TRIBUNWOW.COM - Sejak Turki mengalami krisis ekonomi pada akhir Agustus 2018, nilai mata uang negara-negara berkembang di seluruh dunia juga mengalami penurunan dan hengkangnya investor asing.
Tren melemahnya mata uang ini terjadi dari Afrika Selatan hingga Indonesia.
Bahkan Argentina, yang mulai stabil setelah krisis pada awal tahun, perekonomiannya kini berada pada mode darurat dengan meningkatnya suku bunga menjadi 60%.
Mata uang peso juga anjlok 45% pada 2018 dan anjlok lagi 24% pada bulan September.
Melihat kondisi ini, pertanyaan yang muncul di benak kita yakni: mengapa semua negara ini yang berbeda benua bisa dihadapkan pada situasi ekonomi yang sama?
BACA JUGA: Rupiah Makin Anjlok, Para Ekonom Sebut Pemerintah Salah jika Anggap Kondisi Ini Aman
Jawaban singkatnya adalah karena ketidakpastian ekonomi global yang terpengaruh oleh manajemen ekonomi Amerika Serikat.
Seperti dilansir TribunWow.com dari weforum.org, Rabu (5/9/2018), alasan pertama yakni ekonomi Amerika Serikat berkembang sangat pesat saat ini.
Pasar saham AS telah mencapai rekor tertinggi, dan ekonomi telah tumbuh lebih dari 4% karena diperkuat oleh kebijakan pemotongan pajak yang disahkan oleh Kongres tahun lalu, serta Presiden Donald Trump yang memangkas kebijakan-kebijakan lainnya.
Kenaikan ekonomi tersebut merupakan tingkat kenaikan yang sangat kuat untuk negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Pada saat yang sama, Federal Reserve AS mulai menaikkan tingkat suku bunga, setelah satu dekade mereka menjaga agar bisa serendah mungkin.
BACA: Ruhut Sitompul: Masih Sangat Wajar Rupiah Merosot 10 Persen
Kuatnya pasar AS, yang dikombinasikan dengan peningkatan suku bunga, menarik investor yang memiliki uang untuk menanamkan uang mereka ke negara dengan pertumbuhan tinggi.
Aliran dana investasi ke Amerika Serikat ini pada dasarnya meningkatkan nilai dolar AS, dan menjadikan AS sebagai tujuan yang lebih menarik bagi investor.
Faktor-faktor ini diperburuk dengan perang perdagangan yang mana AS memberi tarif lebih tinggi pada barang-barang asing yang masuk (impor).
Laporan terbaru diperkirakan tarif hingga $ 200 miliar hanya pada impor barang Cina, angka tersebut tidak termasuk tarif pada baja, aluminium dan produk lainnya dari negara lain.
Apa pun hasil perang dagang ini, tetap mendorong investor untuk mencari tempat yang lebih aman untuk menyimpan uang mereka, yakni di Amerika.