Castelan, yang meminta minyak tanah dan seorang pria yang disebut sebagai Manuel yang membunyikan lonceng.
Mereka adalah tiga dari lima orang itu.
Dua orang yang diduga penghasut dan empat terduga pembunuh masih buron, kata polisi.
Tak Hanya Terjadi di Meksiko
Kematian Ricardo dan Alberto Flores di kota kecil Meksiko bukanlah peristiwa sejenis satu-satunya.
Rumor dan berita palsu di Facebook dan WhatsApp juga menyebabkan kekerasan mematikan di India, Myanmar dan Sri Lanka, selain negara-negara lain.
Di India, sama seperti Meksiko, teknologi membesarkan desas-desus tentang penculik anak di abad ke-21, membuat informasi lebih cepat dan lebih jauh penyebarannya dengan tingkat ketepatan yang lebih rendah.
WhatsApp yang dibeli Facebook senilai US$19 miliar atau Rp 281 triliun pada tahun 2014, dikaitkan dengan serangkaian pembunuhan oleh kerumunan orang di India, yang sering kali dipicu berita palsu penculik anak.
Di negara bagian Assam pada bulan Juni, terjadi kejadian yang mirip dengan di Acatlán, dimana Abhijit Nath dan Nilotpal Das mati dipukuli 200 orang.
• Satu Keluarga Jadi Korban Pembunuhan secara Sadis, Ini Sosok Korban di Mata Tetangga dan Gurunya
Menurut laporan Reuters Institute for the Study of Journalism tahun 2018, baik WhatsApp maupun Facebook banyak digunakan untuk pemberitaan di Meksiko.
Menurut laporan yang sama, 63% pengguna internet di Meksiko mengatakan mereka sangat khawatir atau benar-benar sangat khawatir terkait dengan penyebaran berita palsu.
"Platform digital dipakai sebagai kendaraan untuk menyalurkan yang terbaik dan terburuk dari kita, termasuk ketakutan dan prasangka," kata Manuel Guerrero, direktur School of Communication di Universidad Iberoamericana, Meksiko.
"Dan itu lebih terlihat jika pihak berwajib yang seharusnya dapat menjamin keamanan kita, tidak efektif bekerja," katanya.
Tanggapan Facebook
Juru bicara Facebook mengatakan kepada BBC jika platform itu "tidak menginginkan layanan kami dipakai untuk memicu kekerasan".
"Permulaan tahun ini kami mengidentifikasi dan mencabut video yang memperlihatkan kekerasan di negara bagian Puebla, Meksiko, dan kami memperbarui kebijakan kami terkait dengan pencabutan isi yang dapat menciptakan masalah serius," kata juru bicaranya.
"Kami akan terus bekerja dengan perusahaan teknologi, masyarakat madani dan pemerintah dalam memerangi penyebaran isi yang kemungkinan akan menciptakan masalah."
Tanggapan Polisi Siber Mexico
Polisi siber Mexico City menciptakan kelompok chat di WhatsApp yang memungkinkan komunikasi langsung dengan penduduk di paling tidak 300 pemukiman di ibu kota.
Para warga bertanya kepada polisi tentang cara memverifikasi cerita dan polisi menggunakan kelompok untuk mengumpulkan bukti terkait dengan pihak-pihak yang menyebarkan berita palsu.
Kelompok ini juga membicarakan: pencurian identitas, usaha memeras dan perdagangan manusia.
"Kami percaya pada setiap 10 kejahatan, sembilan kasus di antaranya menggunakan teknologi," kata Jose Gil wakil menteri Informasi dan Intelijen Siber di Mexico City.
"Media sosial benar-benar dapat mengubah masyarakat lewat penyebaran informasi salah yang banyak dari kita pandang benar, karena dikirimkan orang yang kita percayai,"katanya.
"Masyarakat harus mengkaji apa yang benar dan mana yang salah, kemudian memutuskan apa yang dapat dipercayai dan mana yang tidak."
Kurangnya penegakan hukum dan budaya yang membebaskan penghukuman di Meksiko membuat rumor pemicu kekerasan menjadi "dinamit yang sebenarnya," kata Tatiana Clouthier, anggota parlemen Chamber of Deputies negara itu.
"Tetapi apa yang bisa kita antisipasi? Kita harus memprioritaskan kebebasan menyatakan pendapat, tetapi dimana batasnya? Itu adalah topik yang tidak satupun dari kita ingin sentuh karena tidak seorangpun ingin membatasi kebebasan menyatakan pendapat, tetapi kita tidak dapat membiarkan informasi yang salah. Keadaan yang kita hadapi sangat berbahaya," tambahnya.
Tautan Asal: Mati dibakar hidup-hidup karena desas-desus di WhatsApp
(*)