Breaking News:

KUR BRI

KUR BRI Beri Harapan Baru, Ratusan Warga Kampung Sapi Patebon Kendal Jemput Kesuksesan Tanpa Ragu

Warga Kampung Sapi di Patebon, Kabupaten Kendal merasakan kesuksesan berkat KUR BRI.

TribunWow.com/Khistian Tauqid Ramadhaniswara
Penjual sapi Nur Khozin sedang memberikan perawatan pada sapi jumbo yang ada di peternakan miliknya di Dusun Pagendingan, Desa Margosari, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, pada Kamis (14/11/2024). 

TRIBUNWOW.COM - Warga Dusun Pagendingan, Desa Margosari yang terletak di Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah mengandalkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk modal berjualan sapi.

Salah satu penyebab utamanya adalah lokasi Bank BRI Unit Patebon yang terletak tak jauh dari Dusun Pagendingan, menjadikan pilihan utama bagi para penjual sapi sekitar untuk mencari modal berdagang.

BRI Unit Patebon mengakui bahwa mayoritas penjual sapi sekaligus pelaku Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM) di Dusun Pagendingan menjadi debitur terbesar KUR.

Dusun Pagendingan memang terkenal sebagai kampung sapi, pasalnya mayoritas penduduk Rukun Warga (RW) 4 itu merupakan penjual sapi.

Sebenarnya, nama kampung sapi sudah lama disematkan karena nenek moyang masyarakat sekitar Dusun Pagendingan atau RW 4 sudah berjualan sapi sejak dahulu.

Sesuai dengan penuturan Wahyuni atau kerap disapa Yuni yang sudah 61 tahun tinggal di kampung sapi, ia menjelaskan bahwa kakek buyutnya juga berjualan hewan berkaki empat tersebut.

"Kalau dulu dari buyut sudah jualan sapi, dari buyut, kakek, bapak saya sudah dagang sapi, istilahnya sebelum saya lahir kampung sini sudah jualan sapi," tutur Yuni saat diwawancarai, pada Kamis (14/11/2024). 

Yuni menceritakan kisah tentang perjuangan kakek buyutnya berjualan sapi, tepatnya ketika belum mempunyai truk yang menjadi transportasi untuk mengangkut sapi.

Ternyata, kakek buyut Yuni membutuhkan waktu hingga tiga hari lebih untuk memboyong sapi-sapi yang akan dijualnya dari Purwodadi, Grobogan, tanpa menggunakan kendaraan.

"Malah dulu kalau kulak sapi digiring dari Purwodadi sampai Kendal, tiga hari sampai rumah. Kalau sekarang sudah ada truk bisa satu hari sampai," ujar Yuni.

"Kalau dulu yang perempuan jualan ceting, pergi ke sawah gitu. Laki-laki kebanyakan jualan sapi atau kerja ikut juragan (penjual sapi)," jelasnya.

Tak berhenti di situ saja, Yuni juga mengungkap perbedaan para penjual sapi zaman dulu yang kebanyakan adalah juragan.

Berbeda dengan sekarang, muda-mudi di Dusun Pagendingan sudah terjun di bidang berjualan sapi cukup dengan modal pas-pasan.

Keberanian juga menjadi syarat utama para pemuda dusun yang terletak di Kabupaten Kendal tersebut untuk berjualan sapi.

Keuntungan yang besar menjadi tujuan sekaligus iming-iming utama para pemuda kampung sapi mengikuti jejak nenek moyangnya.

"Dulu yang jualan sapi cuma juragan-juragan sekitar lima sampai enam orang saja, kalau sekarang anak muda sudah jualan sapi," kata Yuni.

Apalagi mayoritas keturunan penjual sapi lebih mudah meneruskan usaha dan bertahan lebih lama ketimbang masyarakat luar yang mencoba peruntungan berdagang sapi dari awal.

Yuni juga heran kenapa masyarakat luar Dusun Pagendingan tidak bisa lama bertahan sebagai penjual sapi, meski memiliki modal yang banyak.

"Tapi tidak semua anak muda bisa bertahan jualan sapi, entah kenapa hanya orang-orang yang memiliki darah keturunan pedagang sapi saja yang bisa bertahan dan bahkan lebih sukses," ucap Yuni.

Perjuangan Para Penjual Sapi

Kurnia Farm usaha jual beli sapi milik Nur Khozin warga Dusun Pagendingan, Desa Margosari, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, pada Kamis (14/11/2024).
Kurnia Farm usaha jual beli sapi milik Nur Khozin warga Dusun Pagendingan, Desa Margosari, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, pada Kamis (14/11/2024). (TribunWow.com/Khistian Tauqid Ramadhaniswara)

Muhammad Nur Khozin, warga Dusun Pagendingan, Desa Margosari, Kendal, yang juga penjual sapi menjelaskan susahnya bersaing dengan pedagang dari keturunan penjual sapi.

Penyebabnya sebenarnya bukan cuma darah keturunan saja. Nur Khozin beranggapan keberhasilan berjualan sapi dipengaruhi tiga faktor penting.

Mulai dari ilmu, mental, dan modal harus dimiliki seorang penjual sapi agar mampu bersaing dan bertahan dalam berdagang.

Meski memiliki modal yang besar, tidak menjamin seseorang bisa bertahan menjadi penjual sapi.

"Jualan sapi itu harus punya ilmu, mental, dan modal kalau tidak punya semua itu hancur. Jadi memang ilmu, mental, dan modal harus digunakan agar bisa jualan sapi terus alias bertahan," jelas Nur Khozin, pada Kamis (14/11/2024).

"Tidak semua orang bisa jualan sapi, kalau modal hampir semua orang bisa punya tapi kalau ilmu dan mental tidak semua orang menguasai," tambahnya.

Nur Khozin lantas menceritakan bagaimana perjuangannya dalam berjualan sapi hingga merasakan kesuksesan yang dirasakannya sekarang ini.

Ternyata pria asli Dusun Pagendingan itu mengawali perjalanan usahanya dengan ikut membantu sang paman berjualan sapi sekitar tahun 2015 lalu.

Sambil menyelam minum air, Nur Khozin menyerap ilmu yang didapatkannya dari sang paman sebelum memberanikan diri untuk bergelut di bidang jualan sapi.

Dengan modal tak seberapa, Nur Khozin memutar otak agar sapi yang dimilikinya bisa laku dan mendapatkan untung dari penjualannya.

"Dulu saya punya sapi cuma dua ekor dari harga Rp 750 ribu itu anak sapi sekitar tahun 2015, sampai sekarang harga Rp 7 juta," ujar Nur Khozin.

"Dari dua sapi itu saya harus untung, jadi pintar-pintarnya saya milih sapi yang bisa laku dijual dan untung," tandasnya.

Nur Khozin sampai empat kali merasakan jatuh bangun sebagai penjual sapi, bahkan habisnya modal berdagang juga pernah dialaminya.

Namun, ia tidak menyerah begitu saja dalam mewujudkan mimpinya sebagai penjual sapi yang sukes. Ayah dua anak itu akhirnya mencari modal lagi untuk berjualan sapi melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI.

Dengan bantuan KUR BRI, Nur Khozin bisa memiliki kesempatan lagi untuk bisa berdagang sapi mengikuti jejak ayahnya.

Agar tak lagi terperosok ke dalam jurang kerugian, Nur Khozin memanfaatkan ilmu, mental, dan modal yang didapatkannya dengan jauh lebih baik untuk bisa bersaing dengan penjual sapi lainnya.

"Kisaran lima tahun saya ambil KUR BRI dari Rp 10 juta naik terus sampai pinjam Rp 200 juta untuk modal jualan sapi," ucap Nur Khozin.

"Kulak di Jawa Timur, Yogyakarta, Lampung, nanti jualnya di daerah Batang, Pekalongan, dan Pemalang itu satu kampung berangkat ke sana semua," ungkapnya.

Proses mencari tengkulak sapi juga tidak mudah, Nur Khozin bahkan harus tidur di truk beralaskan jerami selama perjalanan kulak.

Setelah mendapatkan harga dan sapi yang sesuai dengan pangsa pasar, Nur Khozin membawa dagangannya pulang terlebih dahulu.

Selama dua hari di rumah, Nur Khozin bersama karyawannya melakukan pengecekan ulang, memberikan makan, dan merawat sapi yang akan dijual.

Persiapan untuk dagang dilakukan sejak dini hari hingga menjelang subuh, barulah Nur Khozin bersama rombongan penjual sapi dari Dusun Pagendingan menuju pasar yang terletak di Batang, Pekalongan, dan Pemalang.

"Nanti kulakan ke Jawa Timur berangkat pagi, tidur di truk beralaskan jerami, lalu sapi dibawa pulang setelah dua hari langsung dijual," kata Nur Khozin.

"Mau berangkat jualan kita harus persiapan dari jam 12 malam sudah berada di kandang sapi, nanti sekitar habis subuh berangkat ke pasar penjualan sapi," tandasnya.

Rasakan Dampak Positif dari KUR BRI

Jerih payah Nur Khozin terbayar lunas selama berjualan sapi dengan mengandalkan KUR BRI.

Tak tanggung-tanggung, ia bisa mendapatkan laba puluhan juta rupiah setiap minggu.

Penjualan sapi terbanyak yang dirasakan Nur Khozin ketika mendekati Hari Raya Iduladha, entah itu dalam proses jual beli atau ternak.

Nur Khozin mengungkap secara detail perbedaan laba yang didapatkannya selama penjualan sepi dan menjelang Hari Raya Iduladha.

"Sekarang 25 sampai 30 ekor itu sepi, bahkan kalau ramai seperti Idul Adha itu bisa mencapai 50 ekor lebih, per minggu sekarang 70 sampai 100 ekor bisa habis," beber Nur Khozin.

"Kalau hari-hari biasa kisaran Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta per ekor, kalau dikalikan penjualan satu minggu habis 20 ekor masuklah," tandasnya.

Oleh karena itu, Nur Khozin merasa berterima kasih kepada BRI, terutama Unit Patebon, yang selalu memudahkannya dalam mendapatkan modal untuk jualan sapi.

Berkat KUR BRI pula, Nur Khozin bisa bertahan di tengah persaingan penjual sapi di Dusun Pegendingan yang mayoritas juga sebagai debitur seperti dirinya.

"Saya memilih KUR BRI ya karena prosesnya mudah dan pencairannya lebih cepat, apalagi yang terdekat di kampung sini cuma BRI," ucap Nur Khozin.

"Wajar saya dan warga kampung sini lebih mengandalkan KUR BRI sebagai modal usaha jualan sapi, istilahnya KUR BRI jadi dekengan (penyokong) warga sini," tutupnya.

Penjual sapi Ahmad Sholikun berada di kandang sapi tidak jauh dari tempat tinggalnya di Dusun Pagendingan, Desa Margosari, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, pada Kamis (14/11/2024).
Penjual sapi Ahmad Sholikun berada di kandang sapi tidak jauh dari tempat tinggalnya di Dusun Pagendingan, Desa Margosari, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, pada Kamis (14/11/2024). (TribunWow.com/Khistian Tauqid Ramadhaniswara)

Dampak positif dari KUR BRI juga dirasakan penjual sapi bernama Ahmad Sholikun yang sudah 10 tahun menjadi nasabah.

Pria yang kerap disapa Likun itu menceritakan kisahnya dibantu modal oleh KUR BRI untuk mengembangkan usahanya berdagang sapi.

Tepatnya setelah ia pulang dari perantauannya di Korea Selatan sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI).

Likun pulang dari Korea Selatan dengan membawa uang yang pas-pasan untuk modal berjualan sapi.

Karena dirasa kurang, ia memilih untuk mencari pinjaman melalui KUR BRI.

Perlahan tapi pasti, bisnis dagang sapi yang dilakukan Likun terus berkembang hingga bisa memiliki dua truk untuk mempermudah transportasi berjualan.

"Modal kok kurang, terus saya pinjam KUR BRI sebesar Rp 100 juta, terus tambah tahun ada hasilnya, lalu tambah lagi buat beli truk," tutur Likun saat diwawancarai, pada Kamis (14/11/2024).

"Sekarang itu armada truk saya dua, utang KUR BRI sudah berjalan 10 tahun," tambahnya.

"Prosesnya ambil KUR di BRI juga sangat mudah, jadi bisa membantu saya mempercepat proses jualan sapi," jelasnya.

Perjuangan Likun hingga bisa sukses tentu tak lepas dari peran sang ayah yang juga pedagang sapi di Dusun Pagendingan.

Likun mengaku tidak melanjutkan usaha ayahnya melainkan merintis dari awal dan mencari modal sendiri untuk berdagang sapi.

Ia hanya menyerap ilmu yang didapatkannya ketika mendampingi ayahnya berjualan sapi di pasar.

Untung dan rugi tentu dirasakan Likun selama berjualan sapi, apalagi ketika awal-awal merintis usahanya itu.

"Dulu memang ayah saya jualan sapi juga, tapi saya tidak meneruskan usaha ayah," ucap Likun.

"Istilahnya saya kembali merintis dari awal jualan sapi benar-benar dari nol, saya jalan sendiri," katanya.

Namun, memang tak dapat dipungkiri oleh Likun bahwa keuntungan yang didapatkannya saat pertama kali berjualan sapi menjadi lecutan semangatnya.

Likun juga mengungkap keuntungan pertama yang didapatkan selama jualan sapi di Batang, Pekalongan, dan Pemalang.

Mulai dari modal awal hingga laba bersih berjualan sapi juga dibeberkan oleh pria asal Kendal tersebut secara gamblang.

"Pertama kali modal saya Rp 170 juta sekitar 13 ekor itu tahun 2015, karena waktu itu buat Hari Raya Iduladha," ungkap Likun.

"Waktu itu pertama kali jualan sapi langsung habis Alhamdulillah, laba kira-kira Rp 4 juta itu bersih, sangat senang pertama dagang langsung untung segitu," jelasnya.

Bank BRI Salurkan Rp 158,60 Triliun untuk KUR 2024

Manajemen Bank BRI melalui Direktur Bisnis Mirko BRI, Supari, mengakui bahwa alokasi dana KUR 2024 mencapai Rp 158,60 triliun pada Oktober 2024.

Pemerintah sebenarnya sudah mengalokasikan dana sebanyak Rp 165 triliun untuk KUR di awal tahun 2024.

Karena banyaknya jumlah debitur, dana KUR 2024 di Bank BRI tersisa Rp 6,4 triliun.

Sebanyak 3,4 juta pelaku UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia telah merasakan manfaat KUR BRI.

Bahkan, nasabah sekaligus penerima dana tersebut bisa naik kelas, apalagi jika usahanya berkembang hingga membuat pendapatannya meningkat dari sebelumnya.

Supari lantas menjelaskan bahwa Bank BRI perlu melakukan skema penyaluran KUR dalam dua kategori berbeda, tujuannya agar mendorong inklusivitas dan menyiapkan graduasi.

"KUR harus mulai berbeda skemanya, menurut saya ada dua skema, yakni dalam rangka inklusi dan dalam rangka menyiapkan graduasi atau pregraduasi," jelas Supari dalam rilis resminya di Jakarta, pada Rabu (13/11/2024).

Supari berkaca pada pengalaman BRI dalam menyalurkan KUR dengan plafon maksimal Rp 100 juta, ternyata tidak dimanfaatkan oleh debitur.

Oleh karena itu, Bank BRI akan menyiapkan skema KUR untuk fase pre-graduasi (menuju naik kelas).

Nantinya pelaku UMKM bisa menarik pinjaman sesuai dengan pendapatan.

Syarat utama agar naik kelas tentu debitur harus lancar dalam pembayaran kredit, agar Bank BRI memberikan label layak beralih ke kredit komersial.

"Kalau dalam kerangka inklusi, agar yang mengakses semakin banyak plafonnya sampai Rp 50 juta saja, selebihnya seperti apa? Kita siapkan KUR untuk pre-graduasi," kata Supari.

"Kalau KUR plafon di bawah Rp 50 juta itu bisa mengakses sampai dengan Rp 70 juta dan stay selama tiga hingga empat siklus, dia sudah siap ke kredit komersial," tandasnya.

(TribunWow.com/Khistian Tauqid Ramadhaniswara)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
KendalBank Rakyat Indonesia (BRI)KUR BRIKampung SapiBRI Unit Patebon
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved