Konflik Rusia Vs Ukraina
Eks Pimpinan NATO Sebut Ukraina Bisa Menang dari Rusia, Soroti Efisiensi Senjata dan Dukungan Barat
Eks pemimpin NATO, Anders Fogh Rasmussen membeberkan pandangannya terkait perang antara Rusia dan Ukraina.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Eks pemimpin NATO, Anders Fogh Rasmussen, mengatakan bahwa Ukraina memiliki kesempatan menang dari Rusia.
Dilansir TribunWow.com, ia menyimpulkan hal tersebut dari efisiensi perang dan dukungan senjata dari sejumlah negara yang sangat membantu.
Mantan perdana menteri Denmark itu juga menyebut bahwa Rusia jelas melakukan kejahatan perang dan mengandalkan strategi yang kurang terorganisir.
Baca juga: Spanyol Curiga Rusia Pelaku Insiden Bom Surat, Kedutaan Ukraina Juga Dapat Kiriman Berisi Mata Hewan
Anders Fogh Rasmussen, merupakan pemimpin NATO dari periode tahun 2009 hingga 2014.
Dia saat ini adalah ketua pendiri Rasmussen Global, sebuah organisasi yang mewadahi para pemikir.
Dalam wawancara eksklusif dengan Al Jazeera, Jumat (2/12/2022), Rasmussen memberikan pandangannya terkait perang antara Rusia dan Ukraina.
Menurutnya, Ukraina bisa saja menang dari negara adidaya Rusia jika melihat dari cara cerdik mereka dalam berperang.
Ditambah lagi dengan bantuan militer dari sekutu-sekutu NATO yang berhasil digunakan secara efisien oleh tentara Ukraina.
Maka, untuk meningkatkan potensi kemenangan Ukraina, negara-negara NATO harus melakukan peningkatan pengiriman senjata ke negara tersebut.
"NATO harus meningkatkan pengiriman senjata ke Ukraina," kata Rasmussen.
"Ukraina telah menunjukkan efisiensi tinggi dalam penggunaan senjata yang telah mereka terima dan jika NATO dan sekutunya melanjutkan pengiriman ini, maka Ukraina benar-benar dapat memenangkan perang ini melawan pasukan militer Rusia yang tidak terorganisir, yang menggunakan peralatan militer kuno."
Ia memuji sikap yang diambil NATO dan sekutunya dalam peperangan tersebut.
Meski Ukraina bukanlah anggota sehingga NATO tak bisa ikut ambil bagian dalam perang, namun negara-negara sekutu tetap kompak memberikan bantuannya.
"Pertama, saya pikir penting untuk menekankan bahwa NATO sebagai aliansi bukan bagian dari perang ini," tutur Rasmussen.
"Kedua, saya terkesan dan puas dengan persatuan di antara sekutu NATO dalam mendukung Ukraina selama beberapa bulan terakhir. Saya pikir koordinasi mereka dalam mengirimkan bantuan militer ke Ukraina telah bekerja cukup efisien."
Baca juga: 3.500 Tentara Rusia dan Keluarganya Hubungi Ukraina, Buat Skema Kelabui Putin agar Bebas dari Perang
Rasmussen juga membantah tudingan dari Rusia yang menuduh NATO tersebut terlibat langsung dalam perang dengan mendukung Ukraina.
"Menurut hukum internasional, negara yang telah diserang oleh negara lain memiliki hak untuk membela diri dan juga meminta bantuan dari mitra dan sekutu untuk membantu dalam proses ini. Jadi Ukraina dan NATO tidak melanggar hukum," terang Rasmussen.
"Sebaliknya, Rusia melanggar hukum internasional dengan melakukan kejahatan perang dan menyerang negara lain, yang seharusnya tidak diizinkan oleh NATO dan seluruh dunia."
Sebagaimana diketahui, selama sepuluh bulan setelah perang Rusia di Ukraina, perang kata-kata antara Kremlin dan Barat terus berlanjut.
Awal pekan ini, pada pertemuan NATO di Bukares, Rumania, ketua aliansi Jens Stoltenberg menuduh Rusia menggunakan musim dingin sebagai senjata perang.
Cuaca di Ukraina mendekati titik beku, dan serangan misil Rusia terhadap infrastruktur penting telah menyebabkan jutaan orang kehilangan listrik dan air.
Di sela-sela pertemuan NATO di Rumania, menteri luar negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan bahwa negaranya membutuhkan pertahanan udara (seperti IRIS, Hawks, Patriots ) serta fasilitas untuk kebutuhan energinya.
Sementara itu, menteri luar negeri Rusia Sergey Lavrov menuduh AS dan NATO berpartisipasi langsung dalam perang dengan memasok senjata ke Kyiv dan melatih tentara Ukraina.
Baca juga: Swiss Bekukan Rp 122 Triliun Aset Rusia Buntut Invasinya ke Ukraina, Disinyalir Masih akan Bertambah
NATO Tuding Rusia Pakai Musim Dingin untuk Strategi Perang
Rusia telah melakukan pengeboman rudal besar-besaran terhadap infrastruktur energi Ukraina hampir setiap minggu sejak awal Oktober.
Dilansir TribunWow.com, setiap rentetan serangan memiliki efek yang lebih besar daripada yang terakhir karena kerusakan terakumulasi dan musim salju yang sangat dingin.
Kyiv mengatakan serangan tersebut dimaksudkan untuk mempersulit warga sipil, yang menjadikan aksi tersebut sebagai kejahatan perang.
Baca juga: Sebut Rusia Pakai Rudal Daur Ulang untuk Serang Ukraina, Inggris Menduga Putin Kehabisan Senjata
Moskow menyangkal niatnya untuk merugikan warga sipil meski pekan lalu mengatakan penderitaan Ukraina tidak akan berakhir kecuali mereka menyerah pada tuntutan Rusia.
Terkait hal ini, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg bersikeras bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin berniat menggunakan musim dingin tidak hanya di medan pertempuran tetapi juga melawan warga sipil Ukraina.
Dilansir Al Jazeera, Senin (28/11/2022), hal ini mendorong NATO untuk memberikan lebih banyak bantuan agar rakyat Ukraina bisa bertahan.
"Presiden Putin sekarang mencoba menggunakan musim dingin sebagai senjata perang melawan Ukraina, dan ini mengerikan, sehingga kita perlu bersiap untuk lebih banyak serangan," kata Stoltenberg menjelang pertemuan menteri luar negeri NATO di Bucharest, Rumania.
"Itulah alasan mengapa sekutu NATO meningkatkan dukungan mereka ke Ukraina."
Baca juga: Rusia Bantah Serang Kyiv, Sebut Kerusakan Akibat Ulah Ukraina Sendiri dan Antek Baratnya
Selama berminggu-minggu, Rusia telah menggempur fasilitas energi di sekitar Kyiv dan kota-kota Ukraina lainnya dengan serangan rudal.
Walikota Kyiv Vitali Klitschko mengatakan beberapa dari 3 juta orang di kota itu mungkin harus dievakuasi ke lokasi yang lebih aman.
Biasanya, serangan dilakukan pada hari Senin di awal minggu, yang mengakibatkan pemadaman listrik dan pasokan air.
Dengan suhu yang berada di sekitar titik beku, dan diperkirakan akan turun hingga -11 derajat Celcius, bantuan internasional semakin difokuskan pada barang-barang seperti generator dan trafo.
Hal ini untuk memastikan pemadaman listrik yang memengaruhi hajat hidup orang banyak bisa dibatasi sesedikit mungkin.
Situasi listrik sangat buruk sehingga pemasok energi Ukraina mencoba mengimpor listrik dari negara tetangga Rumania.(TribunWow.com/Via)