Konflik Rusia Vs Ukraina
AS Tuduh Putin Berbuat Brutal dan Bejat di Ukraina hingga Singgung soal Penembakan, Ini Alasannya
Pemerintah AS menuding Presiden Rusia Vladimir Putin telah melakukan sejumlah perbuatan amoral selama melakukan invasi Ukraina.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Keduanya membahas mengenai kemungkinan perdamaian antara Rusia dan Ukraina yang berkonflik.
Juga mengenai negosiasi yang terhenti serta ketidakpuasan Rusia kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Adapun, pertemuan itu dilakukan sebelum Guterres nantinya berunding langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dilansir Sky News, Lavrov menyatakan invasi ke Ukraina adalah seruan peringatan yang berbahaya bagi PBB.
Ia juga menuduh PBB berusaha mencoret aturan dasar dari piagamnya sendiri.
"Organisasi ini dibuat atas dasar persamaan kedaulatan negara," tambah Lavrov dikutip TribunWow.com, Rabu (27/4/2022).
Guterres menjawab bahwa pihaknya memahami Rusia memiliki sejumlah keluhan mengenai hubungan dengan negara tetangganya.
Namun ia mengingatkan kesalahan Rusia yang jelas-jelas melakukan penyerangan ke Ukraina.
"Ada satu hal yang benar dan jelas dan tidak ada argumen yang dapat berubah," kata Guterres.
"Tidak ada pasukan Ukraina di wilayah Federasi Rusia, tetapi pasukan Rusia berada di wilayah Ukraina."
Dia juga membantah tuduhan Lavrov tentang pelanggaran piagam PBB.
Sebelumnya, Guterres menekankan prioritasnya adalah meminimalkan krisis kemanusiaan di Ukraina dan menyerukan gencatan senjata sesegera mungkin.
Selama komentar awal, Guterres mengatakan ada interpretasi berbeda tentang apa yang terjadi di Ukraina.
"Tapi itu tidak membatasi kemungkinan untuk melakukan dialog yang sangat serius untuk meminimalkan penderitaan manusia," tambahnya.
Ia mendesak diadakannya koridor kemanusiaan di Mariupol yang diinisiasi melalui kerjasama PBB dan Komite Internasional Palang Merah, bersama dengan pasukan Rusia dan Ukraina.
Selain itu, PBB menyatakan siap memasok logistik dan sumber daya untuk warga yang terjebak.
Terkat desakan untuk perundingan damai, Lavrov mengatakan Rusia akan mempertimbangkan.
Namun, ia menolak adanya mediator atau upaya mediasi dengan Ukraina.
Pasalnya, Ukraina masih belum memberikan jawaban mengenai proposal yang diajukan oleh Rusia.
"Jika ada memiliki ide-ide menarik kami siap untuk mendengarkan mereka," kata Lavrov dilansir TASS, Selasa (26/4/2022).
"Para perunding Ukraina tidak berbicara tentang mediasi seperti pada tahap pembicaraan sebelumnya. Saya pikir terlalu dini untuk berbicara tentang mediator pada tahap ini."
"Kami ingin mendapatkan jawaban atas versi terakhir dari draf dokumen, yang kami serahkan 10-12 hari yang lalu, dan yang tidak dilaporkan oleh negosiator Ukraina kepada presiden mereka."
Namun, pembicaraan dengan Ukraina tentang mengizinkan warga sipil meninggalkan Mariupol tidak mungkin dilanjutkan.
Lavrov mengatakan itu adalah gerakan teatrikal dari Ukraina yang mungkin menginginkan adegan lain yang menyayat hati seperti halnya di Bucha.
"Jika kita berbicara tentang sikap serius untuk bekerja sebagai bagian dari pembicaraan, mereka lebih baik menjawab proposal kita sesegera mungkin," tegas Lavrov.
"Kami mendukung solusi yang dinegosiasikan. Anda tahu bahwa segera setelah Zelensky mengusulkan pembicaraan pada awal Maret, kami setuju."
"Tetapi cara delegasi Ukraina berperilaku dalam pembicaraan, cara Zelensky sendiri bertingkah, menolak untuk mengkonfirmasi bahwa mereka menerima proposal baru kami seminggu lalu, tentu saja, mengecewakan."
"Mereka tampaknya tidak terlalu tertarik melakukan perundingan (damai)," pungkasnya. (TribunWow.com/Anung/Via)