Konflik di Afghanistan
Warga Afghanistan Jual Harta Benda akibat Krisis Uang Tunai, PBB Cari Dana Bantuan
Warga Afghanistan menjual barang dengan harga murah agar bisa membeli bahan makanan di tengah krisis uang tunai dan usaha PBB mencari dana bantuan.
Penulis: Alma Dyani Putri
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Warga Afghanistan telah menghadapi krisis uang tunai sejak Taliban menguasai ibu kota Kabul pada 15 Agustus karena pemutusan akses oleh Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan pembekuan aset oleh Amerika Serikat.
Dilansir dari Al Jazeera, beberapa warga Afghanistan memutuskan menjual harta benda yang mereka miliki dengan harga murah agar bisa membeli bahan makanan.
Sementara, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan konferensi bantuan kemanusiaan di Jenewa guna mengumpulkan lebih dari Rp 8,5 triliun untuk Afghanistan.

Baca juga: Harus Mencari Nafkah, Beberapa Wanita Afghanistan Putuskan Kembali Bekerja di Bandara Kabul
Baca juga: Taliban Tahan dan Pukuli Dua Wartawan Afghanistan yang Liput Aksi Protes Wanita, Begini Kronologinya
Satu di antara warga Afghanistan yang sudah mulai menjual barang-barangnya adalah Shakrullah.
Shukrullah membawa empat karpet untuk dijual di lingkungan Chaman-e Hozori di Kabul, bersama ratusan orang lain yang juga sudah memenuhi tempat itu.
Barang milik mereka terpaksa dijual dengan harga murah untuk bisa membeli bahan pangan.
“Kami membeli karpet ini seharga 48.000 Afghan (Rp 7,9 juta), tapi sekarang saya tidak bisa mendapatkan lebih dari 5.000 Afghan (Rp 826 ribu) untuk semuanya,” kata Shukrullah.
Beberapa bank sebenarnya telah dibuka kembali di Afghanistan tetapi ada batas penarikan mingguan sebesar 20.000 Afghan (Rp 3,3 juta).
Ratusan orang menghabiskan hari-hari mereka mengantri di luar bank negara untuk bisa menarik dana.
Sementara bagi keluarga Shukrullah, hal itu bukanlah pilihan.
“Saya perlu menghasilkan uang yang cukup untuk setidaknya membeli tepung, beras, dan minyak,” katanya.
Terhitung ada 33 orang di keluarganya yang hidup di satu rumah selama setahun terakhir.
Bahkan sebelum mantan Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani meninggalkan negara itu dan Taliban mengambil alih, Afghanistan sudah menghadapi perlambatan ekonomi.
Hal itu diperburuk oleh pandemi global Covid-19 dan kekeringan berkepanjangan yang semakin menghancurkan ekonomi Afghanistan yang sangat bergantung pada sektor pertanian.

Dalam laporan yang dirilis PBB minggu lalu, memperingatkan lebih dari 97 persen populasi Afghanistan bisa berada di bawah garis kemiskinan pada pertengahan 2022.