Konflik Rusia Vs Ukraina
Konflik Memanas antara Zelensky dan Militernya, Presiden Belarus pro Rusia Bongkar Internal Ukraina
Presiden Belarus Lukashenko membeberkan masalah internal yang dialami Ukrain di tengah konflik dengan Rusia.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Presiden Belarus Alexander Lukashenko mengaku telah mencium adanya perpecahan dalam militer Ukraina.
Dilansir TribunWow.com, ia mengaku mendapat informasi bahwa sedang terjadi konflik antara pihak militer dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Seperti dilaporkan media Rusia TASS, puncak masalah tersebut diperkirakan akan meledak dalam waktu dekat.
Baca juga: Gencarkan Serangan Balasan, Zelensky Gertak Pasukan Rusia untuk Segera Kabur dari Ukraina
Menurut Lukashenko, inti permasalah tersebut adalah ketidaksepakatan antara Zelensky dengan militernya dalam mengakhiri perang.
"Ada konflik yang memuncak antara presiden dan militer. Hanya prajurit militer yang dapat mengatakan dengan berani: 'Kita harus mencapai kesepakatan jika tidak, Ukraina dapat dihapus dari muka bumi'," ungkap Lukashenko dalam diskusi terbuka yang disiarkan langsung pada hari Kamis (1/9/2022).
Menurut pemimpin Belarusia tersebut, seluruh keputusan kini bergantung pada militer alih-alih presiden.
"Mereka (militer) dibantai di sana. Mereka tidak melihat adanya prospek. Lihatlah ke barat Ukraina, Polandia menggosok tangan mereka, dan sudah mengukir tanah Ukraina," kata Lukashenko.

Baca juga: Gencarkan Serangan Balasan, Zelensky Gertak Pasukan Rusia untuk Segera Kabur dari Ukraina
Kepala negara Belarus percaya bahwa rakyat Ukraina harus memiliki suara mereka, karena presiden tidak memiliki apa-apa untuk dikatakan.
Lukashenko juga mengatakan tidak normal bahwa kargo bahan makanan dan biji-bijian diangkut ke Eropa, ketika tidak ada makanan untuk rakyat Ukraina.
PBB berulang kali mencatat bahwa ekspor makanan dari Ukraina dilakukan sebagai bagian dari operasi komersial, tujuan mereka ditentukan oleh perusahaan swasta berdasarkan kepentingan mereka sendiri.
Situasi di Ukraina dan sanksi besar-besaran yang dijatuhkan pada Rusia oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa menyebabkan terganggunya pasokan biji-bijian, yang meningkatkan risiko krisis pangan di sejumlah negara.
Sejak awal tahun, harga gandum dan jagung melonjak signifikan.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov sebelumnya menyatakan bahwa krisis pangan global telah dimulai jauh sebelum dimulainya operasi militer khusus Moskow di Ukraina.
Menurutnya, krisis ini khususnya disebabkan oleh pandemi dan salah perhitungan oleh negara-negara Barat.
Baca juga: Menhan Putin Kini Disebut Jadi Bahan Lelucon Para Tentara Rusia terkait Konflik di Ukraina
Rusia Akui Ingin Gulingkan Pemerintahan Zelensky
Sebelumnya, menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyatakan pihaknya akan berupaya menyingkirkan rezim Kiev.
Dilansir TribunWow.com, orang kepercayaan Presiden Rusia Vladimir Putin itu secara tak langsung mengakui tujuan perang Ukraina adalah untuk menggulingkan Presiden Volodymyr Zelensky.
Seperti dilaporkan media Rusia, TASS, pernyataan ini diucapkan Sergey Lavrov pada Minggu (24/7/2022).
Baca juga: Incar Jembatan, Ini Cara Ukraina Rebut Kembali Wilayah Kherson yang Dikuasai Pasukan Militer Rusia
Hal ini diungkapkannya saat berbicara di dalam pertemuan dengan duta besar negara-negara anggota Liga Arab di Kairo, Mesir.
Dalam pidatonya, Lavrov mengaku merasa prihatin dengan nasib rakyat Ukraina yang dianggapnya telah hancur.
"Kami bersimpati dengan rakyat Ukraina, yang pantas mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik. Kami menyesal bahwa sejarah Ukraina dihancurkan di depan mata kami dan kami minta maaf kepada mereka yang telah menyerah pada propaganda negara rezim Kiev dan bagi mereka yang mendukung rezim ini, yang ingin Ukraina menjadi musuh abadi Rusia," kata Lavrov.
Ia pun berjanji akan 'membebaskan' Ukraina dari pemerintahan yang dianggapnya merugikan rakyat.
"Rakyat Rusia dan Ukraina akan terus hidup bersama. Kami akan membantu rakyat Ukraina menyingkirkan rezim yang benar-benar anti-populer dan anti-sejarah," imbuhnya.
Adapun pernyataan Lavrov ini bertentangan dengan ungkapan resmi dari juru bicara Putin, Dmitry Peskov.
Peskov sebelumnya membantah bahwa Rusia mengincar kekuasaan di jajaran pemerintahan Ukraina.
Ia bersikeras bahwa pasukan Putin hanya ingin 'membebaskan' masyarakat di Donbas yang disebutnya ingin masuk wilayah Rusia.
Peskov saat itu juga menekankan bahwa Zelensky adalah Presiden Ukraina, dan pihaknya mengakui hal tersebut dan tidak akan ikut campur dalam pemerintahan.

Baca juga: Sejak Dulu Anggap Ukraina Berbahaya, Jubir Putin Sebut Rusia Didiskriminasi di Sana
Di sisi lain, Rusia bersikeras bahwa masalah ekspor gandum Ukraina dan ekspor pertanian Rusia diselesaikan dalam satu paket.
“Pada akhirnya, kami bersikeras agar kedua masalah diselesaikan secara tepat dalam satu paket. Masalah gandum Ukraina akan diselesaikan melalui pembentukan pusat koordinasi di Istanbul, jaminan akan diberikan bahwa Ukraina akan membersihkan ranjau dari perairan teritorial mereka dan mengizinkan kapal untuk pergi, dan selama perjalanan mereka di laut terbuka, Rusia dan Turki akan memastikan keselamatan mereka dengan pasukan angkatan laut mereka," kata Lavrov.
Dia juga mengatakan bahwa Rusia tidak memiliki prasangka untuk dimulainya kembali pembicaraan dengan Kiev tentang masalah selain penyelesaian ekspor pangan.
Tetapi Lavrov mengklaim Kiev bersikeras berjuang untuk mendapatkan kemenangan militernya atas Rusia, baru kemudian berdialog.
“Kami tidak memiliki prasangka untuk melanjutkan negosiasi pada berbagai masalah [dengan Ukraina], tetapi itu bukan terserah kami, karena pihak berwenang Ukraina, dimulai dengan presiden dan diakhiri dengan banyak penasihatnya, mengatakan bahwa akan ada tidak ada negosiasi sampai Ukraina mengalahkan Rusia di medan perang," jelas Lavrov.(TribunWow.com/Via)