Breaking News:

Terkini Nasional

Kesamaan Pengakuan 4 Terduga Teroris: Baru-baru Ini Gabung FPI, Belajar Ilmu Kebal, dan Buat Bom

Empat terduga teroris yang ditangkap Densus 88 Antiteror Polri membuat pengakuan dengan keterangan yang mirip, yakni sama-sama simpatisan FPI.

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Mohamad Yoenus
Capture YouTube Kompas TV
Pengakuan terduga teroris Ahmad Junaidi (kiri) dan Wiloso Jati (kanan) bahwa mereka adalah simpatisan FPI, ditayangkan Minggu (4/4/2021). 

TRIBUNWOW.COM - Empat terduga teroris yang ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri membuat pengakuan dengan keterangan yang mirip.

Dilansir TribunWow.com, mereka ditangkap setelah teror bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021) lalu.

Ada lima orang yang ditangkap terkait jaringan teroris tersebut di berbagai tempat, di antaranya Jakarta, Bekasi, dan Tangerang Selatan.

Baca juga: Polisi Sebut 19 Teroris Ngaku Anggota FPI, Kuasa Hukum Beberkan Reaksi Rizieq Shihab: Fitnah Murahan

Pengakuan terduga teroris Bambang Setiono yang merencanakan sejumlah serangan demi menuntut kebebasan Habib Rizieq Shihab, ditayangkan Minggu (4/4/2021).
Pengakuan terduga teroris Bambang Setiono yang merencanakan sejumlah serangan demi menuntut kebebasan Habib Rizieq Shihab, ditayangkan Minggu (4/4/2021). (Capture YouTube Kompas TV)

Baca juga: BIN Sebut Teroris Cenderung Introvert: Musuhi Keluarga yang Tidak Sepaham

Empat di antaranya mengaku menjadi bagian dari organisasi masyarakat (ormas) Front Pembela Islam (FPI) yang kini sudah dibubarkan.

"Nama saya Zulaimi Agus. Saya belajar membuat TATP atau aseton peroksida pasca-kerusuhan 21-22 Mei 2020 di depan Bawaslu," ungkap Zulaimi Agus, dalam video yang ditayangkan Kompas TV, Minggu (4/4/2021).

Ia mengaku belajar membuat bahan peledak dari berbagai blog di internet.

Agus mengungkapkan keterlibatannya dalam FPI sejak dua tahun lalu.

"Saya bergabung dengan organisasi FPI tahun 2019 melalui DPC Serang Baru, Kabupaten Bekasi Wakabid Jihad," kata Agus.

Terduga teroris Bambang Setiono mengungkapkan pengakuan yang sama, yakni menjadi pendukung FPI.

"Saya Bambang Setiono menjadi simpatisan FPI sejak awal Desember 2020, tergabung majelis Latif Alyasin," papar Bambang Setiono.

Ia menyebut telah merencanakan serangan untuk menuntut mantan pemimpin FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) dibebaskan.

Baca juga: Soal Temuan Atribut FPI di Rumah Jaringan Teroris, BNPT: Fakta Empiris Beberapa Anggota Terlibat

"(Saya) membuat bahan dari black powder dengan bahan HCl03 dari Zulaimi Agus di Sukabumi. (Saya) merencanakan aksi penyerangan kepada SPBU dengan bom molotov untuk menuntut bebas HRS," jelas Bambang.

Terduga teroris Wiloso Jati mengaku dirinya sempat menjadi anggota FPI atau kerap disebut laskar.

"Saya Wiloso Jati. Saya adalah anggota FPI. Jabatan terakhir saya di FPI adalah sebagai laskar di DPC Jagakarsa tahun 2019," kata Wiloso Jati.

"Saya bergabung dengan kelompok Habib Husein pasca-penangkapan Habib Rizieq Shihab dan pembubaran FPI," lanjutnya.

Jati mengaku pernah menjalani latihan pembuatan bom dan ilmu kekebalan.

"Saya pernah belajar sedikit pembuatan bom dari Zulaimi Agus. Habib juga pernah memerintahkan kepada anggota untuk mengisi ilmu kebal di Sukabumi di tempat Haji Popon sebagai pembekalan untuk persiapan aksi," kata Jati.

Terduga teroris terakhir yang membuat pengakuan, Ahmad Junaidi, mengaku menjadi pendukung FPI sejak Rizieq Shihab pulang dari Arab Saudi.

"Saya atas nama Ahmad Junaidi salah satu anggota simpatisan dari FPI semenjak Habib Rizieq Shihab pulang ke Indonesia," ungkap Ahmad Junaidi.

Setelah itu, ia selalu mengikuti pengajian yang dipimpin Habib Husein Hasni yang bertempat tinggal di Condet.

Pengajian dilakukan setiap malam Jumat.

Seusai pengajian, Junaidi mengungkapkan jemaah mendiskusikan rencana peledakan industri milik asing.

Lihat videonya mulai dari awal:

BIN Sebut Teroris Cenderung Introvert

Dua serangan teror terjadi dalam beberapa hari belakangan ini, yakni di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, dan Gedung Mabes Polri, Jakarta Selatan.

Kedua serangan itu memiliki kesamaan yakni para pelakunya berasal dari kalangan milenial atau pemuda.

Badan Intelijen Negara (BIN) menyebut, para teroris biasanya cenderung introvert seusai terpapar radikalisme.

Baca juga: Rekam Jejak Penjual Senjata ke Penyerang Mabes Polri, Sempat 2 Hari Ikut Latihan Teroris

Hal itu disampaikan oleh Deputi VII BIN, Wawan Purwanto dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Minggu (4/4/2021).

Wawan mengatakan, jaringan teroris memang sengaja menargetkan untuk merekrut anak muda karena lebih energik dan tidak memiliki beban.

ZA (gamis hitam plus kerudung biru) tewas seusai terlibat baku tembak melawan polisi di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Rabu (31/3/2021) petang.
ZA (gamis hitam plus kerudung biru) tewas seusai terlibat baku tembak melawan polisi di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Rabu (31/3/2021) petang. (HO/TribunWow.com)

"Kaum muda ini lebih berani dan mereka masih mencari jati diri," terangnya.

Ia mengatakan, bibit teroris sengaja dijauhkan dari keluarga mereka supaya tidak ada yang menyetop.

"Karena biasanya keluarganya mesti ngerem (membatasi -red)," kata Wawan.

Wawan juga menjelaskan, paham radikalisme mudah berkembang di kalangan masyarakat yang tidak berpikir rasional, dan menelan mentah-mentah informasi yang ada.

"Yang radikal akan tumbuh subur di masyarakat yang tidak kritis," ujarnya.

Berdasarkan penjelasan Wawan, warga yang sudah terpapar paham radikalisme cenderung menjadi pribadi yang introvert.

"Mereka lantas memusuhi keluarga yang lain, yang tidak sepaham, termasuk orangtuanya, biasanya menjadi menyendiri, introvert, kemudian suka ada perubahan perilaku," kata Wawan.

Wawan mengatakan, penyebaran paham radikalisme juga kini lebih mudah menyebar lewat sarana media sosial (medsos). (TribunWow.com/Brigitta/Anung)

Baca berita terkait lainnya

Tags:
Front Pembela Islam (FPI)TerorisDensus 88PolriGereja KatedralMakassar
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved