Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Kepala Polisi Ukraina Jadi Korban Ledakan Bom setelah Membelot ke Rusia, FSB Diduga Terlibat

Sebuah ledakan diduga berasal dari bom mobil dikabarkan menewaskan mantan kepala polisi Ukraina di Melitopol.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
Tangkapan Layar Video RIA Novosti
Sebuah mobil meledak di Melitopol, diduga tewaskan Denys Stefankov, mantan kepala polisi Ukraina yang membelot ke Rusia, Minggu (18/9/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Seorang mantan kepala polisi daerah Ukraina menjadi korban ledakan dalam sebuah bom mobil.

Dilansir TribunWow.com, pria bernama Denys Stefankov itu diketahui telah membelot dari Ukraina untuk menjadi interogator Rusia.

Ia diduga menjadi sasaran dinas rahasia Ukraina, FSB yang sedang melakukan penyisiran terhadap mereka yang berkhianat.

Baca juga: Putin Beri Ancaman Serius Buntut Serangan Ukraina, Joe Biden Khawatir Rusia Gunakan Nuklir

Dikutip The Sun, Senin (19/9/2022), ledakan itu dikabarkan terjadi di halaman sebuah blok apartemen di pusat kota Melitopol.

Mantan polisi Stefankov dikatakan telah membelot ke Rusia dan bertugas menginterogasi tahanan.

Insiden ini diungkap oleh Walikota kota Ivan Federov yang mengatakan bahwa Stefankov sempat disebut masuk dalam data orang yang akan disanksi.

"Sebuah ledakan kuat di halaman gedung tinggi Melitopol di pusat kota kemungkinan merupakan hasil dari penyisiran FSB," kata Federov, mengatakan di sebuah posting Telegram.

"Menurut data awal, selama 'konflik' mereka ingin menyingkirkan salah satu kolaborator polisi yang disebut 'kepala Departemen Kepolisian Rakyat Milisi Rakyat'."

Menurut Federov, Stefankov hanya satu dari 118 polisi yang membelot dan akan disita seluruh kepemilikannya.

"Denys Stefankov adalah salah satu dari 118 pengkhianat polisi yang semua propertinya baik bergerak dan tidak bergerak, sudah hendak kami sita," ujar Federov.

"Seharusnya jelas bagi semua orang yang mengkhianati Ukraina: Rusia tidak membutuhkan anda. Setelah anda digunakan, anda akan dibuang."

Kondisi wilayah di Ukraina yang berhasil direbut kembali dari kekuasaan pasukan militer Rusia dalam serangan balik awal September 2022.
Kondisi wilayah di Ukraina yang berhasil direbut kembali dari kekuasaan pasukan militer Rusia dalam serangan balik awal September 2022. (YouTube CBS Mornings)

Baca juga: Warga Dikurung di Ruangan Gelap, Ukraina Ungkap Bukti Penyiksaan di Wilayah Bekas Kekuasaan Rusia

Sementara Federov belum merinci apakah mantan polisi itu tewas dalam ledakan itu, media Ukraina melaporkan dia sudah meninggal.

Outlet berita Telegraf mengklaim dia tidak selamat dari upaya pembunuhan, mengutip sumber orang dalam.

Namun agen media Rusia TASS mengklaim Stefankov masih hidup dan sehat.

"Badai hoaks tidak memberikan istirahat kepada media Ukraina palsu siang atau malam," tukas Departemen Dalam Negeri Rusia melalui di Telegram.

"Denis Stefankov menjaga hukum dengan tertib dan sehat!"

Dugaan upaya pembunuhan terjadi di tengah lonjakan pembunuhan yang ditargetkan terhadap para pejabat pemimpin Rusia dalam beberapa minggu terakhir.

Baru-baru ini, empat pejabat tinggi di Ukraina tewas dalam ledakan pada minggu lalu.

Lyudmila Boyko yang mengorganisir referendum palsu untuk bergabung dengan Rusia tewas bersama suaminya, Oleg Boyko, (46) yang juga seorang pejabat senior lokal.

Pejabat tinggi pro-Rusia lainnya di wilayah Ukraina yang diduduki tewas dalam bom mobil saat dia pergi menjemput putrinya dari sekolah TK.

Dan Askyar Laishev, yang bekerja untuk dinas rahasia Ukraina sebelum pindah membela Rusia pada 2014, musnah dalam ledakan bom mobil di Luhansk awal bulan ini.

Baca juga: Kuburan Massal di Ukraina Diduga Bukti Kejahatan Perang Rusia, Jubir Putin Membantah, Ungkit Bucha

PNS Ukraina yang Membelot ke Rusia Diburu

Pemerintahan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky kini tengah memulai perburuan warga sipil yang membelot membela Rusia.

Tanda dimulainya perburuan ini dapat terlihat dari sebuah aturan baru yang kini diusulkan oleh pemerintah Ukraina pada Jumat (17/9/2022).

Dikutip TribunWow dari rt, dalam aturan baru tersebut, pemerintah Ukraina akan menindak pegawai negeri sipil (PNS) yang terbukti menerima paspor Rusia dengan ancaman hukuman penjara 10-15 tahun.

Baca juga: Rekrut Napi di Rusia, Bos Wagner Persilakan Warga yang Protes Kirim Anak Mereka ke Ukraina

Sementara itu PNS Ukraina yang terbukti terlibat dalam penyebaran propaganda Rusia akan dikenai ancaman hukuman penjara 5-8 tahun.

Pemerintah Ukraina turut akan menindak warga sipil Rusia yang terlibat dalam aktivitas ilegal di wilayah Ukraina.

Informasi terkait aturan baru ini disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri Ukraina, Irina Vereshchuk.

Sebagai informasi, aturan ini telah dirancang oleh pemerintah Ukraina sejak Juli 2022 lalu setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menjanjikan pemberian kewarganegaraan Rusia secara cepat untuk rakyat Ukraina yang ingin pindah.

Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin telah menandatangani dekrit yang mempermudah perpindahan penduduk Ukraina ke negaranya.

Dilansir TribunWow.com, dekrit itu mengizinkan pemegang paspor Ukraina yang telah memasuki Rusia sejak serangan Kremlin untuk tinggal dan bekerja di negara itu tanpa batas waktu.

Seperti dilaporkan The Moscow Times, Minggu (28/8/2022), ada pula sejumlah uang yang ditawarkan negara bagi beberapa orang dengan kondisi khusus.

Baca juga: Diduga Mulai Kehabisan Tentara, Putin Perintahkan Penambahan 2 Juta Pasukan Rusia di Ukraina

Hingga saat ini, warga Ukraina hanya bisa tinggal di Rusia maksimal 90 hari dalam jangka waktu 180 hari.

Untuk tinggal lebih lama atau bekerja, seseorang harus mendapatkan izin khusus atau izin kerja.

Namun, langkah baru itu memungkinkan warga Ukraina dan orang-orang dari wilayah timur separatis Ukraina untuk bekerja di Rusia tanpa izin kerja dan tinggal di negara itu tanpa batas waktu.

Agar memenuhi syarat, pelamar harus diambil sidik jarinya, difoto dan menjalani tes untuk obat-obatan dan penyakit menular apa pun.

Dekrit tersebut juga melarang deportasi warga Ukraina, kecuali mereka yang dibebaskan dari penjara atau mereka yang dianggap mengancam keamanan Rusia.

Pengungsi Ukraina saat hendak pergi meninggalkan negara mereka di tengah serangan pasukan militer Rusia.
Pengungsi Ukraina saat hendak pergi meninggalkan negara mereka di tengah serangan pasukan militer Rusia. (Wojtek Radwanski/AFP)

Baca juga: Kejanggalan Pembunuhan Anak Penasihat Putin, Rusia Tuduh Mata-mata Ukraina yang Diduga Salah Sasaran

Dalam dekrit lain, Putin memerintahkan pembayaran sosial tersedia bagi orang-orang yang rentan, termasuk pensiunan, wanita cacat atau hamil, yang meninggalkan Ukraina atau wilayah separatis karena serangan tersebut.

Kategori orang tertentu, termasuk orang cacat dan orang tua di atas usia 80, akan diberikan 10.000 rubel (Rp 2,5 juta) dalam pembayaran bulanan.

Wanita hamil juga berhak atas pembayaran satu kali dalam jumlah yang sama.

Berdasarkan keputusan tersebut, pembayaran terkait harus dilakukan hingga 31 Desember 2022.

Meskipun dekrit tersebut ditandatangani oleh Putin pada 27 Agustus dan mulai berlaku pada tanggal ini, pembayaran akan mundur ke 1 Juli.

Adapun pengungsi yang telah tiba di Rusia dari dua republik Donbass dan Ukraina sejak 18 Februari akan berhak atas manfaat tersebut.

Menurut Moskow, 3,6 juta warga Ukraina, termasuk 587.000 anak-anak, telah memasuki Rusia sejak dimulainya serangan pada akhir Februari.

Pada bulan Juli, Kremlin mempermudah Ukraina untuk menerima kewarganegaraan Rusia, sebuah tindakan yang dikecam oleh Kyiv.(TribunWow.com/Via/Anung)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Tags:
RusiaUkrainaVolodymyr ZelenskyVladimir PutinKonflik Rusia Vs Ukraina
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved