Vaksin Covid
Baru Tiba di Indonesia, Vaksin AstraZeneca Lebih Aman untuk Lansia? Simak Kata Satgas Covid-19
Ketua Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Alexander K Ginting menjelaskan vaksin Covid-19 AstraZeneca yang baru saja tiba di Tanah Air.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Ketua Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Alexander K Ginting menjelaskan vaksin Covid-19 AstraZeneca yang baru saja tiba di Tanah Air.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Primetime News di Metro TV, Selasa (9/3/2021).
"Ini adalah hasil dari pengembangan vaksin AstraZeneca dan University of Oxford," jelas Alexander K Ginting.

Baca juga: Beredar Isu Vaksin Covid-19 Akibatkan Kemandulan, Benarkah? WHO Ungkap Sederet Mitos dan Faktanya
Ia menjelaskan teknologi yang digunakan untuk mengembangkan vaksin ini lebih maju.
"Kelebihannya dia ini lebih banyak dikerjakan dalam bentuk teknologi biologi-molekuler yang lebih advanced. Kemudian bisa diberikan pada usia 18 sampai 55 tahun," kata Alexander.
Sama seperti vaksin Sinovac yang sebelumnya sudah didistribusikan pemerintah, vaksin AstraZeneca juga harus diberikan dua kali.
Proses pemberiannya juga melalui suntikan intramuskular.
"Kemudian diberikan 0,5 cc per dosis, bila dua dosis berarti 1 cc dalam 24 hari. Injeksinya intramuskular," papar Alexander.
Ia menjelaskan ada sedikit perbedaan dengan vaksin Sinovac dan Sinopharm yang dikembangkan di China.
"Sumber penelitiannya di Inggris. Jadi ini termasuk vaksin yang berbeda dengan Sinovac atau Sinopharm, di mana platformnya adalah inactivated virus," terang Alexander.
Baca juga: BPOM Terbitkan Izin Penggunaan Darurat Vaksin Covid-19 AstraZeneca, Ketahui Potensi Efek Sampingnya
Alexander membenarkan vaksin AstraZeneca sudah diuji untuk orang berusia di atas 55 tahun atau lanjut usia (lansia).
Sejauh ini belum ditemukan efek negatif yang ditimbulkan penyuntikan AstraZeneca kepada lansia.
Walaupun begitu, Alexander mengingatkan vaksin ini pun masih dalam penelitian lebih lanjut.
Maka dari itu, kemungkinan efek samping atau terkait komponen lainnya masih perlu diteliti.
"Kalau kita lihat bahwa AstraZeneca ini diuji juga untuk di atas 55 tahun. Kemudian dari berbagai penelitian yang berjalan tidak didapatkan laporan yang serius atau kejadian pasca-imunisasi yang serius," ungkapnya.
"Tapi karena ini juga karena vaksin yang penemuannya baru, tentu kita tetap harus mempunyai kehati-hatian di dalam menyeleksi mereka yang akan mau diberikan vaksin dari kelompok viral factor," tambah Alexander.
Lihat videonya mulai dari awal:
Beredar Isu Vaksin Covid-19 Akibatkan Kemandulan, Benarkah?
Vaksin Covid-19 yang masih terus diteliti mengundang mitos dan isu di masyarakat global.
Dilansir TribunWow.com, World Health Organization (WHO) lalu mengklarifikasi sejumlah mitos terkait vaksin Covid-19.
Hal itu disampaikan Kepala Departemen Imunisasi, Vaksin, dan Biologis WHO Dr Katherine O'Brien dalam laman resmi who.int.
Baca juga: Sakit Kepala setelah Disuntik Vaksin Covid-19 Apakah Berbahaya? Ini Cara Mengatasinya
Isu pertama adalah vaksin yang mencegah penularan Virus Corona ini dapat menyebabkan kemandulan.
"Vaksin yang disuntikkan tidak dapat menyebabkan kemandulan," tegas Katherine O'Brien.
"Rumor ini telah banyak beredar dan dikaitkan dengan vaksin yang berbeda. Tidak ada kebenaran pada rumor ini. Tidak ada vaksin yang menyebabkan kemandulan," jelasnya.

Selain itu, beredar pula penyuntikan vaksin dapat mengubah DNA orang yang menerimanya.
Menurut O'Brien, mitos ini dapat dibantah secara ilmiah.
"Kami seringkali mendengar rumor ini," ungkapnya.
Ia memberi contoh pada vaksin mRNA tidak terbukti menambahkan DNA dalam tubuh manusia.
"Kami punya dua vaksin sekarang yang disebut vaksin mRNA dan tidak mungkin mRNA dapat mengubah DNA," papar O'Brien.
"Lalu tidak ada bukti mRNA dapat mengubah DNA dalam sel tubuh manusia. mRNA berfungsi menginstruksikan tubuh agar memproduksi protein," lanjut dia.
Baca juga: Apakah Vaksin Kebal Varian Baru Covid-19? WHO Jawab Kemungkinan Harus Perbarui Vaksin Tiap Tahun
Menurut O'Brien, kebanyakan vaksin yang dikembangkan akan memberikan protein ke dalam tubuh atau memberikan komponen yang sangat kecil dari penyakit yang berusaha dilawan.
"Ini adalah pendekatan baru. Daripada menyuntikkan komponen kecil tersebut, vaksin hanya memancing tubuh kita untuk membuat komponen itu dan sistem imun natural kita akan merespons," ungkapnya.
O'Brien selanjutnya menjawab mitos bahwa komposisi dalam vaksin dapat membahayakan penerimanya.
"Hal ini hanya mitos. Vaksin yang kami kembangkan sangat aman. Semua komponen yang ada di dalam vaksin telah dites untuk meyakinkan keamanan dalam tiap dosisnya," tegas peneliti vaksin tersebut.
Ia menjelaskan pengembangan vaksin selalu dites sebelum diberikan kepada manusia.
Sebelumnya vaksin diteskan ke hewan, lalu dilanjutkan dengan uji klinis untuk kelompok tertentu.
Uji klinis bahkan hanya diberikan kepada kelompok tertentu sebelum diizinkan untuk diproduksi dan didistribusikan secara massal. (TribunWow.com/Brigitta)