Baca: Baterai iPhone Meledak di Toko Apple, Pengunjung Panik hingga Terluka
Selain itu, ia juga menganggap pasal yang disangkakan kepadanya dapat disebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap advokat.
Sementara itu, Dokter Bimanesh Sutarjo juga dianggap memberikan keterangan palsu atau manipulasi data medis terakit Setya Novanto, yang saat itu menjadi pasiennya.
Hal ini tampak dari beberapa kejanggalan yang muncul saat Setya Novanto dirawat di RS Medika Permata Hijau.
Kejanggalan-kejanggalan tersebut diantaranya luka dan kondisi Setya Novanto hingga penanganan Setnov.
Baca: Daftar Lengkap Nama Pasangan Calon Kepala Daerah Pendaftar Pilkada Serentak 2018 di 17 Provinsi
Tak hanya itu, kejanggalan lainnya juga muncul dari kabar yang menyatakan bahwa RS Medika Permata Hijau sudah dipesan sebelum Setnov mengalami kecelakaan.
"Itu informasi yang kita dapatkan dari penyidik," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (10/1/2018).
Baca ini: Sidang Setnov, Hakim Tanya Saksi: Masa Bapak Tidak Ikut Pelatihan untuk Ukur Transaksi Mencurigakan
"FY dan BST diduga bekerja sama untuk memasukkan tersangka SN ke rumah sakit untuk dilakukan rawat inap dengan data medis yang diduga dimanipulasi sedemikian rupa," imbuh Basaria Pandjaitan.
KPK mengungkapkan bahwa sebelum Setya Novanto dirawat di rumah sakit, Fredrich sudah datang lebih dulu untuk berkoordinasi dengan pihak rumah sakit.
Hasil koordinasi tersebut menyatakan Setya Novanto akan dirawat pukul 21.00 WIB, meski belum diketahui sakitnya apa.
"Didapat juga informasi bahwa salah satu dokter di RS mendapat telepon dari seorang yang diduga sebagai pengacara SN, bahwa SN akan dirawat di RS sekitar pukul 21.00 WIB dan meminta kamar perawatan VIP yang rencananya akan di-booking 1 lantai. Padahal, saat itu belum diketahui SN akan dirawat karena sakit apa," ungkap Basaria.
Baca: Dokter Bimanesh Sutarjo Tersangka Kasus Setya Novanto, Inilah Sederet Kejanggalan Medisnya
Atas dugaan perbuatannya, Fredrich Yunadi dan Dokter Bimanesh Sutarjo disangkakan dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) atau obstruction of justice.
Pasal tersebut menyebutkan ancaman hukuman mereka paling lama 12 tahun penjara. (*)
Baca juga: Dialog Imajiner soal Penenggelaman Kapal, Sudjiwo Tedjo: Bu Susi Hormat Gak Sih Sama Pak Luhut?