Baca: Sosok di Balik Google Doodle Hari Ini, Marlene Dietrich Ternyata
LSI
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Ardian Sopa mengatakan, Presiden Joko Widodo tidak pernah membuat peraturan secara legal dan formal terkait rangkap jabatan pembantunya di kabinet.
Menurutnya, desakan agar Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto melepas jabatan Menteri Perindustrian tidak perlu menjadi polemik.
Ia mengatakan, jabatan ketua umum Partai Politik dan menteri sama-sama merupakan jabatan politis.
Untuk itu dirinya menilai, kedua jabatan tersebut bisa melengkapi satu sama lain.
"Misalnya dia berhasil jadi menteri perindustrian programnya pro rakyat dan sebagainya. Orang juga bakal mengenal dia sebagai Ketum Golkar," kata Ardian saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Selasa (26/12/2017).
Sementara soal komitmen Presiden Jokowi yang pernah melarang menterinya untuk rangkap jabatan, Ardian mengatakan, hal tersebut juga tidak pernah diterjemahkan ke dalam aturan tertulis.
Baca ini: Perampok Sekap Penjaga Kantor Distributor Rokok di Malang, Apes Karena Hal Ini
Untuk itu, komitmen tersebut bisa saja berubah menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan saat ini.
Sementara soal komitmen Presiden Jokowi yang pernah melarang menterinya untuk rangkap jabatan, Ardian mengatakan, hal tersebut juga tidak pernah diterjemahkan ke dalam aturan tertulis.
Untuk itu, komitmen tersebut bisa saja berubah menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan saat ini.
"Prinsipnya kalau pemerintahan sudah stabil, untuk apa dilakukan pergantian menteri lagi," katanya.
Dirinya menjelaskan, soal tugas partai yang tidak terlalu penting pun bisa dikerjakan sekjen, ketua harian atau pun jajaran di bawahnya.
Baca juga: Alasan Pelaku Aksi Geng Motor yang Jarah Toko Pakaian di Depok Ini Bikin Geram
"Kalau (Airlangga) merasa mampu ya silakan. Toh sebenarnya dengan rangkap jabatan bisa saling menguatkan. Di satu sisi dia Ketum Golkar, di satu sisi menteri perindustrian. Tidak ada yang bertolak belakang," katanya. (*)