Terkii Nasional
Effendi Simbolon Klaim Tak Ada Pasal Karet di UU ITE, Refly Harun: Kalau Tidak Ada Kita Tak Berdebat
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Effendi Simbolon mengaku kurang setuju dengan wacana revisi Undang-undang ITE.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Claudia Noventa
"Kedua karena tidak ada batasan akhirnya dikembalikan kepada penegak hukum," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke-7.23:
Effendi Simbolon: Apanya yang Mau Direvisi
Sebelumnya, Effendi Simbolon membantah adanya pasal karet di dalam UU ITE.
Oleh karenanya, dirinya mempertanyakan alasan adanya desakan untuk merevisi UU ITE.
Effendi Simbolon mulanya menanggapi pernyataan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal wacana UU ITE.
Menurutnya, Jokowi hanya mengatakan 'kalau' ada pasal karet yang dianggap membingungkan dalam penegakan hukum.
Bukan berarti menyimpulkan memang ada pasal karet.
"Tapi kalaupun dianggap itu menjadi biang masalahnya dan menyebut pasal karet, saya ingin bertanya kembali kepada Pak Presiden, yang disebut pasal karet itu yang mana?" ujar Effendi Simbolon.
"Karena mulai dia (UU ITE) lahir sampai revisi, tidak ada yang melanggar, sudah teruji," imbuhnya.
Menanggapi hal itu, presenter Najwa Shihab lantas mencontohkan beberapa pasal yang dinilai karet karena tidak memiliki patokan subjek yang jelas.
Baca juga: Bandingkan Penerapan UU ITE Era SBY dengan Jokowi, Haikal Hassan: Enggak Ada Kritikan yang Ditangkap
Najwa Shihab pun menyebutkan pasal 27 Ayat 3 yang berbunyi 'Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan /atau dokumen elektronik yang dimiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik'.
"Sepanjang yang merasa dihina itu melakukan delik aduan, ya monggo diproses hukum, di mana karetnya?" kata Effendi Simbolon.
Najwa Shihab kembali mencecar Effendi Simbolon dengan membandingkan anggota legislasi lainnya yang mayoritas sudah mendukung untuk merevisi UU ITE.
Meski begitu, Effendi Simbolon kembali mempertanyakan apa dasarnya untuk merevisi undang-undang yang disahkan pada 2008 tersebut.