Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Hari Keenam Invasi Rusia ke Ukraina, Alun-alun Kota dan Pemukiman Warga di Kharkiv Hancur Total

Misil dan roket Rusia membombardir jantung Kharkiv, kota kedua terbesar di Ukraina.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
AFP/ Sergey Bobok
Puing alun-alun kota dan gedung pemerintahan kota Kharkiv, Ukraina yang hancur diserang misil Rusia, Selasa (1/3/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Misil dan roket Rusia membombardir jantung Kharkiv, kota kedua terbesar di Ukraina.

Penyerangan terjadi di alun-alun kota Kharkiv, Freedom Square (Ploshcha Svobody) yang menghancurkan gedung opera, gedung konser, dan kantor-kantor pemerintah di pusat kota timur laut.

Sedikitnya 20 orang termasuk seorang anak terluka, namun pihak berwenang masih terus berusaha mengklarifikasi jumlah korban tewas.

Suasana pasukan Ukraina menghalau pasukan militer Rusia di kompleks perumahan warga sipil di Kota Kharkiv.
Suasana pasukan Ukraina menghalau pasukan militer Rusia di kompleks perumahan warga sipil di Kota Kharkiv. (BBC.com)

Baca juga: Solusi Putin Atasi Anjloknya Ekonomi Rusia, Terapkan Langkah Darurat Lawan Sanksi Invasi Ukraina

Baca juga: Rusia Mengebom Rumah Sakit Bersalin di Kiev Ukraina, Berikut Kondisi para Pasien dan Bayinya

Dilansir Reuters, Selasa (1/3/2022), Kepala Pemerintahan Regional Kharkiv, Oleg Synegubov, serangan itu juga mengenai pemukiman warga dan gedung pemerintahan.

Disebutkan bahwa Rusia menggunakan rudal jelajah dan sistem roket GRAD.

"Serangan semacam itu adalah genosida rakyat Ukraina, kejahatan perang terhadap penduduk sipil!," seru Oleg Synegubov.

Serangan itu terjadi ketika presiden Ukraina mengatakan Rusia melakukan kejahatan perang.

"Ini adalah harga kebebasan," kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dilansir BBC, Selasa (1/3/2022).

"Ini adalah teror terhadap rakyat Ukraina. Tidak ada tentara militer di alun-alun, juga tidak ada pasukan di distrik pemukiman Kharkiv yang terkena tembakan artileri roket," tambahnya.

Rekaman video menunjukkan sebuah rudal menghantam gedung pemerintah setempat dan meledak, menyebabkan ledakan api besar dan menghancurkan jendela bangunan di sekitarnya.

Setidaknya satu orang dipastikan telah meninggal, yakni seorang mahasiswa India yang tinggal di kota tersebut.

Kharkiv telah mengalami penyerangan berat selama berhari-hari sejak invasi dimulai pada Kamis, (24/2/2022).

Pemerintah Ukraina menuduh Rusia mencoba mengepung Kharkiv dan kota-kota lain, termasuk ibu kota Kiev, di mana konvoi lapis baja besar Rusia semakin mendekat.

Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan dunia harus berbuat lebih banyak untuk menghukum Rusia atas serangan biadab di Freedom Squre dan lingkungan perumahan.

Ia menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan lebih banyak kejahatan perang dan membunuh warga sipil tak berdosa.

"Kemarin terjadi penembakan yang sangat intens di daerah pemukiman," kata Maria Avdeeva, pakar keamanan internasional yang saat ini berada di Kharkiv.

"Sebenarnya, ini adalah pertama kalinya Rusia dengan sengaja menargetkan rumah-rumah dengan orang-orang yang tinggal di sana."

"Kami sudah mengalami kekurangan. Kami masih memiliki air, air mengalir di dalam rumah. Tetapi setiap saat Rusia dapat menghantam fasilitas infrastruktur kritis. Sudah ada kekurangan makanan. Jadi, saya pikir hampir tidak ada yang tersisa di toko-toko," imbuhnya.

Hari keenam invasi Rusia ke Ukraina ditandai dengan serangan lanjutan di beberapa front, tetapi kemajuan Rusia dilaporkan telah diperlambat oleh perlawanan Ukraina.

Orang-orang di kota selatan Kherson mengatakan kota itu sekarang telah dikepung, dan walikota Mariupol, sebuah kota pelabuhan juga di selatan Ukraina mengatakan kota itu mengalami penembakan tanpa henti semalaman.

Sementara itu, citra satelit baru menunjukkan konvoi militer Rusia sepanjang 65 km meliuk-liuk menuju ibu kota, Kiev, di mana sirene serangan udara kembali berbunyi pada Selasa pagi.

Konvoi itu termasuk kendaraan lapis baja, tank, artileri dan kendaraan logistik, dan dikatakan berjarak kurang dari 30 km dari Kyiv.

Baca juga: China Menentang Sanksi Global terhadap Rusia, Sebut Ciptakan Masalah Baru pada Krisis Ukraina

Baca juga: Komentar Pengamat Barat soal Rusia yang Tak Mampu Rebut Ibu Kota Ukraina: Mereka Cuma Macan Kertas

Tangisan Pengungsi Ukraina: Ini Seperti Neraka

Pemerintah Polandia mengatakan lebih dari 115.000 pengungsi Ukraina telah mencari perlindungan.

Sebagian besar dari para pengungsi tersebut masuk lewat perbatasan utama Polandia-Ukraina di Medyka.

Para pengunsi membawa cerita kelam mengenai pengalaman mereka menghindar dari perang.

Namun hal ini tak menyurutkan keinginannya untuk kembali ke Ukraina dan berperang jika dibutuhkan.

Dilansir Aljazeera, Minggu (27/2/2022), Badan Perlindungan Pengungsi PBB mengatakan lebih dari 120.000 pengungsi Ukraina telah meninggalkan negara itu sejak Rusia menginvasi Ukraina.

Tetapi bagi sebagian besar pengungsi Ukraina, butuh berhari-hari untuk melarikan diri dari perang.

Helena (49), dari Drohobych di Ukraina barat, menuturkan pengalamannya sembari menyeruput teh dan makan sandwich yang dia terima dari sukarelawan.

Dia memiliki keluarga di Poznan, Polandia, dan merasa lega lantaran perjalanan yang sulit itu akan segera berakhir.

Tak seperti biasanya, ia butuh waktu 24 jam untuk menyeberangi perbatasan dan tiba di tempat yang aman.

"Pengalaman itu seperti neraka," kata Helena kepada Al Jazeera sebelum kemudian menangis.

Sementara itu, bagi Denis (30) dari Chernivtsi, Ukraina, yang bekerja di lokasi konstruksi di Polandia, itu juga merupakan malam yang sulit.

Dia tiba di Medyka pada hari Kamis untuk bertemu dengan istri dan anak-anaknya yang datang dari Ukraina.

Tapi setelah semalaman menunggu, mereka tidak terlihat.

"Mereka telah berada di perbatasan selama lebih dari 24 jam. Awalnya, mereka ingin menyeberang dengan berjalan kaki tetapi sulit, sehingga mereka menaiki bus. Setidaknya agar tidak sedingin di luar," tutur Denis.

"Tapi selama lima jam terakhir, mereka tidak membiarkan siapa pun lewat. Tidak jelas alasannya."

Sementara istri dan anak-anak Denis sedang dalam perjalanan untuk berkumpul kembali dengannya, ibunya memutuskan untuk menyeberang kembali ke Ukraina.

Ibu Denis tidak ingin jauh dari suami dan dua putra lainnya, yang mungkin akan segera menerima panggilan untuk melayani negara.

Denis pun menyebutkan bahwa ayahnya merupakan mantan tentara yang pernah bertempur untuk Uni Soviet.

Kini, sang ayah akan kembali bertarung mempertahankan negaranya sendiri.

"Ayah saya bertempur di Afghanistan dan dia tahu seperti apa perang itu," kata Denis.

"Dia siap mengorbankan hidupnya untuk Uni Soviet. Sekarang dia siap mengorbankan hidupnya untuk Ukraina melawan kekuatan baru Rusia."

"Ini sebuah paradoks. Tapi semua orang bisa melihat apa yang dilakukan Rusia. Mereka merebut Krimea, Donbas, sekarang mereka menginginkan Kharkiv."

Denis mengatakan kemungkinan bahwa dirinya akan kembali ke Ukraina untuk ikut berperang.

Tetapi pertama-tama, Denis ingin memastikan istri dan anak-anaknya aman.

Dalam satu atau dua minggu, katanya, jika musuh lebih dekat ke kampung halamannya di Chernivtsi, dia harus kembali dan mengangkat senjata.

"Jika mereka datang lebih dekat ke rumah kami, kami harus kembali dan bertarung. Selama bertahun-tahun, kami telah bekerja untuk membangun negara. Meski beberapa dari kami pergi, yang lain harus tetap tinggal. Jika semua orang pergi, siapa yang akan membela kita?” ungkap Denis.(TribunWow.com)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaUkrainaRusiaKharkiv
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved