Konflik Rusia Vs Ukraina
Diduga Kirim Foto Satelit untuk Bantu Tentara Bayaran Rusia, Perusahaan Asal China Disanksi AS
Sebuah perusahaan asal China dijatuhi sanksi ekonomi oleh AS karena dicurigai membantu tentara bayaran Rusia yang tergabung Grup Wagner.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Elfan Fajar Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Sebuah perusahaan asal China yang bergerak dalam sektor teknologi dan informasi dituding oleh Amerika Serikat (AS) ikut turun tangan dalam konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.
Perusahaan bernama Spacety China dituding telah mengirimkan foto-foto satelit untuk membantu pergerakan tentara bayaran Rusia yang tergabung dalam Grup Wagner.
Dikutip TribunWow dari bbc, akibatnya, perusahaan tersebut kini telah dijatuhi sanksi ekonomi oleh AS.
Baca juga: Respons Keras Rusia atas Pengiriman Tank Jerman, Gencar Serang Ukraina dengan 35 Rudal dan 24 Drone
Spacety China diketahui memiliki kantor di Beijing dan Luxembourg.
Pengumuman sanksi ekonomi ini disampaikan oleh Kementerian Keuangan AS pada Kamis (26/1/2023).
Menurut pemerintah AS foto yang dikirimkan oleh Spacety China kepada Grup Wagner adalah foto-foto wilayah di Ukraina yang memudahkan pergerakan Grup Wagner di Ukraina.
Spacety sendiri belum menjawab tudingan dari pemerintah AS ini.
Sebagai informasi, Spacety China mendeskripsikan dirinya sebagai sebuah perusahaan pionir penyedia teknologi SAR komersil.
SAR sendiri merupakan sebuah jenis dari teknologi radar yang dapat mengirimkan gambar dengan resolusi tinggi menggunakan antena yang lebih pendek.
CEO Spacety China dijabat oleh Yang Feng yang juga mengisi posisi Menteri Ilmu Pengetahuan China.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengaku sempat memberikan peringatan kepada Presiden China Xi Jinping di awal terjadinya konflik antara Ukraina dan Rusia.
Biden mengklaim berhasil menekan China agar tidak ikut-ikutan membantu Rusia dalam konflik di Ukraina.
Dilansir TribunWow, namun media asal Rusia RT memaparkan fakta di lapangan justru terjadi yang sebaliknya.
Baca juga: Penduduk Rusia Khawatir Ukraina Balas Lakukan Invasi setelah Berhasil Rebut Kembali Wilayahnya
Pada wawancara yang disiarkan Minggu (18/9/2022), Biden menjelaskan dirinya sempat memperingatkan Xi Jinping yang tidak mempedulikan sanksi ekonomi negara-negara barat terhadap Rusia.
Kala itu Biden memperingatkan akan menarik investor AS di China jika Xi Jinping terus ngeyel melakukan hubungan dagang dengan Rusia.
Biden mengaku peringatan ini ia berikan kepada China pada Maret 2022 lalu.
Terkait peringatan ini, Biden merasa dirinya berhasil menekan China.
"Sejauh ini tidak ada indikasi mereka akan mengirimkan senjata atau hal lain yang Rusia inginkan," ujar Biden.
Namun RT memaparkan fakta bagaimana hubungan China dan AS terus memanas karena konflik di Ukraina.
RT turut menyampaikan fakta bahwa China adalah konsumen terbesar komoditi ekspor asal Rusia.
Baca juga: Bocor ke Publik, PM Hongaria Sempat Prediksikan Ukraina Kalah dari Rusia di Tahun 2023
Tuduh AS Ciptakan Perang Dingin Jilid 2
Sebelumnya diberitakan, pemerintah AS disebut ingin membuat Rusia semakin lemah lewat konflik yang terjadi di Ukraina.
Tudingan ini disampaikan oleh Duta Besar China untuk Rusia, Zhang Hanhui.
Dikutip TribunWow dari rt, Zhang menjabarkan bagaimana ide ekspansi NATO ke timur sebenarnya didorong oleh AS.

Baca juga: Presiden Ukraina Ingin Warga Rusia Dilarang Pergi ke Negara Lain agar Mereka Sadar Salah Pilih Putin
Zhang juga menyampaikan bagaimana AS adalah inisiator yang menyebabkan terjadinya krisis di Ukraina.
Berdasarkan penjelasan Zhang, AS terus memberikan sanksi kepada Rusia serta menyuplai senjata ke Ukraina supaya perang bisa terus berlanjut.
AS diketahui berharap dapat melemahkan Rusia lewat strategi tersebut.
Zhang juga menyinggung bagaimana AS turut ikut campur dalam masalah internal pemerintahan China lewat kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan.
Menurut Zhang aksi AS mengganggu Rusia dan China memiliki tujuan yang sama yakni menghambat perkembangan negara.
Kemudian Zhang mengungkit bagaimana AS berniat untuk mengembalikan masa-masa perang dingin.
Zhang juga mengklaim saat ini sudah terjadi perang dingin jilid 2.
Ia menilai apa yang dilakukan oleh AS telah merusak aturan internasional dan menciptakan ketidakseimbangan di dunia.
Zhang menyatakan, kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan tidak akan mengubah sikap China terhadap Taiwan.
Baca juga: Pakai Meme, Diplomat China Ledek Negara Eropa yang Menderita karena Musuhi Rusia di Konflik Ukraina

Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendesak Presiden China Xi Jinping untuk membantu mengakhiri perang di negaranya.
Dilansir TribunWow.com, ia meminta Beijing untuk menggunakan pengaruh politik dan ekonominya di Rusia.
Dilaporkan Al Jazeera, Kamis (4/8/2022), hal ini diungkapkan Zelensky dalam sebuah wawancara dengan media South China Morning Post (SCMP) .
Dia mengaku telah meminta untuk berbicara dengan presiden China sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada bulan Februari, tetapi itu belum terjadi.
"Saya ingin berbicara langsung. Saya melakukan satu percakapan dengan Xi Jinping itu setahun yang lalu," terang Zelensky melalui sambungan virtual.
"Sejak awal agresi skala besar pada 24 Februari, kami telah meminta secara resmi untuk melakukan percakapan, tetapi kami belum melakukan percakapan apa pun dengan China meskipun saya yakin itu akan membantu."
China, sekutu paling penting Rusia, belum mengutuk apa yang oleh Presiden Rusia Vladimir Putin disebut sebagai operasi militer khusus di Ukraina.
Zelensky dan Barat menyebut invasi Rusia sebagai perang, tetapi Beijing mengatakan Moskow terprovokasi untuk menyerang, termasuk karena ekspansi NATO di Eropa.
Baca juga: Rusia Klaim Putin Didukung Xi Jinping untuk Perangi Ukraina, China Keluarkan Pernyataan Berbeda
Xi Jinping sebelumnya telah menyatakan keprihatinan atas konflik di Ukraina selama pertemuan puncak pada bulan Juni, dengan mengatakan bahwa itu membunyikan alarm bagi kemanusiaan.
Namun, dia tidak memberikan indikasi bagaimana caranya untuk mengakhiri pertempuran.
Awal bulan ini, dia juga berbicara dengan Putin, dan menegaskan kembali dukungan China untuk kedaulatan dan keamanan Rusia.
Xi Jinping mengatakan semua pihak harus mendorong penyelesaian krisis Ukraina dengan cara yang bertanggung jawab dan bahwa China akan terus memainkan perannya untuk tujuan ini.

Terkait hal ini, Zelensky mengatakan kepada SCMP bahwa dia memahami bahwa China ingin mempertahankan sikap seimbang terhadap perang.
Tetapi ia menekankan bahwa konflik dimulai dengan invasi tanpa alasan Rusia ke wilayah kedaulatan Ukraina.
"Rusia adalah penjajah, ini adalah perang di wilayah kami, mereka datang untuk menyerang. China, sebagai negara besar dan kuat, bisa turun dan menempatkan federasi Rusia di tempat tertentu," sebut Zelensky.
"Tentu saja, saya sangat ingin China meninjau kembali sikapnya terhadap Federasi Rusia."
Dia juga mendesak China untuk bertindak di Dewan Keamanan PBB sebagai salah satu dari lima anggota yang memiliki hak veto, untuk mempertahankan norma-norma internasional.
"Jika kita beroperasi tanpa undang-undang, lalu mengapa kita harus memiliki Dewan Keamanan, jika ada negara atau beberapa negara di dunia, dapat memutuskan untuk melanggar aturan secara militer?" tanyanya.
China sejauh ini abstain dari pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB dan di Majelis Umum yang mengutuk invasi Rusia ke Ukraina.
China malah menyerukan dialog antara pihak-pihak yang bertikai, sementara juga mengutuk bantuan militer Barat ke Ukraina dan sanksi terhadap Rusia sebagai merugikan resolusi konflik.
Zelensky mengatakan kepada SCMP bahwa dia yakin China memiliki kekuatan ekonomi untuk menekan Putin agar mengakhiri perang.
"Saya yakin, saya yakin tanpa pasar China untuk Federasi Rusia, Rusia akan merasakan isolasi ekonomi sepenuhnya,” kata Zelensky.
"Itu adalah sesuatu yang dapat dilakukan China, untuk membatasi perdagangan dengan Rusia sampai perang berakhir.” (TribunWow.com/Anung/Via)