Konflik Rusia Vs Ukraina
Samakan Diri dengan Tsar Rusia, Putin Bandingkan Ambisi Kuasai Ukraina dengan Perang Lawan Swedia
Presiden Rusia Vladimir Putin menyamakan dirinya dengan Kaisar Rusia, Tsar Peter the Great (Poytr I atau Peter yang Agung).
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
"Ya, ada saat-saat dalam sejarah negara kita ketika kita dipaksa untuk mundur, tetapi hanya untuk mendapatkan kembali kekuatan kita dan bergerak maju," imbuhnya.
Baca juga: VIDEO - Rusia Sebut Ukraina Siapkan Aksi Provokasi dengan Serangan Senjata Kimia
Baca juga: Inggris Sebut Putin Gunakan Taktik Mirip Hitler dalam Konflik Rusia-Ukraina, Ini Alasannya
Putin Diduga Ingin Kuasai Ukraina dan Moldova
Sebelumnya, kepala intelijen AS mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin masih berusaha mencapai tujuan militer di luar Ukraina timur setelah gagal merebut Kiev pada tahap awal perang.
Disebutkan bahwa tujuan Putin adalah untuk memperluas wilayahnya hingga mencaplok seluruh perbatasan laut Ukraina hingga Moldova.
Namun, presiden 69 tahun itu harus menghadapi adanya ketidakcocokan antara ambisinya dan kemampuan militer Rusia.
Dilansir TribunWow.com dari Aljazeera, Selasa (10/5/2022), direktur intelijen nasional AS Avril Haines, mengungkap hal tersebut kepada anggota parlemen AS.
Ia mengatakan pemindahan operasi militer Rusia ke wilayah Donbas Ukraina di timur hanya bersifat sementara.
"Kami menilai Presiden Putin sedang mempersiapkan konflik berkepanjangan di Ukraina di mana dia masih berniat untuk mencapai tujuan di luar Donbas," kata Haines, Selasa (10/5/2022).
"Kami menilai bahwa tujuan strategis Putin mungkin tidak berubah, menunjukkan bahwa dia menganggap keputusan pada akhir Maret untuk memfokuskan kembali pasukan Rusia di Donbas hanyalah perubahan sementara untuk mendapatkan kembali inisiatif setelah kegagalan militer Rusia untuk merebut Kiev."
Haines mengatakan intelijen AS telah menilai bahwa Putin ingin memperluas wilayah melintasi pantai Laut Hitam mungkin ke Transnistria, wilayah yang memisahkan diri dari Moldova yang didukung oleh Rusia.
Langkah seperti itu akan membantu Rusia mengamankan pasokan air ke Krimea, yang direbut dan dianeksasi pada 2014, dan berpotensi menghalangi akses Ukraina ke laut.
Haines mengatakan bahwa di awal invasi, Rusia ingin menguasai pasukan Ukraina dan dengan cepat merebut Kiev untuk mencegah AS dan NATO memberikan bantuan militer ke Ukraina.
"Rusia menghadapi lebih banyak perlawanan dari Ukraina daripada yang mereka harapkan, dan kinerja militer mereka sendiri mengungkapkan sejumlah tantangan internal yang signifikan, memaksa mereka untuk menyesuaikan tujuan militer awal mereka, mundur dari Kiev dan fokus pada Donbas," terang Haines.
Lantraran kedua pihak dalam konflik percaya bahwa mereka dapat membuat kemajuan militer, komunitas intelijen AS tidak melihat terjadinya jalur negosiasi yang layak ke depan setidaknya dalam jangka pendek.
"Sifat pertempuran yang tidak pasti, yang berkembang menjadi perang gesekan, dikombinasikan dengan kenyataan bahwa Putin menghadapi ketidakcocokan antara ambisinya dan kemampuan militer Rusia saat ini, kemungkinan berarti beberapa bulan ke depan dapat melihat kita bergerak ke arah yang lebih tidak terduga dan berpotensi adanya ekskalasi,” katanya.(TribunWow.com/Via)