Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Meski Nyawanya Terancam, Jurnalis Rusia yang Protes saat Siaran Langsung Enggan Tinggalkan Negaranya

Staf penyiaran Marina Ovsyannikova, (43), yang membuat heboh lantaran melakukan aksi protes saat siaran langsung TV nasional Rusia kini mengaku takut.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
BBC.com
Jurnalis Channel 1, Marina Ovsyannikova meninggalkan gedung pengadilan di Moskow seusai membayar denda gara-gara protes di stasiun TV milik pemerintah Rusia. Terbaru, Marina Ovsyannikova enggan pergi dari Rusia meski nyawanya terancam. 

TRIBUNWOW.COM - Staf penyiaran Marina Ovsyannikova, (43), yang membuat heboh lantaran melakukan aksi protes saat siaran langsung TV nasional Rusia kini mengaku khawatir.

Dia merasa keselamatannya terancam, tetapi tetap tidak berencana untuk meninggalkan negara itu.

Ibu dua anak itu pun dijuluki sebagai 'wanita paling berani di televisi', karena terang-terangan menunjukkan penentangan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin.

Seorang wanita bernama Marina Ovsyannikova tiba-tiba mengganggu siaran langsung kantor berita milik pemerintah pada Senin (14/3/2022) malam.
Seorang wanita bernama Marina Ovsyannikova tiba-tiba mengganggu siaran langsung kantor berita milik pemerintah pada Senin (14/3/2022) malam. (YouTube Guardian News)

Baca juga: Didenda Rp 4 Juta, Ini Nasib Jurnalis Rusia yang Protes Tolak Perang saat Siaran Langsung

Baca juga: Rusia Balas Dendam Kenakan Sanksi pada 13 Pejabat AS, Mulai dari Joe Biden sampai Hillary Clinton

Dilansir TribunWow.com dari Daily Mail UK, Rabu (16/3/2022), Ovsyannikova mengaku prihatin setelah didenda £210 (sekitar Rp 4 juta) oleh pengadilan Rusia.

Namun ia menilai hal ini hanya sebagian kecil dari sejumlah hukuman menantinya.

"Saya benar-benar tidak merasa seperti pahlawan setelah melakukan aksi itu," ujar Ovsyannikova.

Ia rupanya melakukannya untuk membuka mata orang-orang termasuk ibunya sendiri yang katanya telah dipengaruhi oleh propaganda negara.

Menurut Ovsyannikova, aksi protes itu memiliki dua tujuan, yakni menunjukkan kepada seluruh dunia bahwa rakyat Rusia sejatinya menentang perang.

Selain itu, ia juga memiliki pesan untuk orang-orang Rusia yang telah disuapi dengan propaganda pemerintah.

"Jangan menjadi zombie seperti itu, jangan dengarkan propaganda ini, pelajari cara menganalisis informasi, belajar bagaimana menemukan sumber informasi lain, bukan hanya televisi pemerintah Rusia," tutur Ovsyannikova.

Akibat aksi penentangan yang dilakukan, Ovsyannikova ditahan dan dikenai denda oleh pemerintah.

Namun ia kini merasa terancam lantaran askinya tersebut viral hingga ke dunia internasional.

Hanya saja, Ovsyannikova merasa lega lantaran pesan yang dibawanya bisa tersampaikan secara luas.

"Saya prihatin dengan keselamatan saya, jika saya jujur. Saya percaya pada apa yang saya lakukan, tetapi sekarang saya memahami skala masalah yang harus saya tangani," beber Ovsyannikova.

Saat melakukan aksinya, Ovsyannikova rupanya sempat tidak yakin akan mampu melewati protes sampai saat-saat terakhir.

Apalagi, ia harus melewati beberapa lapisan keamanan agar dapat tampil di depan kamera sembari membawa kertas berisi tulisan penolakan perang.

"Itu benar-benar menakutkan, menakutkan bahkan bukan kata untuk itu," ujar Ovsyannikova.

"Saya tidak yakin apakah saya bisa melewatinya dengan benar sampai saat terakhir."

"Di Channel One dan program berita utama di negara ini, ada beberapa lapisan keamanan, dan tidak mudah untuk masuk ke studio."

"Dan ada anggota penegak hukum yang duduk tepat di depan studio yang memastikan bahwa insiden semacam ini tidak terjadi. Saya tidak akan merinci karena itu adalah celah dalam pengaturan keamanan Channel One."

Putin menggunakan saluran pemerintah untuk menyiarkan kabar mengenai kondisi Rusia saat ini.

Melalui siaran berita, pemerinya menyebut agresi ke Ukraina sebagai 'operasi militer khusus' alih-alih 'perang' atau 'invasi'.

Putin juga telah membantah adanya korban tewas, dan berusaha menggambarkan Ukraina sebagai agresor.

Ia juga menetapkan aturan baru dengan mengenakan hukuman 15 tahun penjara bagi siapa saja yang menentang.

Tapi Ovsyannikova memutuskan untuk melanggar hukum pada Senin malam, menyerbu ke siaran langsung Channel One yang dikendalikan negara sambil melambaikan tanda anti-perang.

Tindakan pembangkangan Ovsyannikova yang luar biasa terhadap Putin dengan cepat menjadi viral, memenangkan pujian dari para pemimpin dunia dan memicu seruan agar dia dinominasikan untuk Hadiah Nobel Perdamaian.

Tapi begitu dia ditangkap, ada ketakutan dia akan menghilang, seperti yang terjadi pada sejumlah kritikus Kremlin.

Baca juga: Ukraina Mulai Pakai Teknologi AI untuk Mengidentifikasi Wajah Tentara Rusia dan Korban Perang

Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-21, Adanya Harapan Damai hingga Intervensi Internasional Makin Rapat

Diinterogasi 14 Jam

Marina Ovsyannikova sempat menghilang selama beberapa jam seusai melakukan protes anti perang ketika Channel 1, stasiun TV milik pemerintah Rusia sedang melakukan siaran langsung pada Senin (14/3/2022) malam.

Marina sendiri merupakan jurnalis yang sudah beberapa tahun bekerja di Channel 1.

Publik sempat khawatir nyawa Marina terancam karena hilang tak ditemukan.

Dikutip TribunWow.com dari BBC.com, namun pada akhirnya Marina berhasil ditemukan dalam kondisi selamat.

Ketika keluar dari gedung pengadilan, Marina ditanyai alasan dirinya melakukan protes tersebut.

Marina lalu menjawab bahwa semua itu adalah inisiatif dari dirinya sendiri.

"Saya membuat keputusan ini sendirian karena saya tidak suka Rusia memulai invasi ini," ucapnya dalam bahasa Inggris saat diwawancarai media.

Marina juga mengaku sempat diinterogasi selama 14 jam.

"Saya tidak diperbolehkan untuk menghubungi keluarga dan teman saya," ungkapnya.

Marina mengatakan, dirinya juga tidak diperbolehkan untuk menghubungi pengacaranya.

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, Marina diketahui didenda sebesar 30 ribu roubles atau sekira Rp 4 juta.

Tetapi masih belum diketahui apakah Marina akan menerima hukuman lainnya yang lebih serius.

Kantor HAM Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah meminta kepada pemerintah Rusia untuk memastikan keamanan Marina terkait aksi kebebasan menyampaikan pendapat.

Seperti yang diketahui pada 4 Maret 2022 lalu, aksi yang mendiskreditkan pasukan Rusia, dan penyebaran berita bohong akan diancam hukuman penjara hingga 15 tahun.

Dalam foto yang beredar tampa Marina meninggalkan gedung pengadilan di Moskow setelah membayar denda.

Dikutip TribunWow.com dari BBC.com, sebelum ditangkap oleh polisi, Marina ternyata sempat merekam dirinya sendiri.

Di dalam video tersebut, Marina mengaku malu karena merasa harus menyebarkan propaganda pemerintah Rusia.

"Saya malu karena saya telah membiarkan diri saya untuk menceritakan kebohongan dari layar televisi. Saya malu membiarkan masyarakat Rusia berubah menjadi zombi," kata Marina.

Marina lalu mengajak agar masyarakat Rusia bersama-sama melakukan protes untuk menghentikan perang.

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, di dalam poster yang dibawa Marina juga terdapat gambar bendera Rusia dan Ukraina.

Berikut tulisan yang ada di poster tersebut:

"Hentikan perang. Jangan percaya propaganda. Mereka berbohong kepada mu di sini. Rusia menentang perang."

Selain membawa poster bertuliskan protes terhadap perang, Marina juga meneriakkan "Hentikan perang. Katakan tidak terhadap perang."

Marina sendiri diketahui merupakan karyawan di kantor berita tersebut dan kini telah ditahan.

Kanal berita Channel One diketahui memberitakan invasi Rusia sebagai operasi militer spesial untuk melakukan denazifikasi di Ukraina.(TribunWow.com/Via/Anung)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
RusiaUkrainaVladimir PutinMarina Ovsyannikova
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved