar perkara di hadapan dewan pengawas."
"Artinya kita tidak bisa berharap lagi kasus-kasus baru yang di-OTT, karena kita tahu OTT dan penyadapan kan satu paket."
"Tidak mungkin kita meng-OTT orang tanpa kita menyadap terlebih dahulu, karena kita tidak tahu konteksnya," ungkap Refly Harun.
Ia juga mengkhawatirkan soal tidak diberikannya izin pada kasus baru oleh Dewan Pengawas.
"Karena belum gelar perkara, padahal kita tahu gelar perkara itu sudah ada 2 alat bukti minimal untuk ditingkatkan jadi tahap penyidikan, kan sudah ada tersangkanya dan lain sebagainya," ujar Refly Harun.