Konflik Rusia Vs Ukraina
Nilai AS Perparah Konflik Rusia-Ukraina, Korea Utara Sebut Joe Biden Kakek Tua yang Ceroboh
Media pemerintah Korut menilai AS adalah dalang yang semakin memperburuk konflik antara Rusia dan Ukraina.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Komentar pedas dilontarkan oleh media pemerintah Korea Utara (Korut) terkait isu konflik antara Rusia dan Ukraina.
Negara pimpinan Kim Jong Un itu menilai Amerika Serikat (AS) sebagai provokator yang semakin memperburuk situasi konflik antara Rusia dan Ukraina.
Bahkan media pemerintah Korut tersebut menyebut Presiden AS Joe Biden sebagai kakek tua yang ceroboh.

Baca juga: Eks Presiden AS Bill Clinton Akui Pernah Persilakan Putin Bergabung ke NATO
Baca juga: Rusia Curiga Mayat Tentaranya Dimanfaatkan Intelijen Ukraina untuk Taktik Provokasi
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, pernyataan ini disampaikan oleh kantor berita milik pemerintah Korut yakni Korean Central News Agency (KCNA).
Korut menyoroti bagaimana AS berusaha untuk mendiskreditkan Rusia dalam konflik ini.
KCNA lalu mengungkit bagaimana AS telah membunuh jutaan orang tak bersalah di Afghanistan hingga Irak.
Kemudian KCNA mengungkit momen Biden menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai penjahat perang dan tak bisa dibiarkan berkuasa.
"Memanggil kepala negara lain sebagai seorang penjahat perang dan diktator pembunuh tanpa alasan yang jelas adalah sebuah penghinaan terhadap negara lain dan pelanggaran nyata terhadap kedaulatan," ujar KCNA.
KCNA lalu menyatakan Biden mengucapkan hal tersebut karena pikun dan ceroboh.
"Ucapannya yang sembrono menunjukkan kecerobohan seorang kakek tua yang pikun," tulis KCNA.
Biden sendiri diketahui saat ini telah berusia 79 tahun.
KCNA lalu menyindir bagaimana masa depan AS berada di tangan seseorang ynag begitu lemah.
Selanjutnya KCNA mengomentari bagaimana sanksi yang diberikan oleh AS kepada Rusia justru pada akhirnya akan merugikan AS sendiri.
Sementara itu, media Rusia Radio Sputnik mengulas tentang kesehatan Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Dikatakan bahwa presiden 79 tahun itu mengalami penurunan kemampuan kognitif secara signifikan.
Hal ini menyebabkan Biden memiliki masalah mental yang bisa mengancam pertahanan nasional.
Dilansir TribunWow.com, Kamis (7/4/2022), kabar ini diklaim telah disampaikan oleh mantan staf dokter Gedung Putih, Ronnie Jackson.
Ia mengatakan penurunan kemampuan kognitif Presiden AS Joe Biden merupakan ancaman bagi keamanan nasional.
"Saya tidak mencoba untuk membuat diagnosis, tetapi saya pikir seluruh dunia melihat bahwa dia memiliki beberapa masalah mental," kata Jackson saat bercara kepada saluran TV One America News.
"Saya pikir sesuatu yang jelas terjadi padanya, ini adalah masalah keamanan nasional."
Jackson menyoroti fakta bahwa Biden baru-baru ini secara terbuka menunjukkan perilaku yang kurang pantas.
Menurut dokter, saat ini, ketika ada kemungkinan konflik langsung dengan Rusia, Presiden AS seharusnya sadar dan memahami sepenuhnya apa yang terjadi.
Dia juga mencatat bahwa Biden harus mengikuti tes untuk fungsi kognitif otak dan mempublikasikan hasilnya.
Hal ini menyusul berita tentang insiden pada bulan Februari di mana Joe Biden diduga telah menghina seorang jurnalis.
Sementara itu, sekitar 40 anggota Kongres dari Partai Republik mengiriminya surat yang merekomendasikan agar kemampuan kognitifnya diperiksa.
Penurunan kognitif tersebut juga terlihat dalam sejumlah pertemuan internasional di mana Joe Biden diklaim mengalami penurunan daya ingat.
Sebelumnya, Joe Biden kedapatan pernah lupa dengan nama mitranya, Perdana Menteri Australia Scott Morrison.
Momen ini terjadi saat AS, Australia dan Inggris mengumumkan pakta keamanan trilateral yang berfokus ke kawasan Asia-Pasifik dan disebut sebagai AUKUS pada Rabu (15/9/2021).
Ketika akan menyudahi acara, Biden menoleh ke Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, untuk mengucapkan rasa terima kasih atas keberhasilan terbentuknya kerja sama baru antara tiga negara itu, dilansir dari The Guardian pada Kamis (16/9/2021).
“Terima kasih, Boris,” kata Biden.
Kemudian, Biden terlihat ragu-ragu saat melihat ke layar televisi yang menayangkan Scott Morrison dalam tautan video.
“Dan saya ingin berterima kasih kepada orang itu,” ungkap Biden sambil menunjuk ke arah Scott Morrison.
“Terima kasih banyak sahabat, saya menghargai itu, Pak Perdana Menteri,” tambahnya.
Sementara, Scott Morrison langsung mengacungkan jempolnya kepada Biden sambil tersenyum sebagai bentuk tanggapannya.
Meskipun pada akhirnya Biden dapat menyebut nama PM Scott Morrison, tetapi hal itu dianggap sudah terlambat karena kesalahannya telah lebih dulu mendapat perhatian.
“Saya merasa terhormat hari ini untuk bergabung dengan dua sekutu terdekat, Australia dan Inggris, untuk meluncurkan fase baru kerja sama keamanan trilateral di antara negara-negara kita,” kata Biden.
“Seperti yang dikatakan Perdana Menteri Morrison dan Perdana Menteri Johnson, saya ingin berterima kasih atas kemitraan ini," tambahnya.
Baca juga: Rusia Klaim Serang Ukraina Justru untuk Cegah Bencana Nuklir dan Perang Dunia Ketiga
Baca juga: Jadi Bumerang Bagi Putin, Invasi Rusia ke Ukraina Justru Dorong Negara-negara Lain Gabung NATO
Joe Biden Klarifikasi Pidatonya soal Putin
Protes muncul dari berbagai pihak setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyampaikan sebuah pidato di Warsawa, Polandia, Sabtu (26/3/2022).
Biden mengatakan pada pidatonya bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tidak bisa lagi dibiarkan memegang kuasa.
Ucapan ini kemudian menuai kontroversi dan muncul pertanyaan apakah AS akan ikut berperan mengganti rezim Putin.
Dikutip TribunWow.com dari Sky News, informasi terbaru, Biden diketahui telah menjawab maksud dari perkataannya tersebut.
Seusai menghadiri acara keagamaan di gereja di Washington, seorang reporter bertanya kepada Biden.
Ia bertanya apakah Biden memang menyuarakan agar ada pergantian rezim di Rusia.
Biden kemudian menjawab singkat, "Tidak," kata Biden.
Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, pidato Biden ini bahkan menuai protes dari internal pemerintah AS sendiri.
Diplomat veteran AS, Richard Haass yang kini menjabat sebagai Presiden Dewan Hubungan Luar Negeri AS mengkritik keras ucapan Biden tersebut.
Ia menyebut ucapan Biden justru semakin memperkeruh suasana.
"Membuat situasi sulit semakin sulit dan situasi gawat semakin berbahaya," kata Haass.
Haass juga menyoroti bagaimana ucapan Biden tersebut berpotensi semakin memperpanjang durasi perang.
Di sisi lain, pidato Biden ini memeroleh apresiasi dari pemerintah Polandia.
"Presiden negara yang paling kuat di dunia datang ke Warsawa dan berbicara sangat jelas soal agresi Rusia," ujar Lukasz Jasina selaku juru bicara Kementerian Luar Negeri Polandia.
"(Biden) mengatakan kepada Rusia bahwa selalu ada waktu untuk mengganti seorang diktator," ujar Jasina mengutip pidato Biden.
Pidato Biden ini kemudian telah ditanggapi oleh pemerintah Rusia.
Juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin yakni Dmitry Peskov menyampaikan bukan wewenang AS untuk mencampuri urusan dalam negeri Rusia.
"Presiden Rusia dipilih oleh masyarakat Rusia," ujar Peskov, Sabtu (26/3/2022). (TribunWow.com/Anung/Via)