Selain itu, adanya 23 kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan.
Bahkan yang tersandung kasus korupsi merupakan pimpinan anggota dewan.
Yakni saat itu sebagai Ketua DPR dan Ketua Golkar, Setya Novanto, tersandung dalam kasus korupsi KTP Elektronik.
Kemudian Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan, kasus dugaan korupsi pemberian fee atau komisi Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Tak sampai di situ, pergantian pimpinan DPR sebanyak empat kali dalam satu kali masa jabatan.
Menurutnya hal itu membuat penggantian pimpinan dalam kurun waktu singkat ini membuat DPR tidak dapat melakukan konsolidasi kerja.
"Karena hampir setiap pimpinan datang dengan misi dan visi barunya, dan hampir pasti sisi baru itu ingin mengoreksi pemimpin yang sebelumnya," kata Lucius.
Poin terakhir yang disorot Lucius yaitu perebutan kekuasaan di dalam tubuh DPR.
Hal ini terlihat dengan adanya revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Adanya revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Dalam periode 2014-2019 para anggota Dewan telah melakukan tiga kali revisi pada undang-undang ini.
Revisi pertama disahkan 5 Desember pada tahun 2014, revisi kedua 12 Februari 2018, dan terakhir 16 September 2019.
• Ini Sumpah dan Janji yang Diucapkan Para Anggota DPR 2019-2024
Dan tiga kali revisi tersebut kemudian mengubah aturan soal jumlah kursi Pimpinan MPR.
Dari lima kursi pimpinan berubah menjadi delapan.
Lucius kemudian juga menyoroti perihal ada UU yang tak terkait dengan rakyat.