Satrio mengatakan, tak perlu malu mengakui jika seorang ilmuwan tak menguasai tema di luar keahliannya.
Dengan begitu, seorang telah berpegang teguh terhadap etika keilmuan.
Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), LT Handoko, mengungkapkan, kasus mirip Dwi di Indonesia sebenarnya banyak.
Oplos Jengkol dengan Miras, Nasib 4 Warga Cipayung Mengenaskan
"Pada banyak kasus, meski yang bersangkutan tidak ecara proaktif dan vulgar seperti Dwi, tetapi mereka mendiamkan dan seolah menikmati," katanya.
Menurutnya, kasus Dwi menunjukkan bangsa Indonesia haus prestasi dan inspirasi.
"Pada saat yang sama menunjukkan literasi iptek bangsa Indonesia masih rendah," katanya.
Sementara itu, Danang Birosutowo dari CNRS-Nanyang Technological University-Thales Research Alliance mengatakan, kasus Dwi menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah Indonesia.
Berulang kali, pemerintah Indonesia "jatuh cinta" pada orang dan sains yang salah.
Ini tercermin dari kasus padi supertoy dan blue energy.
Pemberian kesempatan kepada Dwi Hartanto dalam ajang World Class Professor mencerminkan kurangnya perhatian pemerintah pada peneliti.
Pemerintah kurang perhatian pada peneliti sehingga tidak mengenal apa yang dilakukannya dan akhirnya hanya tahu jika sang peneliti mempromosikan habis-habisan karyanya, yang bisa jadi bohong belaka.
Kasus padi supertoy, blue energy, dan Dwi Hartanto mencerminkan, pemerintah kurang mengecek kebenaran klaim seorang ilmuwan.
"Jarang melibatkan orang yang tepat untuk mengeceknya. Rata-rata mereka yang mengecek, biar pun doktor, hanya orang politik dan birokrasi," ungkapnya.
Adhitya dan Danang juga mengungkapkan, kasus Dwi merupakan pelajaran bagi jurnalisme sains yang kerap diwarnai klaim.