Terkini Daerah
Fakta Pesantren Tempat 12 Santriwati Jadi Korban Rudapaksa: Tak Ada Ijazah, Guru Hanya Pelaku
Usai ditutup, santri yang berniat menempuh pendidikan di sana juga akan dipindahkan dengan difasilitasi oleh Kemenag.
Penulis: Afzal Nur Iman
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Kementerian Agama RI (Kemenag) resmi mencabut izin dan menutup pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat, di mana ada 12 santriwati jadi korban rudapaksa.
Usai ditutup, santri yang berniat menempuh pendidikan di sana juga akan dipindahkan dengan difasilitasi oleh Kemenag.
Kepala Kemenag Kota Bandung, Tedi Ahmad Junaedi menyebut dirinya juga menilai ada keanehan dari pesantren yang dikelola secara pribadi oleh HW, pelaku rudapaksa tersebut.
Baca juga: Kehidupan Santriwati Korban Guru Cabul, Ternyata Ponpes Khusus Wanita hingga Disuruh Nguli
Baca juga: Kajati Jabar Sebut Kasus Guru Cabuli 12 Santriwati di Bandung Dapat Sorotan Internasional
Di antaranya adalah tidak adanya ijazah yang diberikan kepada santri meski mereka sudah lulus menempuh pendidikan di sana.
"Dari aduan orang tua, masih ada 16 anak yang belum punya ijazah setara paket B dan C. Padahal telah lulus sejak 2019 dan 2020, tapi belum diberikan. Kita terus berkoordinasi dengan kepolisian karena bangunannya sudah diamankan," ujarnya saat dihubungi, Kamis (9/12/2021), dikutip dari Tribun Jabar.
Namun, pihak Kemenag berjanji akan memfasilitasi 35 santri yang ada di sana sampai mereka bisa kembali menempuh pendidikan di tempat yang baru.
Selain itu, pihaknya terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait demi kebaikan dan masa depan para korban dan juga santri yang ada di sana.
"Kasus kriminalnya ditangani oleh Polda Jabar, psikologi anak oleh Dinas DP3A, dan Kemenag membina dan menangani kelembagaan serta kelanjutan pendidikan anak-anak tersebut," ujarnya.
Santriwati Jadi Kuli Bangunan
Selain merupakan pengurus sekaligus pemilik pondok pesantren di kawasan Antapani dan di kawasan Cibiru Kota Bandung.
Tokoh masyarakat di Pasir Biru yang juga sekretaris RT 05, Agus Tatang juga mengungkap adanya hal aneh dari pesantren tersebut.
Baca juga: 7 Fakta Baru Guru Rudapaksa 12 Santriwati di Bandung: Disorot Internasional hingga Reaksi Orangtua
Di antaranya adalah para santriwati yang dijadikan kuli bangunan untuk membangun pondok tersebut.
Hal itu dilakukan berulang kali ketika ada proses pembangunan di lembaga pendidikan tersebut.
"Ada yang ngecat, ada yang nembok, yang harusnya mah ladennya (buruh kasar) dikerjain sama laki-laki," ujarnya, Kamis (912/2021).
Warga di sana mengaku merasa kecolongan dengan kadanya kasus ini.
Dia sendiri mengaku merasa berasalah karena hal itu terjadi di lingkungan tempatnya tinggal.
"Jadi kasihan lah ke santriwatinya," ujarnya.
Orang Tua Bantu Sumbang Bahan Bangunan dan Tenaga
Selain para santriwati yang digunakan tenaganya untuk membangun pesantren itu.
Pihak orang tua pun diminta baik material maupun tenaganya untuk membantu proses pembangunan gedung.
Hal itu disampaikan oleh Ketua P2TP2A Garut, Diah Kurniasari Gunawan pada Kamis (9/12/2021).
HW juga mendapat berbagai bantuan dari pemerintah untuk membangun lembaga pendidikannya itu.
"Tapi mereka tidak tahu anaknya diperlakukan seperti itu oleh para pelaku," kata Diah dikutip dari Kompas.com.
Pengajar Tetap hanya Pelaku
Selain itu, Diah juga menyampaikan bahwa dalam pesantren itu pengajar tetap hanyalah pelaku seorang.
Diah menyebut, memang ada guru bantu yang juga mengajar di sana.
Namun statusnya sebagai guru tidak tetap dan hanya mengajar kadang-kadang.
Karena itu, di sana kebanyakan waktu kosong dan digunakan untuk hal lain.
"Sisanya (waktu), mereka masak sendiri, gantian memasak, tidak ada orang lain lagi yang masuk pesantren itu," katanya. (Tribunwow.com/Afzal Nur Iman)
Artikel ini diolah dari Tribun Jabar yang berjudul Mirisnya Nasib Santriwati di Ponpes Herry Wirawan di Bandung, Jadi Kuli Bangunan, Warga Kecolongan dan Kompas.com yang berjudul Keanehan Pesantren yang 12 Santriwatinya Diperkosa Guru: Ada Iming-iming Biaya Gratis, Ada SD-SMP tapi yang Lulus Tak Berijazah