Usul ini lantas menuai kontroversi, karena dianggap bisa meniumbulkan terjadinya dwifungsi militer ala Orde Baru.
Tak hanya itu, anggaran negara juga dianggap bakal sia-sia untuk menggaji para TNI yang tidak memegang jabatan.
Dalam UU 32/2004 tentang TNI, selain di internal militer, ada 10 lembaga sipil yang menyediakan jabatan bagi perwira TNI.
"Ada jabatan yang terbatas, itu kami pahami, tapi tidak perlu revisi undang-undang untuk memperbolehkan TNI duduk di jabatan sipil," kata Anggota Komisi I DPR, Mohamad Arwani Thomafi, Rabu (6/2/2019).
Menanggapi polemik yang ada, Juru Bicara TNI Brigjen Sisriadi mengatakan bahwa terlibatnya TNI di lembaga sipil tidak akan mengulang sejarah dwifungsi ABRI.
"Ada kementerian tertentu yang menggunakan tenaga perwira TNI, mereka keuntungannya, yaitu militansi, tapi bukan militerisme," kata Sisriadi.
"Dwifungsi menempatkan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia - sebutan TNI saat itu) sebagai kekuatan pertahanan, sosial, dan politik. Tapi politik sudah kami hindari sejak reformasi. Mencium bau politik saja kami sudah sakit gigi," sambungnya. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah)