Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Jurnalis Rusia Dianggap Gila dan Dijebloskan ke RSJ Buntut Beritakan Fakta Perang di Ukraina

Jurnalis Rusia ditangkap dan dijebloskan ke rumah sakit jiwa karena beritakan perang di Ukraina.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
Media sosial east2westnews
Potret jurnalis Rusia Maria Ponomarenko yang ditahan pemerintah karena beritakan kebenaran soal perang di Ukraina, diunggah Senin (4/7/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Seorang jurnalis Rusia yang dituduh memposting fakta tentang perang di Ukraina telah dikurung di rumah sakit jiwa klinis Siberia.

Dilansir TribunWow.com, jurnalis Rusia tersebut adalah Maria Ponomarenko, ibu dua anak berusia 44 tahun.

Seperti dilaporkan Daily Mail, Senin (4/7/2022), jurnalis Rusia itu mengklaim pihak berwenang berusaha untuk membungkamnya karena penentangannya terhadap perang.

Baca juga: Menlu Rusia Jawab Ketus Sindiran Jurnalis Ukraina yang Terang-terangan Tuding Negaranya Curi Gandum

Dia dituduh menyebarkan berita 'palsu' tentang 'operasi militer khusus' Presiden Rusia Vladimir Putin di Ukraina.

"Tidak mungkin untuk tetap diam, mengetahui tentang kematian ribuan orang yang tidak bersalah," bunyi tulisan Ponomarenko di Telegram miliknya.

Namun, komentar tersebut dianggap bertentangan dengan hukum oleh jaksa dan menjadi dasar untuk menjebloskannya ke tahanan.

Postingan Telegram miliknya juga termasuk komentar kritis tentang pemboman Rusia terhadap sebuah teater drama di Mariupol pada bulan April di mana ratusan warga sipil berlindung.

Kementerian pertahanan Rusia membantah pasukannya berada di balik pemboman itu, yang dituduhkan pada nasionalis Ukraina.

Karena postingannya bertentangan dengan narasi resmi Rusia, dia dapat menghadapi ancaman hukuman sepuluh tahun penjara, atau penahanan tanpa batas di fasilitas psikiatri.

Musuh utama Putin, Mikhail Khodorkovsky, yang pernah menjadi orang terkaya Rusia yang dipenjara selama satu dekade karena menentang pemimpin Kremlin, mencap kasus ini sebagai pengembalian ke metode Soviet dengan negara menggunakan psikiatri hukuman untuk membungkam perbedaan pendapat politik.

Senasib dengan Maria Ponomarenko, Lilia Yapparova, seorang jurnalis media independen di Rusia mengaku takut dipenjara gara-gara memberitakan fakta konflik di Ukraina.
Senasib dengan Maria Ponomarenko, Lilia Yapparova, seorang jurnalis media independen di Rusia mengaku takut dipenjara gara-gara memberitakan fakta konflik di Ukraina. (BBC.com)

Baca juga: Kehilangan Kaki dan Matanya, Jurnalis Ini Jadi Korban Pengeboman Tentara Rusia di Ukraina

Sebuah video menunjukkan rumah sakit jiwa yang suram tempat dia ditahan.

Laporan mengatakan bahwa putri sang jurnalis yang berusia 16 tahun, telah diubah oleh pihak berwenang menjadi saksi penuntut dalam kasusnya.

Diketahui, Ponomarenko, dari Barnaul di Siberia, telah ditahan di St Petersburg pada bulan April.

Dia awalnya ditahan di bawah undang-undang Rusia yang melarang kritik terhadap tentara.

Dia dipindahkan ribuan mil ke Siberia, dan sekarang telah dikurung di rumah sakit jiwa era Soviet selama sekitar satu bulan di mana dia akan menjalani 'evaluasi'.

"Surat dan pertemuan dengan kerabat dilarang," kata Yana Drobnokhod, rekan Ponomarenko.

"Dia hanya diizinkan menemui pengacaranya."

Sementara itu, pengacara Ponomarenko, Sergei Podolsky, mengatakan bahwa pemerintah mencari kesalahan sang klien dengan menginterogasi dua anaknya.

"Para penyelidik menginterogasi putri-putri Maria di bawah umur, dan kesaksian salah satu dari mereka menjadi bukti yang memberatkan ibunya," kata Podolsky.

Adapun postingan Ponomarenko tentang teater Mariupol ada di saluran Telegram yang bernama 'Tidak Ada Sensor'.

Baca juga: Didenda Rp 4 Juta, Ini Nasib Jurnalis Rusia yang Protes Tolak Perang saat Siaran Langsung

Rusia Dituding Sengaja Bungkam Kebebasan Pers

Sejumlah jurnalis yang meliput perang Rusia dan Ukraina dikabarkan tewas atau menghilang.

Baru-baru ini, jurnalis dan fotografer kenamaan Maks Levin (41), tak diketahui keberadaannya dan diduga menjadi tawanan perang atau sudah terbunuh.

Sementara, organisasi jurnalis internasional menuding Rusia telah melakukan kejahatan perang lantaran menyasar para jurnalis yang bertugas.

Jurnalis dan fotografer Mask Levin (41), dilaporkan menghilang sejak meliput kondisi beberapa wilayah di dekat Kiev, ibukota Ukraina, Minggu (13/3/2022). Diduga, Levin ditawan oleh tentara Rusia ataupun menjadi korban penembakan.
Jurnalis dan fotografer Mask Levin (41), dilaporkan menghilang sejak meliput kondisi beberapa wilayah di dekat Kiev, ibukota Ukraina, Minggu (13/3/2022). Diduga, Levin ditawan oleh tentara Rusia ataupun menjadi korban penembakan. (Twitter/ Zaborona Media)

Baca juga: Jurnalis Rusia Diinterogasi 14 Jam Tanpa Tidur Gegara Protes di Stasiun TV Milik Pemerintah

Dilansir TribunWow.com dari The Guardian, Selasa (22/3/2022), kekhawatiran berkembang atas bahaya yang dihadapi oleh jurnalis yang meliput invasi Rusia ke Ukraina.

Apalagi setelah terdengar kabar hilangnya Levin sejak Minggu (13/3/2022).

Terakhir, Levin melaporkan bahwa ia sedang berada di distrik Vishgorod, bagian utara Kiev.

Levin saat itu telah mengabadikan potret warga sipil yang bertempur maupun yang mengungsi.

Menurut rekan sesama fotografer, Markiian Lyseiko, telepon Levin tidak berfungsi sejak dia mengirim pesan terakhirnya pagi itu.

Lyseiko menulis di akun Facebook pribadinya bahwa Levin sempat dihentikan ketika melakukan perjalanan lintas wilayah.

Dia pun yakin Levin mungkin telah terluka atau ditangkap oleh pasukan Rusia selama pertempuran sengit hari itu.

"Teman baik kami, jurnalis foto perang berbakat Maks Levin, telah hilang. Dia bertugas lapangan di zona pertempuran di luar Kiev pada 13 Maret. Sejak itu, tidak ada yang bisa melakukan kontak dengannya. Jika anda mengikuti perang ini, anda pasti telah melihat banyak karyanya,” cuit Illia Ponomarenko, reporter pertahanan untuk Kyiv Independent.

Kelompok kebebasan pers mengatakan bahwa Levin bukanlah jurnalis Ukraina pertama yang menghilang.

Komite Perlindungan Wartawan mengatakan dua wartawan lainnya, Oleh Baturyn dan Viktoria Roshchina, sebelumnya hilang tetapi telah dibebaskan oleh penculik mereka, yang diduga anggota angkatan bersenjata Rusia.

"Terlalu banyak jurnalis hilang saat meliput invasi Rusia ke Ukraina, dan semua pihak dalam konflik harus memastikan bahwa pers dapat bekerja dengan aman dan tanpa rasa takut akan penculikan," kata Gulnoza Said, koordinator program CPJ Eropa dan Asia Tengah.

Dalam pesan Facebook yang diposting oleh saudara perempuannya, yang tidak mengidentifikasi penculiknya, Baturyn mengatakan dia kekurangan air, sabun, dan pakaian bersih selama berhari-hari.

Reporters Without Borders (RSF) mengatakan bahwa menargetkan wartawan adalah kejahatan perang, dan mengatakan bahwa tiga wartawan lainnya telah diculik sejak invasi.

Seorang jurnalis, yang telah membantu media asing, dipukuli, disetrum dan menjadi sasaran eksekusi palsu saat berada dalam tahanan selama sembilan hari.

RSF mengatakan akan merujuk kasus Nikita, yang namanya diubah demi keamanannya, ke penyelidikan pengadilan kriminal internasional atas kejahatan perang.

"Nikita telah memberi kami kesaksian mengerikan yang menegaskan intensitas kejahatan perang yang dilakukan oleh tentara Rusia terhadap jurnalis," kata sekretaris jenderal RSF, Christophe Deloire.

"Menyampaikan kesaksiannya kepada jaksa ICC adalah yang paling tidak bisa kita lakukan untuk pemecah masalah muda yang berani ini."

Tiga wartawan tewas selama konflik, Brent Renaud, seorang pembuat film Amerika, kameramen Irlandia Pierre Zakrzewski dan produser Ukraina Oleksandra Kuvshynova.

Awak berita televisi juga mengaku ditembak tentara Rusia, bahkan ketika mereka telah mengidentifikasi diri mereka sebagai jurnalis.

Hal ini memicu spekulasi bahwa mereka telah sengaja dijadikan sasaran pihak Rusia.

Pada hari Senin, Mstyslav Chernov, seorang videografer Associated Press Ukraina, menerbitkan kisah mengerikan tentang pengalamannya sebagai salah satu jurnalis internasional terakhir di kota Mariupol.

Dia mengatakan bahwa pasukan Rusia telah berusaha untuk menemukannya.

"Impunitas adalah tujuan kedua. Tanpa informasi yang keluar dari kota, tidak ada gambar bangunan yang dihancurkan dan anak-anak yang sekarat, pasukan Rusia dapat melakukan apa pun yang mereka inginkan. Jika bukan karena kita, tidak akan ada apa-apa," tutur Chernov.

"Itulah mengapa kami mengambil risiko seperti itu untuk dapat mengirimkan kepada dunia apa yang kami lihat, dan itulah yang membuat Rusia cukup marah untuk memburu kami."(TribunWow.com/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaUkrainaVolodymyr ZelenskyRusiaVladimir PutinJurnalisRumah Sakit JiwaSiberia
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved