Terkini Internasional
Pertarungan Antargeng Picu Pembantaian di Penjara Ekuador, 68 Tahanan Tewas dan 25 Lainnya Terluka
Kerusuhan terjadi di penjara Ekuador karena persaingan antara geng penyelundup narkoba hingga ada pertumpahan darah, tewaskan 68 tahanan dan 25 luka.
Penulis: Alma Dyani Putri
Editor: Elfan Fajar Nugroho
TRIBUNWOW.COM – Kantor Jaksa Agung melaporkan sedikitnya 68 tahanan tewas dan 25 lainnya terluka di sebuah penjara yang berlokasi di kota Guayaquil, Ekuador, Sabtu (13/11/2021).
Mereka menjadi korban seusai kerusuhan yang dipicu dari perseteruan antar geng terjadi di penjara tersebut pada Jumat (12/11/2021) malam.
Dilansir dari The Guardian, peristiwa itu menjadi pertumpahan darah terbaru dalam gelombang kekerasan penjara di Ekuador tahun ini, yang mendorong jumlah korban tewas hingga lebih dari 280 narapidana.

Baca juga: Sempat Kerja di Media Terlarang, Jurnalis AS Danny Fenster Divonis 11 Tahun Penjara oleh Junta
Baca juga: Disebut akan Kejutkan Rusia, Ribuan Video Rudapaksa di Penjara Dibocorkan Mantan Narapidana Anonim
Persaingan antara geng-geng penyelundup narkoba untuk memperebutkan kendali penjara, telah mengejutkan negara tersebut.
Video di media sosial yang dirumorkan diunggah oleh narapidana pada malam kejadian pembantaian terbaru, menunjukkan para korban dipukuli dan dibakar hidup-hidup di halaman penjara.
Dalam video lain, memperlihatkan tahanan memohon agar menghentikan kekerasan saat tembakan dan ledakan terdengar di belakang mereka.
Namun, hingga kini asal dan kebenaran video tersebut belum bisa dikonfirmasi.
Menurut Gubernur Provinsi Guayas, Pablo Arosemena, pertumpahan darah itu dipicu oleh kekosongan kekuasaan setelah pembebasan seorang pemimpin geng.
“Blok sel lain dengan kelompok lain ingin menaklukkan mereka, masuk ke dalam dan melakukan pembantaian total,” katanya Pablo Arosemena dalam konferensi pers, Sabtu (13/11/2021).
Sementara itu, Presiden Ekuador Guillermo Lasso mengecam hakim pengadilan melalui akun Twitternya.
Dia menuduh mereka membatasi kemampuan negara untuk memerangi kekerasan dengan membatasi keadaan darurat 60 hari dalam sistem penjara, yang bertujuan untuk membebaskan pendanaan dan memungkinkan kontrol yang lebih tinggi dengan bantuan militer.
Penetapan itu diumumkan pada akhir September lalu.
“Tugas dasar negara adalah menjamin kehidupan warga negara, tanpa diskriminasi. Itu adalah hak asasi manusia yang mendasar," kata Lasso.
“Sayangnya, hari ini pekerjaan itu dibuat tidak mungkin oleh keputusan pengadilan yang memberlakukan pembatasan berlebihan pada koordinasi antara pasukan keamanan negara untuk mempertahankan hidup. Mereka tidak mengizinkan kami untuk mempertahankan hidup.”
Mantan Direktur Intelijen Militer Ekuador, Kolonel Mario Pazmino, mengatakan kekerasan terbaru menunjukkan bahwa pemerintah tidak mampu “memerangi ancaman yang telah lepas kendali sejak lama”.