Breaking News:

Terkini Internasional

Puluhan Staf WHO Lakukan Pelecehan Seksual di Kongo saat Krisis Ebola, Direktur Jenderal Minta Maaf

Tedros Adhanom meminta maaf atas insiden pelecehan seksual di Kongo oleh 21 staf WHO saat menangani krisis Ebola hingga memaksa wanita lakukan aborsi.

Penulis: Alma Dyani Putri
Editor: Mohamad Yoenus
AFP/John WESSELS
Petugas kesehatan di Kongo timur untuk membantu memerangi Ebola setelah penyakit itu menyebar di wilayah tersebut pada Agustus 2018. Tedros Adhanom meminta maaf atas insiden pelecehan seksual di Kongo oleh 21 staf WHO saat menangani krisis Ebola hingga memaksa wanita lakukan aborsi pada Selasa (27/9/2021). 

TRIBUNWOW.COM – Lebih dari 80 staf termasuk beberapa yang dipekerjakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terlibat dalam pelecehan dan eksploitasi seksual selama krisis Ebola di Republik Demokratik Kongo, Afrika Tengah.

Dalam laporan penyelidikan, ditemukan setidaknya 21 dari 83 pelaku pelecehan adalah staf WHO, dikutip dari Reuters pada Selasa (28/9/2021).

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, meminta maaf atas kasus pelecehan dan rudapaksa oleh pekerja yang direkrut oleh organisasi itu pada Selasa (28/9/2021).

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus. (AFP/Fabrice COFFRINI)

Baca juga: Lagi, WHO Bentuk Tim Baru untuk Selidiki Asal-usul Covid-19 di China, Didesak Amerika Serikat?

Baca juga: Seorang Gadis Remaja Dirudapaksa 33 Orang selama 8 Bulan di India, Sempat Diperas Pacarnya

Lebih dari 50 wanita di Kongo menuduh staf WHO dan badan amal lainnya telah menuntut hubungan seksual sebagai imbalan penawaran pekerjaan kepada mereka sejak 2018 hingga 2020.

Terhitung terdapat sembilan pelanggaran dan tuduhan rudapaksa dilakukan oleh staf nasional dan internasional yang dikerahkan di Kongo untuk memerangi wabah Ebola.

“Tim peninjau telah menetapkan bahwa para korban, diduga dijanjikan pekerjaan sebagai imbalan hubungan seksual atau untuk mempertahankan pekerjaan mereka,” kata anggota komisi penyelidikan, Malick Coulibaly, dalam konferensi pers.

Pelaku dikatakan mengancam wanita yang menolak hubungan seksual dengan pemutusan kontrak kerja.

Malick Coulibaly mengungkapkan beberapa dari pelaku enggan menggunakan alat kontrasepsi hingga mengakibatkan kehamilan pada 29 wanita.

Beberapa di antaranya bahkan dipaksa menggugurkan kandungannya oleh pelaku.

Direktur Jenderal Tedros Adhanom menyebut Selasa lalu sebagai hari gelap bagi WHO.

“Hal pertama yang ingin saya katakan kepada para korban adalah saya minta maaf,” kata Tedros dalam konferensi pers, dikutip dari AFP.

“Ini adalah prioritas utama saya bahwa para pelaku tidak akan dimaafkan tetapi dimintai pertanggungjawaban,” tambahnya.

Tedros Adhanom menyebut akan memastikan orang-orang yang terlibat dalam kasus itu dibebastugaskan.

Empat dari 21 staf WHO yang diduga terlibat, telah diputus kontraknya dan menjadi daftar hitam organisasi itu.

“Organisasi kami akan melarang para tersangka menjadi staf WHO lagi di kemudian hari, dan kami akan memberi tahu sistem PBB yang lebih luas,” kata Tedros.

Baca juga: Dapat Rekomendasi untuk Perawatan Covid-19, WHO Ingin Pengobatan Antibodi Koktail Jadi Lebih Murah

Baca juga: WHO Rekomendasikan Pengobatan Antibodi Covid-19 untuk Pasien Berisiko Tinggi Alami Keparahan

Halaman
12
Tags:
WHOPelecehan SeksualKongoVirus EbolaAfrika
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved