Isu Kudeta Partai Demokrat
Bukan Cuma Sanksi, Refly Harun Minta Jokowi Tegas Paksa Moeldoko Pilih Jabatan KSP atau Demokrat
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersikap tegas terhadap Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko.
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersikap tegas terhadap Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko.
Dilansir TribunWow.com, hal itu terkait dengan keterlibatan Moeldoko dalam upaya pendongkelan Partai Demokrat.
Menurut Refly, sanksi saja tak cukup diberikan pada Moeldoko.

Baca juga: Respons Desakan agar Moeldoko Mundur dari KSP, Refly Harun: Harusnya dari Awal, Bukan setelah Kalah
Baca juga: Habiskan Waktu dengan Istri, Moeldoko Unggah Aktivitasnya Pasca Kalah dari Kubu AHY
Dalam kanal YouTube tvOneNews, Minggu (4/4/2021), Refly menyebut Jokowi berhak memecat menteri, termasuk Moeldoko.
"Yang namanya presiden ya bisa saja memecat atau memberhentikan Moeldoko dan menteri lainnya," kata Refly.
"Karena mereka kan pembantu presiden, bukan pejabat negara yang dipilih."
"Sehingga pengangkatan dan pemberhentiannya semata-mata tergantung pada presiden," sambungnya.
Menurut Refly, Jokowi harus mengambil tindakan tegas jika ingin membuktikan pemerintah tak terlibat dalam upaya pendongkelan Partai Demokrat.
Ia mengatakan, Jokowi setidaknya harus memberikan dua pilihan pada Moeldoko.
Baca juga: Alasan Razman Arif Pilih Hengkang dari Demokrat Kubu Moeldoko, Sebut Nazaruddin Hanya Jadi Beban
Baca juga: Andi Mallarangeng Terkekeh Bayangkan Moeldoko Gugat Yasonna Laoly ke PTUN: Ini Baru Pertama Kali
Pilihan tersebut terkait dengan jabatan Moeldoko kini di KSP dan Partai Demokrat kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Deliserdang, Sumatera Utara.
"Waktu itu saya sudah mengatakan kalau presiden ingin menunjukkan dia tidak terlibat apa-apa soal take over Partai Demokrat ini," ucap Refly.
"Maka dia harus memberikan pilihan pada Moeldoko."
"Tetap jadi KSP, lepaskan Demokrat."
"Atau berjuang menjadi ketua umum Partai Demokrat tapi lepaskan jabatan KSP," tambahnya.
Refly melanjutkan, Jokowi akan semakin dianggap terlibat jika tak mau bertindak tegas terhadap Moeldoko.
Karena itu, ia menyebut sanksi saja tak cukup diberikan untuk sang kepala KSP.
"Kalau itu tidak dilakukan, presiden yang memberikan sanksi tegas."
"Bukan sanksi ya, keputusan presiden yang tegas untuk memberhentikan Moeldoko kalau tetap ingin men-take over Partai Demokrat."
"Harusnya dari awal begitu pilihannya agar Istana tidak dituduh terlibat dalam skenario take over ini," tandasnya.
Simak videonya berikut ini mulai menit ke-3.16:
Yasonna Laoly: Dongkol Banget sama Kubu AHY
Dalam kesempatan lain, sebelumnya Yasonna Laoly meluapkan kejengkelannya pada Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dilansir TribunWow.com, Yasonna mengaku dongkol pada kubu AHY karena sebelumnya melayangkan tudingan pada pemerintah.
Sebelumnya, pemerintah menolak hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deliserang, Sumatera Utara.
Dengan keputusan tersebut, posisi Moeldoko sebagai ketua umum Partai Demokrat versi KLB pun dianggap tak sah oleh pemerintah.
"Sejak awal saya kan sudah sampaikan, pada saat Pak SBY atau sebelumnya Andi Arief dan orang-orangnya termasuk AHY," ucap Yasonna, dikutip dari kanal YouTube Karni Ilyas Club, Kamis (1/4/2021).
"Bahkan AHY sebagai ketua umum Demokrat mengirim surat ke Istana."
Yasonna langsung mengaku dongkol pada kubu AHY.
Menurut dia, kubu AHY terus menyerang dan menuduh pemerintah terlibat dalam upaya pendongkelan Partai Demokrat.
"Kita tuh sebenarnya udah dongkol banget," ujar Yasonna.
"Saya dicatut nama saya, dia bilang 'Ada pertemuan menteri hukum dan HAM, dengan Moeldoko'."
"Ya ada pertemuan, kalau kita di Istana pasti ketemu tapi kita tidak pernah berbicara soal itu."
Baca juga: Sindiran Politisi untuk Moeldoko seusai Pemerintah Tolak Demokrat Versi KLB: Ketum Abal-abal Insaf
Baca juga: KLB Deli Serdang Ditolak, Demokrat Kini Ajak Moeldoko Gabung Resmi: Kalau Mau Jadi Cagub DKI
Yasonna menegaskan, pihaknya netral dalam menyelesaikan masalah ini.
Hingga akhirnya pemerintah menolak Partai Demokrat yang diketuai oleh Moeldoko, sang kepala Kantor Staf Presiden (KSP).
"Saya sudah bilang katakan kami akan bertindak seusai ketentuan perundang-undangan dan AD/ART partai politik," jelasnya.
"Karena dua yang harus dirujuk dalam penyelesaian partai politik, pendaftaran kepengurusan partai politi, perubahan anggaran dasar."
"Harus merujuk Undang-undang Partai Politik, UU No 2 2008 dan UU No 2 2011, yang merujuk anggaran dasar, anggaran rumah tangga partai politik."
Ia lantas kembali mengungkit tudingan yang dilayangkan kubu AHY pada pemerintah.
Meski akhirnya menolak kubu Moeldoko, Yasonna mengakui sebenarnya lebih kesal pada kubu AHY.
"Saya katakan kami akan konsisten, tapi jangan dong belum-belum, bahkan belum ada KLB sudah ribut menuding kita," ujar Yasonna.
"Sebenarnya dari sisi gondoknya kita lebih gondok ke kubu AHY."
"Tudingan yang tidak beralasan dan lain-lain, tapi udahlah kita mau tunjukkan kita netral dalam soal itu," sambungnya menyudahi. (TribunWow.com/Tami)