Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Kembali Evakuasi Warga Ukraina di Pabrik Baja Azovtal, Sekjen PBB: Mengeluarkan Orang dari Neraka

PBB berencana menggelar operasi ketiga untuk mengevakuasi warga sipil dari Mariupol, Ukraina, yang dijadwalkan pada hari ini, Jumat (6/5/2022).

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Rekarinta Vintoko
AFP/ Sergei Supinsky
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres tiba di Ukraina dan melakukan kunjungan ke kota-kota yang hancur diduga menjadi sasaran kejahatan perang Rusia, Kamis (28/4/2022). Terbaru, PBB akan gelar evakuasi ketiga bagi warga Mariupol di pabrik baja Azovtal, Jumat (6/5/2022). 

TRIBUNWOW.COM - PBB berencana menggelar operasi ketiga untuk mengevakuasi warga sipil dari Mariupol, Ukraina, yang dijadwalkan pada hari ini, Jumat (6/5/2022).

Pasalnya, pertempuran dilaporkan telah meningkat dalam perebutan pabrik baja Azovtal sebagai pertahanan terakhir Ukraina di Mariupol.

Sekitar 200 warga sipil juga diyakini bersembunyi di bunker di pabrik.

Penampakan kompleks pabrik baja Azovtal yang terletak di wilayah kota Mariupol, Ukraina.
Penampakan kompleks pabrik baja Azovtal yang terletak di wilayah kota Mariupol, Ukraina. (Website azovstal.metinvestholding.com/ru)

Baca juga: Hacker Rusia Pro Putin Ancam Matikan Ventilator RS di Inggris Gara-gara Ini

Baca juga: Sebut Rusia Perlu Praktikkan Hukuman Ala Nazi, Tokoh Ini Peringatkan Penentang Invasi ke Ukraina

Dilansir TribunWow.com dari BBC, Jumat (6/5/2022), Sekjen PBB Antonio Guterres berperan penting dalam evakuasi tersebut.

Ia secara pribadi datang ke Moskow untuk membujuk Presiden Rusia Vladimir Putin agar mengizinkan diadakannya koridor kemanusiaan.

"Segala sesuatu harus dilakukan untuk mengeluarkan orang dari neraka ini," kata Gutterres.

Guterres mengatakan operasi ketiga untuk mengevakuasi warga sipil dari kota sedang berlangsung dan akan tiba di kota pada hari Jumat.

Sementara, Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk mengatakan di media sosial bahwa ini akan terjadi sekitar tengah hari.

Sedikitnya 20 anak-anak diperkirakan termasuk di antara warga sipil yang tersisa di pabrik baja.

Mereka dikhawatirkan tak akan bisa bertahan lebih lama lantaran persediaan makanan dan air berkurang dengan cepat.

Adapun pabrik baja Azovtal adalah kompleks industri yang dirancang selama Perang Dingin untuk berfungsi sebagai bunker nuklir dan memiliki jaringan terowongan jauh di bawah tanah.

Sebelumnya, pada hari Minggu (1/5/2022) sekelompok awal warga sipil berhasil dievakuasi dari pabrik itu.

Rekaman menunjukkan sebagian besar wanita dan anak-anak dibantu untuk berjalan di atas tumpukan puing-puing, dan naik bus dengan jendela yang hilang.

Terkait hal tersebut, Putin mengatakan pasukannya siap memberikan jalan yang aman bagi warga sipil, tetapi para pejuang Ukraina harus menyerah.

Ia juga telah menyatakan kemenangan di Mariupol, memerintahkan pasukannya untuk menutup kompleks industri tersebut.

Namun pasukan Ukraina yang tersisa di dalam pabrik, para pejuang dari resimen Azov, beberapa marinir, penjaga perbatasan dan polisi, mengatakan serangan Rusia terus berlanjut.

Dalam pidatonya semalam, Presiden Ukraina Zelensky juga mengatakan bahwa penembakan Rusia dan upaya untuk merebut kendali pabrik baja sedang berlangsung.

"Bayangkan saja neraka ini. Dan ada anak-anak! Lebih dari dua bulan penembakan terus-menerus, pengeboman, kematian terus-menerus di dekatnya," kata Zelensky.

Resimen Azov merilis rekaman drone yang menunjukkan ledakan di pabrik baja, tetapi tanggal rekaman tidak dapat diverifikasi.

Sebelumnya pada hari Kamis Sviatoslav Palamar, seorang komandan resimen Azov, mengatakan bahwa para pembela Ukraina sedang berperang pertempuran berdarah yang sulit karena pasukan Rusia yang berhasil memasuki bagian dari kompleks tersebut.

Tetapi Kremlin membantah pasukannya telah mencoba menyerbu pabrik dan bersikeras bahwa koridor kemanusiaan dibuka sebagai bagian dari gencatan senjata tiga hari yang dimulai pada hari Kamis.

Rusia melancarkan invasi ke Ukraina 10 minggu lalu tetapi belum mendapatkan kendali penuh atas kota-kota besar Ukraina.

Baca juga: Warga Mariupol Berhasil Dievakuasi setelah Lama Terjebak di Pabrik Azovtal yang Dikepung Rusia

Baca juga: Berencana Kirim Bom 3 Ton, Rusia Serang Pabrik Baja Azovtal Tempat Ribuan Warga Ukraina Berlindung

Perdebatan Sengit Menlu Putin dan Sekjen PBB

Sekretaris Jenderal Antonio Guterres melakukan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov di Moskow, Selasa (26/4/2022).

Keduanya membahas mengenai kemungkinan perdamaian antara Rusia dan Ukraina yang berkonflik.

Juga mengenai negosiasi yang terhenti serta ketidakpuasan Rusia kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Adapun, pertemuan itu dilakukan sebelum Guterres nantinya berunding langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dilansir Sky News, Lavrov menyatakan invasi ke Ukraina adalah seruan peringatan yang berbahaya bagi PBB.

Ia juga menuduh PBB berusaha mencoret aturan dasar dari piagamnya sendiri.

"Organisasi ini dibuat atas dasar persamaan kedaulatan negara," tambah Lavrov dikutip TribunWow.com, Rabu (27/4/2022).

Guterres menjawab bahwa pihaknya memahami Rusia memiliki sejumlah keluhan mengenai hubungan dengan negara tetangganya.

Namun ia mengingatkan kesalahan Rusia yang jelas-jelas melakukan penyerangan ke Ukraina.

"Ada satu hal yang benar dan jelas dan tidak ada argumen yang dapat berubah," kata Guterres.

"Tidak ada pasukan Ukraina di wilayah Federasi Rusia, tetapi pasukan Rusia berada di wilayah Ukraina."

Dia juga membantah tuduhan Lavrov tentang pelanggaran piagam PBB.

Sebelumnya, Guterres menekankan prioritasnya adalah meminimalkan krisis kemanusiaan di Ukraina dan menyerukan gencatan senjata sesegera mungkin.

Selama komentar awal, Guterres mengatakan ada interpretasi berbeda tentang apa yang terjadi di Ukraina.

"Tapi itu tidak membatasi kemungkinan untuk melakukan dialog yang sangat serius untuk meminimalkan penderitaan manusia," tambahnya.

Ia mendesak diadakannya koridor kemanusiaan di Mariupol yang diinisiasi melalui kerjasama PBB dan Komite Internasional Palang Merah, bersama dengan pasukan Rusia dan Ukraina.

Selain itu, PBB menyatakan siap memasok logistik dan sumber daya untuk warga yang terjebak.

Terkat desakan untuk perundingan damai, Lavrov mengatakan Rusia akan mempertimbangkan.

Namun, ia menolak adanya mediator atau upaya mediasi dengan Ukraina.

Pasalnya, Ukraina masih belum memberikan jawaban mengenai proposal yang diajukan oleh Rusia.

"Jika ada memiliki ide-ide menarik kami siap untuk mendengarkan mereka," kata Lavrov dilansir TASS, Selasa (26/4/2022).

"Para perunding Ukraina tidak berbicara tentang mediasi seperti pada tahap pembicaraan sebelumnya. Saya pikir terlalu dini untuk berbicara tentang mediator pada tahap ini."

"Kami ingin mendapatkan jawaban atas versi terakhir dari draf dokumen, yang kami serahkan 10-12 hari yang lalu, dan yang tidak dilaporkan oleh negosiator Ukraina kepada presiden mereka."

Namun, pembicaraan dengan Ukraina tentang mengizinkan warga sipil meninggalkan Mariupol tidak mungkin dilanjutkan.

Lavrov mengatakan itu adalah gerakan teatrikal dari Ukraina yang mungkin menginginkan adegan lain yang menyayat hati seperti halnya di Bucha.

"Jika kita berbicara tentang sikap serius untuk bekerja sebagai bagian dari pembicaraan, mereka lebih baik menjawab proposal kita sesegera mungkin," tegas Lavrov.

"Kami mendukung solusi yang dinegosiasikan. Anda tahu bahwa segera setelah Zelensky mengusulkan pembicaraan pada awal Maret, kami setuju."

"Tetapi cara delegasi Ukraina berperilaku dalam pembicaraan, cara Zelensky sendiri bertingkah, menolak untuk mengkonfirmasi bahwa mereka menerima proposal baru kami seminggu lalu, tentu saja, mengecewakan."

"Mereka tampaknya tidak terlalu tertarik melakukan perundingan (damai)," pungkasnya. (TribunWow.com/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaRusiaUkrainaVladimir PutinVolodymyr ZelenskyMariupolPBB
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved