Konflik Rusia Vs Ukraina
Rusia Ancam Akhiri Perundingan Damai Buntut Peledakan di Belgorod, Ini Jawaban Ukraina
Konflik antara Rusia dan Ukraina makin memanas setelah ledakan dilaporkan terjadi di wilayah Belgorod.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Konflik antara Rusia dan Ukraina makin memanas setelah ledakan dilaporkan terjadi di wilayah Belgorod.
Akibat ledakan yang dituding diakibatkan Ukraina, Kremlin kini mengancam akan mengakhiri perundingan damai.
Namun, pihak Ukraina justru memberikan jawaban mengejutkan mengenai serangan tersebut.

Baca juga: Pesawat Nuklir AS Terbang di Langit Rusia, Beri Peringatan Putin yang sempat Ancam Swedia
Baca juga: Tak Hanya Sita 14 Ton Bantuan Kemanusiaan, Rusia Juga Cegat Bus Pengungsi Ukraina
Dilansir TribunWow.com dari Daily Mail, Jumat (1/4/2022), dua helikopter diberitakan terbang 25 mil melewati perbatasan Rusia dan menembakkan roket ke gudang minyak Belgorod.
Insiden itu menyebabkan ledakan dan kobaran api yang begitu besar pagi ini.
Gubernur regional Vyacheslav Gladkov mengatakan helikopter terbang di ketinggian rendah ke Belgorod di mana mereka menembakkan roket S-8 ke depot Roseneft.
Beberapa bangunan di dekatnya juga dilaporkan terkena serangan.
Ada kekhawatiran bahwa insiden itu adalah operasi bendera palsu (false flag) Rusia untuk membenarkan eskalasi konflik.
Atau juga sebagai alasan menghentikan pembicaraan damai dengan melakukan serangan di dalam wilayahnya sendiri.
Namun Ukraina kini menolak untuk menyangkal serangan udara pertama yang menargetkan tanah Rusia sejak Perang Dunia II itu.
Juru bicara kementerian Ukraina Oleksandr Motuzyanyk mengatakan pihaknya tengah melakukan operasi bertahan.
Karenanya, Ukraina tak membenarkan atau menyangkal tudingan penyerangan tersebut.
Hanya saja, ia menakankan bahwa Ukraina tak selalu bertanggung jawab atas serangan yang terjadi di Rusia.
"Ukraina saat ini sedang melakukan operasi defensif terhadap agresi Rusia di wilayah Ukraina, dan ini tidak berarti bahwa Ukraina bertanggung jawab atas setiap bencana di wilayah Rusia. Saya tidak akan mengkonfirmasi atau menyangkal tuduhan ini," kata Motuzyanyk.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Dmytro Kuleba memperlihatkan sikap serupa.
"Saya tidak dapat mengkonfirmasi atau menolak klaim bahwa Ukraina terlibat dalam hal ini hanya karena saya tidak memiliki semua informasi militer," ujar Dmytro Kuleba.
Karena penyerangan tersebut, Rusia mengancam akan keluar dari perundingan damai.
"Tentu saja, ini bukan sesuatu yang dapat dianggap menciptakan kondisi yang nyaman untuk kelanjutan negosiasi," ujar juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.
Ledakan tersebut terekam dalam video yang dibagikan di media sosial.
Tampaknya, ledakan itu terjadi pada pukul 05.43 waktu setempat, diikuti oleh helikopter yang terbang menjauh dari kobaran api.
Pada hari Selasa, (29/4/2022), rekaman serupa muncul memperlihatkan ledakan besar di Belgorod, di lokasi yang diduga gudang senjata.
Gudang itu awalnya diyakini terkena rudal Ukraina.
Namun, para analis kemudian menyimpulkan bahwa ledakan itu kemungkinan disebabkan oleh kesalahan manusia, bukan serangan yang disengaja.
Jurnalis Ukraina Yuriy Butusov mengklaim bahwa gudang senjata itu dihancurkan oleh rudal balistik OTR-21 Tochka-U yang ditembakkan oleh brigade rudal ke-19 Ukraina, tetapi laporannya tidak dikonfirmasi oleh pejabat Ukraina.
Gladkov, membenarkan laporan ledakan itu dan mengatakan bahwa tidak ada warga Rusia yang terluka, tetapi menolak menjelaskan alasan ledakan itu.
"Ledakan terdengar di sekitar Belgorod dan wilayah Belgorod," kata Gladkov.
"Insiden itu terjadi di dekat desa Krasniy Oktyabr. Kepala desa berhubungan langsung dengan saya dan telah memberi saya semua informasi. Tidak ada korban atau cedera di antara penduduk."
"Saya akan memposting alasannya nanti," tambahnya.
Jika benar, serangan itu akan menjadi kedua kalinya Ukraina melewati perbatasan menyusul dugaan serangan rudal jarak jauh di pangkalan udara Millerovo bulan lalu.
Tapi seorang politisi Rusia mengklaim Kremlin sedang merencanakan gelombang serangan di kota-kotanya sendiri.
Serangan itu dimaksudkan sebagai operasi bendera palsu yang dipimpin oleh FSB untuk menyalahkan Ukraina guna membenarkan mobilisasi umum pasukan.
Ilya Ponomarev, (46), mengatakan dinas keamanan Rusia sedang bersiap untuk menargetkan pabrik kimia dan senjatanya sendiri yang dapat menyebabkan warga sipil tewas.
Baca juga: Tembak 3 Helikopter Mariupol, Rusia Berhasil Tangkap Perwira Intelejen Pertahanan Ukraina
Baca juga: Kadyrov Bagikan Video 6 Tentara Ukraina Minta Maaf dan Menyerah pada Rusia
Rusia Dituding Ledakkan Gedung Palang Merah
Pasukan Rusia dilaporkan telah menyerang fasilitas Palang Merah di kota Mariupol, Ukraina.
Hingga saat ini, belum jelas berapa korban jiwa yang muncul akibat serangan tersebut.
Selain itu, sejumlah petugas medis dan sejumlah wanita dikabarkan telah dibawa paksa tentara Rusia.
Dikutip TribunWow.com dari Daily Mail, Kamis (31/2/2022), kabar tersebut disampaikan ombudswoman Ukraina Lyudmyla Denisova dalam sebuah pernyataan.
"Di Mariupol, para penjajah membidik gedung Komite Internasional Palang Merah (ICRC)," kata Denisova.
Ia menambahkan bangunan yang ditandai dengan palang merah dan latar belakang putih justru menjadi sasaran pesawat dan artileri.
Seorang juru bicara ICRC mengkonfirmasi bahwa gambar yang beredar di media sosial dari sebuah bangunan yang hancur adalah gudang milik organisasinya di Mariupol.
Mereka menunjukkan sebuah bangunan dengan lubang besar di atap yang bertanda sebuah palang merah.
"Kami tidak memiliki tim di lapangan sehingga kami tidak memiliki informasi lain, termasuk potensi korban atau kerusakan," kata juru bicara itu, seraya menambahkan bahwa semua bantuan yang disimpan di sana telah didistribusikan.
Serangan itu terjadi sehari setelah ICRC mendesak Ukraina dan Rusia untuk menyepakati pengiriman bantuan dan evakuasi warga sipil yang aman dari kota di mana kebutuhan vital cepat habis.
Pasalnya, dikhawatirkan 160.000 orang masih terjebak di dalam kota.
Sementara itu, kantor walikota Mariupol mengklaim pasukan Putin telah menculik 70 wanita dan petugas medis dari rumah sakit bersalin dan membawa mereka ke Rusia.
Pihaknya menggambarkan kondisi Mariupol yang terlihat dalam video dari udara menunjukkan skala kehancuran yang tinggi dari kota pelabuhan berpenduduk 400.000 orang itu.
Melalui telegramnya, kantor walikota mengatakan lebih dari 20.000 penduduk kota telah dibawa ke Rusia berlawanan dengan keinginannya.
Di mana dokumen identitas mereka disita sebelum mereka dipindahkan ke kota-kota Rusia yang jauh.
"Lebih dari 70 orang, wanita dan petugas medis dari rumah sakit bersalin No. 2 dari distrik tepi kiri dibawa secara paksa oleh penjajah," kata kantor tersebut.
Informasi tersebut tidak dapat diverifikasi secara independen karena Mariupol telah dikepung selama sebulan dan dibombardir secara intens, dengan sebagian besar komunikasi terputus. (TribunWow.com/Via)