Virus Corona
Benarkah Badai Sitokin karena Covid-19 Bisa Terjadi setelah Lama Selesai Isoman? Simak Penjelasannya
Rata-rata pasien Covid-19 mengalami badai sitokin setelah selesai menjalani isolasi mandiri atau dinyatakan sembuh dari Covid-19.
Penulis: Afzal Nur Iman
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Rata-rata pasien Covid-19 mengalami badai sitokin setelah selesai menjalani isolasi mandiri atau dinyatakan sembuh dari Covid-19.
Hingga muncul pertanyaan, bisakah penyintas Covid-19 yang sudah benar-benar merasa sembuh dan cukup lama selesai menjalani isolasi mandiri mengalami badai sitokin?
dr. Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD-KP yang bekerja unit perawatan intensif (ICU) Covid-19 dalam tayangan bertajuk Tanya IDI di Youtube PB Ikatan Dokter Indonesia pada Sabtu (28/8/2021) menjelaskan periode waktu di mana biasanya badai sitokin muncul.
"Secara umum itu, di hari-hari pertama tidak terjadi, minggu pertama tidak terjadi," jelasnya.
Baca juga: Bukan Komorbid, Konsidi Ini Berisiko Alami Badai Sitokin pada Covid-19, Lebih Baik Jangan Isoman
Baca juga: Seusai Isoman, Beberapa Gejala Bisa Bertahan hingga Setahun Lebih sejak Terpapar Covid-19, Apa Saja?
Periode waktu terjadinya badai sitokin disebutkan sangat bergantung dari respons imun atau sifat reaktif dari sistem kekebalan masing-masing pasien.
Meski waktunya tidak pasti, tetapi dia menyebut umumnya sekitar dua minggu setelah terpapar Covid-19.
"Sebagian bersar akan terjadi setelah 10 hari atau hingga 14 hari," tambahnya.
Namun dia mempertegas jika badai sitokin bisa terjadi dalam minggu pertama setelah terinfeksi Covid-19 atau saat pasien masih menjalani isolasi mandiri.
Kondisi badai sitokin ini juga bisa berlangsung lama bahkan hingga 40 hari.
"Bisa terjadi responsnya yang berkepanjangan atau yang virusnya lambat hilang," ujarnya.
Periode badai sitokin terjadi ketika pasien masih sakit atau mengalami infeksi Covid-19.
Baca juga: Agar Tak Terpapar saat Ada yang Isolasi Mandiri di Rumah, Pahami Cara Penularan Covid-19
Jika kondisi sudah membaik namun tiba-tiba mengalami gejala dan mengalami badai sitokin, itu dinilai badai sitokin sudah terjadi sebelumnya dan baru memuncak ketika sudah sembuh.
"Saya sangat-sangat berpikir bahwa proses eskalasi atau badai sitokinnya terjadi ketika dia sakit, jadi bukan berarti ketika dia sembuh terus baru muncul, enggak," terangnya.
Proses peradangan akibat badai sitokin bisa berlangsung terus bahkan setelah virusnya hilang.
Karena itu dia menyebut jarak waktu badai sitokin dan infeksi Covid-19 tidak akan terpaut jauh.
"Misalkan seseorang secara klinis dia sudah menunjukkan perbaikan, seharusnya sih tidak terjadi badai sitokin," jelasnya.
Bagi mereka yang mengalami perawatan di rumah sakit dan rentan mengalami badai sitokin, disebutkan jika akan ada pemeriksaan menyeluruh yang berkaitan dengan penurunan sitokin.
"Kalau cenderung menurun, apalagi jika diperiksa serial ya satu dua kali diperiksa cenderung menurun, maka kita bisa lihat bahwa umumnya tidak terjadi bergelombang," ujarnya.
Dia menegaskan bahwa pernyataan yang mengatakan badai sitokin bisa datang jika sembuhnya sudah cukup lama adalah salah.
Terlebih jika sudah lebih dari satu bulan dan kondisinya baik-baik saja tiba-tiba mengalami badai sitokin.
Untuk diketahui, badai sitokin adalah kondisi di mana respon imun berlebihan yang menyebabkan menyerang balik sel atau organ yang sehat.
"Beberapa sitokin itu dilepaskan sel kekebalan tadi untuk menyebabkan peradangan," ujarnya.
Kondisi ini bisa menyebabkan masalah serius bagi pasien Covid-19.
Disebutkan juga jika 95 persen pasien yang mengalami Covid-19 yang parah mengalami kondisi badai sitokin.
Badai sitokin sebenarnya bukan kondisi yang khas terhadap Covid-19 tetapi pada Covid-19 badai sitokin bisa menjadi lebih tinggi dibanding penyakit lain.
Pada sisi lain infeksi Covid-19 juga bisa menurunkan sitokin yang bersifat antiinflamsi atau bersifat melawan peradangan.
Badai sitokin ini bisa menyerang seluruh organ bukan hanya paru-paru.
"Ke tempat yang lain juga bisa, ke ginjal, ke jantung, ke liver, itu semua bisa terjadi," kata dr. Ceva.
Tetapi karena virus kebanyakan berada di paru-paru yang cenderung mengalami badai sitokin juga adalah paru-paru.
Selain menyerang, sitokin juga ada yang memiliki sifat meredam peradangan.
"Kenapa disebut badai, karena ada yang meningkat tinggi, ibarat perang bomnya terlalu banyak, tapi salah juga terlalu rendah, jadi keadaan pasien juga jadi buruk" ujarnya. (Tribunwow.com/Afzal Nur Iman)
Baca Artikel Terkait Covid-19 Lainnya