Kontroversi Saipul Jamil
Saipul Jamil Wara-wiri di TV, KPI Turun Tangan: Berharap Tidak Membuka Kembali Trauma Korban
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akhirnya menanggapi ramainya pemberitaan mengenai pedangdut Saipul Jamil.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akhirnya menanggapi ramainya pemberitaan mengenai pedangdut Saipul Jamil.
Pasalnya, meski merupakan pelaku pelecehan seksual pada anak dibawah umur, Saipul Jamil masih tampil di berbagai stasiun televisi.
Oleh sebab itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengambil sikap terhadap stasiun TV terkait.

Baca juga: Najwa Shihab Nilai Kebebasan Saipul Jamil yang Terjerat Kasus Pelecehan Tak Pantas Disambut: Bahaya
Baca juga: Bebas Penjara akibat Kasus Pencabulan dan Suap, Saipul Jamil: Saya Kayaknya Kembali Perjaka Lagi
Dilansir laman kpi.go.id, Senin (6/9/2021), Mulyo meminta agar lembaga penyiaran televisi untuk tak mengglorifikasi pembebasan Saipul Jamil.
Apalagi mengulang pembahasan tersebut dan seakan merayakan secara besar-besaran pembebasannya.
Pasalnya, hal ini bisa berdampak bagi korban dan keluarga.'
Dikhawatirkan, tampilnya Saipul Jamil di televisi bisa kembali membuka trauma korban.
Selain itu, bisa membuat korban dengan kasus sejenis tak berani untuk buka suara.
“Kami berharap seluruh lembaga penyiaran memahami sensitivitas dan etika kepatutan publik terhadap kasus yang telah menimpa yang bersangkutan dan sekaligus tidak membuka kembali trauma yang dialami korban,” ujar Mulyo.
Ia menegur stasiun TV yang terkesan menyambut sang pedangdut.
Hal ini dikhawatirkan berdampak pada normalisasi hukuman pelaku kejahatan seksual.
Mulyo berharap agar siaran yang bisa dilihat seluruh masyarakat tersebut bisa lebih menampilkan konten edukasi.
KPI juga menekankan agar stasiun TV lebih berhati-hati menayangkan muatan melawan hukum dan melanggar norma.
“Kami berharap lembaga penyiaran lebih mengedepankan atau mengorientasikan unsur edukasi dari informasi yang disampaikan agar hal serupa tidak terulang serta sanksi hukum yang telah dijalani yang bersangkutan tidak dipersepsikan masyarakat sebagai risiko biasa,” beber Mulyo.
Menurut Mulyo, hak publik harus diperhatikan disamping hak individu.