Konflik Rusia Vs Ukraina
3 Bulan Konflik di Ukraina, Korban Jiwa Tentara Rusia Mirip Perang 9 Tahun Uni Soviet di Afghanistan
Pemerintah Inggris menyoroti tingginya korban jiwa para tentara Rusia yang gugur dalam konflik di Ukraina.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Intelijen Kementerian Pertahanan Inggris menyoroti tingginya jumlah korban tewas tentara Rusia yang berkonflik di Ukraina.
Konflik di Ukraina yang baru saja terjadi selama beberapa bulan disebut memakan korban jiwa yang mirip dengan konflik di masa lampau yang terjadi selama beberapa tahun.
Informasi ini disampaikan oleh Kemenhan Inggris lewat akun Twitter resmi mereka @DefenceHQ, Senin (23/5/2022).
Baca juga: Putin Dikabarkan Absen sejak Selasa, Media Oposisi Rusia Sebut Perannya Diganti Sosok Ini
Baca juga: Tak Percaya Rusia, Ukraina Tegas Menolak Gencatan Senjata jika Harus Korbankan Wilayah
Dikutip TribunWow.com dari Twitter @DefenceHQ, ada tiga poin yang disampaikan oleh Kemenhan Inggris.
Pertama adalah tentang korban jiwa. Dijelaskan, jumlah korban tewas tentara Rusia pada konflik di Ukraina yang baru terjadi selama tiga bulan, mirip dengan perang yang dilakukan oleh Uni Soviet di Afghanistan selama sembilan tahun.
Pada poin kedua, dijelaskan oleh Kemenhan Inggris alasan tingginya jumlah tentara Rusia yang tewas.
Alasan tersebut di antaranya adalah taktik perang yang digunakan berlevel rendah, minimnya bantuan udara dan fleksibilitas.
Kemudian disebut terjadi kesalahan terus menerus dalam operasi militer yang dilakukan oleh Rusia.
Selanjutnya pada poin ketiga, Kemenhan Inggris menyebut semakin tinggi kemungkinan masyarakat di Rusia menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap operasi militer spesial yang dilakukan oleh presiden Rusia Vladimir Putin.
Di sisi lain, seorang pria asal Plymouth, Inggris bernama Andrew (35) merasa telah dimanipulasi agar membantu tentara Ukraina di garis depan memerangi pasukan militer Rusia.
Andrew mengaku, awalnya ia pergi menjadi relawan ke Ukraina untuk mengobati para warga sipil bukan untuk berperang.
Meskipun sempat bergabung dengan pasukan militer Inggris, Andrew sendiri tidak memiliki pengalaman langsung bertarung di medan perang.
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, selama di Inggris, Andrew bekerja sebagai kuli proyek.
Baca juga: Sebut Penolakan Barat Jadi Akar Perang Rusia dan Ukraina, Politisi Jerman: AS Menertawakan Kami
Ia pergi meninggalkan istri, anak, dan pekerjaannya karena berniat membantu warga sipil di Ukraina.
"Saya tidak di sana untuk berperang, jadi saya menyerah," ungkap Andrew saat diwawancarai rt.
Andrew bercerita awalnya ia melihat berita tentang konflik antara Ukraina dan Rusia pada bulan Maret dan terpanggil untuk datang membantu karena ada kesan pemerintah Ukraina meminta tolong kepada orang-orang.
Selama di Ukraina, Andrew beberapa kali sempat bertugas untuk membantu pengungsi.
Namun pada akhirnya ia diminta untuk bertarung di garis depan bersama tentara sukarelawan dari negara-negara lain.
"Saya merasa sedih," ujar Andrew.
"Saya merasa saya telah dibohongi," katanya.
Andrew mengaku ia merasa ditipu oleh media-media barat yang memberitakan konflik di Ukraina.
Bahkan Andrew tak menampik karena beredarnya berita banyak orang berdatangan ingin membantu di Ukraina, dirinya sempat mengira perjalanan ke Ukraina akan berlangsung mudah.
Setelah tiba di Ukraina, Andrew sempat ditempatkan di beberapa tempat di dalam bangunan karena alasan keamanan.
Awalnya ia ditempatkan di Lviv, lalu Yavoriv hingga akhirnya di Bucha.
Andrew mengaku mulai berinteraksi dengan warga sipil Ukraina di Bucha pada awal April lalu.
Di sana ia diberikan tugas untuk memasak dan mendistribusikan makanan kepada warga.
Setelah beberapa saat membantu warga di Bucha, Andrew dan rekan-rekannya dibawa ke Nikolaev, sebuah daerah yang ternyata berada di garis depan.
Andrew tak menyangka dirinya akan langsung berhadapan dengan tentara Rusia di Nikolaev.
Seusai ditempatkan di Nikolaev, lengan Andrew tertembak saat konflik terjadi.
Ketika para tentara Rusia datang, Andrew menyerah dengan cara tidur di tanah, ia mengangkat tangannya hingga akhirnya seorang tentara Rusia menariknya ke sebuah lubang.
Di sana, tentara Rusia tersebut mengobati luka Andrew.
"Tentara Rusia yang memberikan saya pertolongan menyelamatkan nyawa saya. Peluru memotong arteri saya sehingga saya berdarah," kata Andrew.
Andrew bercerita, dirinya bahkan sempat ditawari rokok oleh tentara Rusia tersebut, sebelum akhirnya Andrew dibawa ke Donbass untuk perawatan lebih lanjut.
Selama ditahan oleh tentara Rusia, Andrew mengaku diperlakukan dengan baik.
"Saya menerima perawatan medis setiap hari, diberi makan tiga kali sehari, saya mendapat minuman, teh, kopi, semua yang saya butuhkan," kata Andrew. (TribunWow.com/Anung/Via)