Konflik Rusia Vs Ukraina
Akui Rusia sempat Ingin Gabung NATO, Putin Sebut Sengaja Dihalangi AS, Ada Konflik Kepentingan?
Rusia membantah tudingan bahwa pihaknya menolak ketika pernah ditawari bergabung dengan NATO.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Rusia membantah tudingan bahwa pihaknya menolak ketika pernah ditawari bergabung dengan NATO.
Berlawanan dengan pernyataan petinggi AS, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan negaranya dihalang-halangi untuk masuk dalam aliansi tersebut.
Bahkan, hingga kini aliansi yang diikuti puluhan negara Eropa itu dianggap sebagai ancaman bagi Rusia.
Baca juga: Kadyrov Nyatakan Rusia Perang Lawan NATO di Ukraina, Sebut Pengabdi Setan dan Tuntut Permintaan Maaf
Baca juga: Tak Gubris Rusia, Finlandia dan Swedia Resmi Daftar Keanggotaan NATO meski Ditentang Turki
Dilansir TribunWow.com dari media Rusia RT, Jumat (20/5/2022), Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan penolakan Rusia itu saat tampil di acara TV The Late Show.
Kepada pembawa acara televisi Stephen Colbert, ia menyebut Rusia memutuskan tidak ingin bergabung dengan NATO saat mendapat kesempatan pada 1990-an.
Padahal sebelumnya, para pejabat Rusia, termasuk Putin, telah menyatakan bahwa upaya negara mereka untuk bergabung dengan blok itu dihalangi oleh Barat.
Ketika itu, Blinken menyinggung soal Rusia dengan mengacu pada aplikasi keanggotaan yang dikirim Finlandia dan Swedia ke NATO minggu ini.
"Dia (Putin) ingin mencegah NATO menjadi lebih besar dengan Ukraina. Sekarang sebenarnya dengan Finlandia dan dengan Swedia," kata Blinken, Kamis (19/5/2022).
Colbert kemudian mengutip pendapat Paus Fransiskus bahwa ekspansi NATO di Eropa sebagian menjadi penyebab krisis di Ukraina, tetapi dibantah oleh Blinken.
"NATO adalah aliansi pertahanan," beber Blinken.
"NATO tidak memiliki niat agresif terhadap Rusia. NATO tidak pernah menyerang Rusia, tidak akan menyerang Rusia, dan tidak bermaksud untuk menyerang Rusia."
Tuan rumah kemudian menyarankan apa yang disebutnya 'ide gila' bahwa Rusia kemudian harus diizinkan untuk bergabung dengan NATO juga.
Untuk itu, Blinken mengatakan bahwa di tahun 1990-an hal ini sebenarnya sudah banyak dibicarakan orang.
"Yah, orang-orang Rusia memutuskan bukan itu yang ingin mereka lakukan,” tambahnya.
Klaim yang sama bahwa Rusia memiliki kesempatan untuk menjadi anggota NATO tetapi menolak untuk melakukannya telah dibuat oleh sejumlah pejabat AS, termasuk mantan Presiden AS Bill Clinton.
"Ya, NATO berkembang meskipun ada keberatan dari Rusia, tetapi ekspansi lebih dari sekadar hubungan AS dengan Rusia," tulis mantan pemimpin AS itu dalam tanggapannya.
"(AS)membiarkan pintu terbuka untuk keanggotaan akhirnya Rusia di NATO."
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengomentari artikel Clinton secara lebih definitif.
"Saya tahu pasti bahwa pihak Amerika telah berulang kali berbicara tentang ketidakmungkinan keanggotaan seperti itu. Secara de facto, dikatakan bahwa pintu-pintu sebaliknya tertutup, karena pada dasarnya tidak mungkin," ujar Peskov.
Adapun pada bulan Februari, Putin mengingat kunjungan Clinton ke Moskow pada tahun 2000.
Ia kemudian bertanya kepada tamunya bagaimana reaksi AS jika Rusia meminta keanggotaan dalam aliansi NATO.
"Reaksi atas pertanyaan saya sangat tertahan," katanya.
Baca juga: Kerahkan 15 Ribu Tentara di Perbatasan Rusia, Latihan Militer NATO Dinilai Ancam Kemananan Moskow
Baca juga: Sebut Ironis, China Ungkap Pasukan NATO akan Dikerahkan Dekat Rusia setelah Finlandia Bergabung
Menhan AS Tak Yakin Rusia Berani Lawan NATO
Amerika Serikat tidak yakin bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin memiliki keinginan untuk melawan NATO.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin menilai Rusia bukanlah tandingan bagi aliansi gabungan tersebut.
Ia menyebut Putin sebenarnya tidak ingin ada gesekan dengan negara-negara NATO.
Dilansir TribunWow.com dari Daily Mail, Rabu (11/5/2022), Austin memberikan pandangannya kepada anggota parlemen selama sidang kongres AS.
Saat ditanya apa yang akan terjadi jika Putin memutuskan untuk menyerang negara anggota NATO, Austin mengaku sangsi.
Ia yakin Rusia tak akan memulai perang dengan aliansi NATO yang terdiri dari gabungan puluhan negara.
"Ketika anda melihat kalkulus Putin, menurut pandangan saya, Rusia tidak ingin mengambil alih aliansi NATO," kata Austin kepada anggota Subkomite Pertahanan Alokasi DPR.
Menurut Austin, Rusia saat ini tengah mengonsentrasikan pasukan di Ukraina.
Meski memiliki kekuatan militer yang besar, Rusia tetap akan kewalahan jika juga harus menghadapi NATO.
Hal ini mengingat pasukan gabungan NATO memiliki jumlah yang begitu besar dengan persenjataan paling lengkap dan mutakhir.
"Dia memiliki sejumlah pasukan yang ditempatkan di perbatasan Ukraina. Dan dia memiliki beberapa di Belarus dan masih memiliki beberapa di sana," kata Austin.
"Tapi ada 1,9 juta pasukan di NATO. NATO juga memiliki kemampuan paling canggih dari aliansi mana pun di dunia, dalam hal pesawat terbang, shups, jenis persenjataan yang digunakan pasukan darat."
"Jadi ini pertarungan yang sebenarnya tidak dia inginkan," pungkasnya.
Diketahui, tiga bulan setelah invasi Rusia, Moskow pekan ini dilaporkan meluncurkan rudal hipersonik di kota pelabuhan Odesa.
Tetapi tujuan Putin untuk merebut ibu kota Kyiv telah gagal dan dia malah terpaksa memusatkan mesin perangnya di wilayah Donbas timur.
Namun pada kesempatan yang sama, Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley juga mengatakan penggunaan senjata hipersonik Rusia tidak memiliki efek yang benar-benar signifikan atau mengubah permainan.
Ia tampaknya menilai serangan Rusia saat ini belum menjadi ancaman global.(TribunWow.com/Via)