Konflik Rusia Vs Ukraina
Ukraina Masih Gengsi Berdamai, Rusia Tawarkan Solusi Diplomatis tapi Sambil Mengancam
Berikut update perkembangan perdamaian konflik antara Rusia dan Ukraina.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Elfan Fajar Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Natal tepatnya Minggu (25/12/2022) menyampaikan bahwa Rusia siap untuk melakukan negosiasi dengan semua pihak demi tercapainya perdamaian di Ukraina.
Namun di saat yang sama, Putin juga menyalahkan pemerintahan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang menyebabkan terhambatnya proses diplomatik.
Dikutip TribunWow dari skynews, keinginan Putin ini awalnya ditanggapi sinis oleh pemerintah Ukraina yang menilai Putin hanya ingin lari dari tanggung jawab.
Baca juga: Musim Dingin akan Untungkan Ukraina, Zelensky Diprediksi Bisa Rebut Krimea dari Rusia di 2023
Tetapi pada Senin (26/12/2022), pemerintah Ukraina tampak melunak.
Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba menjelaskan bahwa Ukraina memang ingin memenangkan perang di tahun 2023, namun menekankan bahwa jalur diplomasi masih tetap menjadi hal yang penting.
Kuleba usul diadakan pertemuan tingkat tinggi sebelum bulan Februari 2023 yang dimediasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Kuleba menambahkan, Rusia boleh diundang asalkan menghadapi pengadilan internasional terlebih dahulu atas kejahatan perang.
Lalu pada Senin (26/12/2022) malam, sikap tegas diambil oleh pemerintahan Rusia lewat Menlu Rusia Sergei Lavrov.
Lavrov menegaskan demiliterisasi dan denazifikasi di Ukraina adalah harga mati.
Lavrov menegaskan agar syarat tersebut dipenuhi kalau tidak konflik akan diselesaikan oleh pasukan militer Rusia.
Dikutip TribunWow dari bbc, ahli berpendapat sosok yang menjadi penentu akhir konflik ini bukanlah Presiden Rusia Vladimir Putin.
Baca juga: Drone Ukraina Serang Pangkalan Udara Pesawat Bomber Rusia, Videonya Beredar di Medsos
Argumen ini disampaikan oleh ahli studi perang, dari King College London, Barbara Zanchetta.
Barbara menjelaskan, awal penyebab konflik di Ukraina berlarut-larut disebabkan oleh Putin yang tidak menyangka Ukraina akan memberikan perlawanan yang keras.
Putin juga tidak memperkirakan bahwa Ukraina akan mendapat banyak bantuan dari negara-negara lain.
Kini konflik memasuki masa-masa musim dingin, Ukraina akan sangat merasakan dampak dari rusaknya infrastruktur selama perang.
Namun semangat para tentara Ukraina diyakini akan terus tinggi.
Barbara menyoroti belum ada harapan terjadi negosiasi damai antara Ukraina dan Rusia.
Kedua belah pihak masih sama-sama kekeh mempertahankan sikap mereka soal konflik.
Barbara menyampaikan, akhir konflik di Ukraina justru akan ditentukan oleh elit politik di internal pemerintahan Rusia.
Ketika kondisi domestik politik Rusia berubah maka ada kemungkinan konflik antara Rusia dan Ukraina juga ikut akan berakhir.
Kendati demikian, sebelum skenario itu terjadi, Ukraina juga harus bisa bertahan dan berharap bantuan dari negara-negara barat terus berjalan.
Barbara meyakini hingga tahun 2023 nanti konflik masih akan terus berlangsung.

Baca juga: Vladimir Putin Mengatakan Barat Ingin Menghancurkan Rusia setelah Zelensky Temui Joe Biden di AS
Rusia Kini Disebut Fokus Bertahan
Mayoritas pasukan militer Rusia yang berkonflik melawan Ukraina saat ini disebut tengah fokus untuk bertahan di garis depan.
Informasi ini dibeberkan oleh Kementerian Pertahanan Inggris.
Dikutip TribunWow dari aljazeera, Kemenhan Inggris menyampaikan bagaimana pasukan militer Rusia saat ini sibuk memperkuat posisi bertahan mereka dari serangan tentara Ukraina.
Kemenhan Inggris menjelaskan, posisi bertahan ini telah dilakukan sejak Oktober 2022.
Menurut penjelasan Kemenhan Inggris, posisi bertahan ini meliputi upaya memperbanyak ranjau darat anti-tank dan anti-manusia.
Kendati demikian, Kemenhan Inggris menilai upaya tentara Rusia menanam ranjau tidak akan efektif karena minimnya pasukan yang membantu mengawasi area tempat ranjau ditanam.
Sebelumnya diberitakan, sedikitnya 10 orang tewas akibat penembakan di Kherson, Ukraina oleh militer Rusia pada Sabtu pagi, (24/12/2022).
Dilansir TribunWow.com, 58 orang lainnya dilaporkan mengalami luka-luka, sementara 18 di antaranya dalam kondisi kritis.
Penyerangan tersebut dilakukan menjelang perayaan natal, di mana masyarakat Ukraina biasanya berkumpul dengan keluarga.
Baca juga: Rayakan Natal di Tengah Perang dengan Rusia, Penduduk Ukraina: Ini Tak akan Sama seperti Sebelumnya
Kabar tersebut disampaikan kepala administrasi militer regional Kherson, Yaroslav Yanushevich.
Sebelumnya, kantor kejaksaan wilayah Kherson melaporkan adanya sejumlah orang tewas akibat serangan tersebut.
"Fasilitas infrastruktur sipil rusak, termasuk bangunan tempat tinggal, gedung perkantoran, dan kendaraan," kata kantor kejaksaan dikutip bbc.com.
Menurut pihak berwenang setempat, pasar dan pusat perbelanjaan juga diserang, akibat penembakan itu, enam mobil terbakar.
Layanan Darurat Negara Ukraina meyakini bahwa kota itu dihancurkan oleh beberapa peluncur roket Grad.

Baca juga: Ukraina Klaim Ada 400 Kasus Kejahatan Perang di Kherson, Zelensky Sebut Ulah Tentara Rusia
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menerbitkan foto konsekuensi penembakan di pusat Kherson.
"Negara teroris terus membawa dunia Rusia dalam bentuk penembakan terhadap penduduk sipil. Kherson. Pada Sabtu pagi, pada Malam Natal, di bagian tengah kota. Ini bukan fasilitas militer, ini bukan perang oleh aturan. Ini adalah teror, ini adalah pembunuhan demi intimidasi dan kesenangan, " tulis Zelensky.
Pihak berwenang Rusia tidak mengomentari insiden tersebut.
Kepala pemerintahan daerah Kherson, Yaroslav Yanushevich, mengatakan bahwa dalam beberapa hari terakhir, pasukan Rusia menembaki wilayah Kherson sebanyak 74 kali.
Sementara itu, di bagian timur, di wilayah Donbas, dan di selatan, para prajurit duduk bersama kawan, bukan keluarga, untuk makan bubur Natal tradisional dari biji opium, gandum dan kismis yang disebut kutya.
Adapun pertempuran sengit masih berkecamuk dan Rusia terus menembaki pusat-pusat sipil, termasuk kota selatan Kherson di mana 10 orang tewas pada Malam Natal.
Dalam pidato video kepada bangsa pada Sabtu malam, presiden Ukraina, Volodmyr Zelensky, menyemangati warganya agar dapat bertahan di musim dingin.
"Kami akan merayakan liburan kami. Seperti biasanya. Kami akan tersenyum dan bahagia. Seperti biasanya. Bedanya satu. Kami tidak akan menunggu keajaiban. Lagipula, kami membuatnya sendiri," kata Zelensky.
Dan sementara orang Ukraina telah mencoba merayakan Natal di tengah krisis yang berkelanjutan, sebagian besar, seperti Oksana, hanya mencoba bertahan.
Di taman VDNG di pinggiran Kyiv, tidak lama sebelum Natal, beberapa keluarga berswafoto di depan pohon Natal dengan latar belakang beberapa monumen kota era Soviet yang luas.
Saat salju baru turun, para pekerja membersihkan arena seluncur es yang kosong, dan kios-kios menyiapkan makanan ringan tradisional daging dan sayuran panggang, serta kuali berisi anggur.
Alina Vlasiuk sedang membeli permen untuk putranya, Maksym (2), dan mengunjungi taman bersama saudara laki-lakinya, Serhii.
"Kami tinggal di dekatnya dan kami datang karena kami tidak memiliki listrik di apartemen kami. Lebih baik daripada duduk dalam kegelapan," kata Vlasiuk.
Kenyataannya, bahkan kapan merayakan Natal telah menjadi isu yang sangat dipolitisasi di tengah perang.
Selama berabad-abad orang Ukraina merayakan Natal pada 7 Januari, tanggal kelahiran menurut kalender Julian.
Tetapi setelah invasi Vladimir Putin pada bulan Februari, gereja Ortodoks Ukraina mengizinkan jemaatnya untuk pertama kalinya merayakan Natal pada tanggal 25 Desember, menjauh dari Rusia dan mengarah ke barat.
"Kami takut untuk tinggal dan merayakannya di kota ini karena kami khawatir Rusia akan melakukan provokasi selama liburan," kata Vlasiuk.
(TribunWow.com/Anung/Via)