Polisi Tembak Polisi
Putri Candrawathi Disebut Korban Palsu Kasus Kekerasan Seksual Brigadir J, LPSK Beberkan Alasannya
Putri Candrawathi disebut jadi korban palsu dalam kasus dugaan kekerasan seksual yang dialami dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi disebut korban palsu dalam kasus dugaan kekerasan seksual yang dialami dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi dalam Kompas Malam di YouTube Kompas TV, Senin (26/9/2022).
Edwin mengungkapkan pernyataan tersebut disampaikan lantaran kasus dugaan kekerasan seksual yang dialami Putri Candrawathi telah dihentikan oleh Bareskrim Polri.
Baca juga: IPW Sebut Ferdy Sambo Masih Punya Senjata Rahasia untuk Balikkan Keadaan di Kasus Brigadir J
“Peristiwa yang awalnya diklaim kekerasan seksual itu terjadi di Duren Tiga. Dan kemudian kan itu sudah dihentikan proses penyidikannya oleh Bareskrim.”
“Itu menunjukkan PC (Putri Candrawathi) adalah korban palsu dari kekerasan seksual,” kata Edwin Partogi.
Di sisi lain, Edwin juga menyebut adanya kejanggalan yang dicurigai sejak awal yaitu terduga pelaku yaitu Brigadir J bukan sosok yang menguasai lokasi yang disebut sebagai tempat kejadian pelecehan seksual yaitu antara Duren Tiga maupun Magelang.
“Umumnya pelaku memastikan tidak ada saksi. Termasuk juga perbuatan itu dilakukan tempat penguasaan pelaku.”
“Sementara tempat ini kan milik korban. Kemudian masih ada orang lain baik diklaim Duren Tiga maupun Magelang,” tuturnya.
Kemudian, Edwin juga menemukan kejanggalan lain dalam kasus ini yaitu nomor laporan polisi yang disebutnya sama meski tanggal berbeda.
“Kita nggak tahu mana dari salah satu laporan polisi itu yang benar atau dua-duanya nggak benar,” katanya.
Baca juga: Kontroversi Bebasnya PC, Dicurigai Simpan Rahasia hingga Keluarga Merasa Istri Sambo Diistimewakan
Sehingga, kata Edwin, deretan temuan dari pihaknya ini membuat keraguan untuk memberikan perlindungan kepada Putri Candrawathi semakin menguat.
Sebelumnya, Komnas HAM dan Komnas Perempuan merekomendasikan Polri untuk menyelidiki lebih mendalam terkait dugaan kasus pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi yang terjadi di Magelang.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengungkapkan dugaan pelecehan seksual itu terjadi pada 7 Juli 2022 yaitu sehari sebelum penembakan terhadap Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Hal ini, kata Beka, menjadikan tewasnya Brigadir J merupakan extrajudicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum dilatarbelakangi oleh peristiwa pelecehan seksual.
"Berdasarkan temuan faktual disampaikan terjadi pembunuhan yang merupakan extrajudicial killing, yang memiliki latar belakang adanya dugaan kekerasan seksual (di Magelang)," tutur Beka.
Lebih lanjut, Beka mengatakan pembunuhan pada Brigadir J tidak dapat dijelaskan secara detail.
"Karena terdapat banyak hambatan yaitu berbagai tindakan obstruction of justice dari berbagai pihak," katanya.
Sementara, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, mengungkapkan, Putri Candrawathi ingin mengakhiri hidupnya terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dialaminya.
Baca juga: Kuasa Hukum Brigadir J Curiga Kasus Ferdy Sambo akan Melebar jika PC Ditahan: Saling Sandera
Andy mengatakan alasan Putri Candrawathi tersebut karena adanya perasaan tertekan serta menyalahkan diri sendiri soal dugaan pelecehan seksual yang dialaminya.
Bahkan, kata Andy, pernyataan ingin mengakhiri hidup itu dikatakan oleh Putri Candrawathi berkali-kali.
"Dalam kasus ini, posisi sebagai istri dari petinggi kepolisian pada usia yang jelang 50 tahun, memiliki anak perempuan, maupun rasa takut kepada ancaman dan menyalahkan diri sendiri sehingga merasa lebih baik mati."
"Ini disampaikan berkali-kali," katanya dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM pada Kamis (1/9/2022).
Temuan ini membuat Andy menilai tidak cukup untuk menganggap tidak adanya pelecehan seksual terhadap Putri oleh Brigadir J karena alasan relasi kuasa yang terjalin di antara keduanya.
"Kita perlu memikir ulang bahwa relasi kuasa antara atasan dan bawahan tidak cukup untuk serta merta menghilangkan kemungkinan terjadinya kekerasan seksual," ujarnya.
Hal ini, menurutnya, lantaran alasan relasi kuasa saja tidak cukup untuk menghilangkan adanya kemungkinan kekerasan seksual yang dialami oleh Putri Candrawathi.
Andy menganggap selain relasi kuasa, ada juga kemungkinan terjadinya kekerasan seksual dikarenakan adanya faktor lain seperti konstruksi gender, usia, dan lain sebagainya.
Di sisi lain, Andy menyebut Putri tidak memiliki kemauan untuk melaporkan dugaan kasus pelecehan seksual yang dialaminya karena malu dan takut.
Ditambah status dirinya sebagai istri petinggi Polri.
Hal ini, ujarnya, membuat Komnas Perempuan meminta agar kepolisian tetap menyelidiki terkait dugaan pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi.
Permintaan ini berdasarkan petunjuk awal seperti keterangan Putri Candrawathi hingga Ferdy Sambo.
"Kami menemukan bahwa ada petunjuk-petunjuk awal yang perlu ditindaklanjuti oleh pihak penyidik, baik dari keterangan P (Putri Candrawathi), S (Ferdy Sambo), maupun asesmen psikologi tentang dugaan peristiwa kekerasan seksual ini," pungkasnya. (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(YouTube Kompas TV)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul LPSK Sebut Putri Candrawathi Korban Palsu Kasus Kekerasan Seksual, Apa Alasannya?